Sabtu, 21 Juni 2008

Sogo Jongkok Di Seputaran Mekkah

Sogo Jongkok di Seputaran Mekah.



Di Daerah Tanah Abang setiap hari Minggu di pinggiran jalan depan pasar Tanah Abang banyak pedagang kaki lima yang khusus berjualan disana di setiap hari minggu, dari mulai barang rumah tangga sampai mainan anak-anak.



Saya gak tahu kegiatan ini masih berlangsung atau tidak akan tetapi pasar ini sempat dinamakan Sogo Jongkok dan cukup familiar dikalangan ibu rumah tangga.



Kegiatan pasar seperti itu tidak hanya ada di Tanah Abang tapi juga di seputaran Mekkah terutama dijalan menuju Masjid disamping Hotel Hilton.

Asyiknya berbelanja disini bukanlah barang barangnya namun para penjualnya. Ketika seorang teman bertanya harga barang dalam bahasa Arab, “kam haza.?” Maka pedagang itu menjawab “ Sepoloh real “ kata pedagang itu , “ini bagous” tambah pedagang itu lagi.

Hampir tak ada pedagang di seputaran mekkah baik yang di jalan maupun di toko yang tidak faham bahasa Indonesia khususnya dalam hal harga barang.



Beberapa tahun lalu terdapat pasar yang sangat terkenal di Mekkah dinamakan Pasar Seng, saking familiarnya beberapa penduduk Mekkah juga mengganti nama pasar itu dengan sebutan Pasar Seng mengikuti dengan sebutan masyarakat Indonesia. Pasar itu saat ini sudah dibongkar untuk dijadikan perluasan halaman Masjid, bukan hanya pasar yang dibongkar, namun hotel hotel yang didekatnya pun sudah rata dengan tanah, Sopsitel, juga Sheraton sudah tinggal kenangan.. Areal Masjid diperluas sampai kejalan raya yang nantinya akan disediakan monorel untuk menuju Masjid. Saya sangat apresiate dengan langkah pemerintah Saudi ini. Insya Allah di bulan puasa dan dimusim Haji mendatang, saya kira paling cepat tahun depan, kita tak perlu berdesakan untuk sholat di areal Masjid.



Pasar Seng sangat terkenal sebagai arena belanja barang barang murah berupa tasbeh, topi haji, jam, kurma,sajadah, abaya dsbnya. Para pedagang di pasar seng maupun di kaki lima seputaran Haram, memanfaatkan musim umroh maupun musim haji untuk menjual dagangan mereka. Anehnya saya tak menjumpai satupun penduduk Saudi yang berdagang disitu, umunya para pedagang adalah dari luar negeri yang sudah mukim disana, seperti Ethopia, Mesir, Yaman, Bangladesh juga dari Indonesia.



Beberapa kawan sering kecele ketika menanyakan harga barang atau ketika meminta konci kamar hotel. seorang teman yang meminta konci kamar hotel dalam bahasa arab yang terbalik balik, pegawai hotel ini malah bertanya dalam bahasa Indonesia. “kamar nomor 512 ? Tanya pegawai itu..? “naam” jawab teman saya “oh sudah diambil teman kamoe.” Terang si petugas hotel lagi dalam bahasa Indonesia.



Umumnya mereka faham bahasa Indonesia, dan juga sangat suka dengan orang Indonesia karena relatif mudah diatur, royal dalam berbelanja, juga jarang membuat masalah. Berbeda dengan masarakat dari negeri tertentu yang hampir menjadi mayoritas pekerja disana, yang sering kali membuat masalah. Beberapa waktu lalu 5 orang diantaranya di hukum gantung karena memperkosa kemudian membunuh korban yang diperkosanya.



Akan tetapi saya mungkin termasuk yang susah “diatur”. Beberapa tahun lalu saya ribut dan marah dengan polisi Saudi yang bertugas di areal Masjid, kekasaran mereka dalam mengusir orang yang sedang Sholat membuat saya naik pitam. Ketika sajadah saya diambil dengan cara yang menurut saya agak kasar, maka saya membalasnya dengan menarik dari tangan polisi itu dengan menghentak sajadah dari tangannya,



Merasa sebagai orang Saudi. Polisi itu tak senang hati saya pun balas berhadapan dan saling menunjuk,. Kami bicara dalam bahasa yang sama sama tidak kita fahami, buat saya yang penting dia tahu saya marah, dia mau mengerti atau tidak udah gak urusan. Seketika itu pula seorang komandannya menghampiri sambil menyabarkan dan berkata “ sobri sobri ya haj” (sabar sabar ya haji.) Saya masih tak senang hati dan menunjuk nunjuk muka polisi tadi itu, komandannya itu bertanya pada saya “dari mana kamu, ? “sayapun menjawab dengan nada tinggi. “ Indonesia !!!”, Sebagai orang Indonesia sering kali kita pasang kuda kuda lebih dulu kepada orang lain, karena terlalu sering Indonesia dianggap negeri terbelakang atau diremehkan, baik di Jepang maupun Amerika bahkan Malaysiapun ikut2an bersikap seperti itu. Dan Komandannya itu berkata sambil tersenyum. “La, la, Anta mus min Indonesia ” (tidak, tidak, kamu bukan Indonesia) saya tak faham lagi pembicaraan komandan polisi setelahnya. Namun teman saya yang faham bahasa Arab mengartikan “kamu bukan Indonesia, gak ada orang Indonesia pemarah seperti kamu..” kata sang komandan, Saya gak jadi marah tapi ketawa sendiri akhirnya.



Dan memang sering kali kita salah faham dengan polisi disana karena tempat yang penuh sering kali kita sholat di jalan yang menghalangi jalan masuk ke Masjid.

Cara mereka memang menurut kita disini agak kasar, tapi teman saya menjelaskan kalau polisi disini bekerja seperti cara polisi di Indonesia akan seperti apa kejadiannya. Ada jutaan orang dan umunya tak bisa diatur, “Badu’ badu’ itu harus dihadapi dengan cara Badu’ pula’” kata teman saya dan saya cuma diam merasa saya juga seperti Badu’i akhirnya. :-):-)



Para pedagang kaki lima terkadang bukan hanya dari Asia maupun Afrika tapi juga dari Eropa Timur, atau Palestine, Seorang teman beberapa tahun lalu bersama sama dalam satu rombongan. Saya heran kenapa dia rajin bulak balik ke pedagang kaki lima dibelakang Dar El tauhid Intercon, ketika sekali waktu saya mengikutinya. Ternyata…..?? ??? Pedagangnya itu..... Masya Allah berhitung mancung bermata biru berkulit putih kemerah merahan, super super cantikkkk. Pantassssss dia rajin bulak balik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar