Rabu, 19 November 2008

IR Iswan Hasan Bobsaid (Abu Amar) Alias Ajee Gile.

Ir Iswan Hasan Bobsaid (Abu Amar) alias Ajee Gile..

"Ya Jamaah hari ini adalah hari terakhir ana hadir di room mulai besok selama satu bulan penuh ana off" kalimat itu terlontar dari seorang ber ID Ajee Gile dan saya sangat amat tidak meyakininya bahwa Ajee Gile alias Iswan Bobsaid akan berhenti bicara di room karena besok akan mulai Ramadhan. Saya menduga itu hanya lontaran spontan yang tidak akan dilaksanakan dengan kosisten. Namun dugaan saya salah, karena sosok Ajee Gile alias Iswan Bobsaid dengan mulutnya yang seringkali semberono ternyata bersikap istiqomah.

Ajee melewati ramadhan dengan meninggalkan kebiasaan yang setiap hari dilakoninya yaitu bercengkrama di room baik diskusi agama maupun mengolok ngolok siapapun yang ingin dioloknya.
Ramadhan adalan bulan yang mulia dan Ajee memuliakannya dengan hanya "berdialog" pada Tuhannya.

Ajee Gile nama Idnya, sosok yang kontroversial, memiliki pemahaman agama dengan berbagai referensi yang luas disertai kemampuan retorika dengan aksentuasi suara yang khas.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Kusumah ini terlahir ditahun 1965 di Surabaya. meninggalkan Indonesia di tahun 1990 menuju New Zealand. Setelah bermukim 3 tahun lebih dinegeri yang berdekatan dengan kutub Selatan, Ia kembali ke Surabaya dan menikah dengan seorang wanita bernama Huda Alhibshy 14 tahun lalu. anak dari pasangan Abduraman Hibshy dan Tin Alamudi. Lalu memulai hidupnya menjadi warga Australia dan sampai saat ini bermukim di Melborne.

Ayah tiga anak ini, Amer, Amani dan Inayah. Selalu tampil atraktif, tak ada hari tanpa canda yang terkadang membuat merinding orang yang mendengarnya, kadang membuat menangis wanita yang di godanya. Namun dilain waktu dengan serius pula Abu Amar (Iswan Bobsaid) menerangkan berbagai pendapat ulama tersohor mengenai satu masalah agama dari mulai Shaikh Saltut, Ibnu Taimiyah, sampai pada Yusuf Qordawi. Kegemarannya membaca buku dan kapasitas memorinya yang luar biasa memberikan kemampuan untuk menerangkan satu masalah dengan jelas dan terang benderang.

Bila banyak orang menerima warisan harta sepeninggalan orang tuanya maka Abu Amar (Ajee Gile) ini mendapatkan puluhan kitab. Dalam berbagai diskusi terlihat jelas bahwa kitab kitab itu dibacanya. Menunjukkan kelasnya sebagai intelektual. Akan tetapi disisi lain dengan tiba-tiba lontaran pernyataannya melenceng jauh dari mengutip pendapat ulama, beralih dengan mengarang sebuah cerita lucu yang berisi ledekan salah seorang di room yang membuat banyak orang terperajat dan tertawa. Karena dari masalah yg sangat serius tiba-tiba berbalik berbicara masalah daster dan body perempuan.

Abu Amar (Iswan Bobsaid) adalah cucu Ami Ali Bobsaid seorang tokoh Jamaah di jawa Timur yang bekedudukan sebagai kapten Arab dimasanya, ada darah ketokohan dalam dirinya, menjadi tak heran bila sosoknya memiliki karakter kewibawaan. Sosok berbadan gempal dengan rambut ikal dan bermuka lebar ini menyukai Tshert dan Jeans dalam berpakaian. Dibalik penampilannya yang nyantai itu terdapat ketajamannya dalam berfikir.

Ajee Gile idiomnya, memang sesuai dengan karakternya yang akan membuat orang merasa heran mendengar gaya bicaranya yang keras tanpa eufemisme. Tak ada penghalusan kata semua dinyatakan dengan langsung tanpa tedeng aling aling, ketersinggungan bukanlah bagian dari dirinya demikian pula sebaliknya tak ada kesan empati dari dirinya dalam menyatakan sesuatu.

Namun dibalik image kontroversial yang dibangun pada dirinya, tak banyak yang tahu bahwa Iswan Bobsad alias Ajee Gile memiliki empati yang luar biasa terhadap nasib orang lain yang kurang beruntung, tangannya selalu terlepas. Dia memperhatikan orang orang yang dikenalnya lama dan dengan tanpa banyak bertanya dia mengirimkan kiriman untuk orang orang yang sedang kesulitan. Seorang wanita setengah baya yang memelihara beberapa anak yatim tak luput dari uluran tangannya.

Bravo Ajee. Hidup memang tidak harus lurus apa lagi "menuhankan" image dimata manusia, biarkan hanya Allah yang tau apa dan bagaimana kita sebenarnya.

Selasa, 11 November 2008

Sara jaiz (Bunda)

Sebuah room di yahoo messenger telah membangun pertemanan, keakraban dan solidaritas. Sebuah ruang confrence yang hanya diisi dengan suara telah memberi ruang interaksi yang intensif yang melahirkan hubungan kekerabatan.
Berbagai macam karakter berada didalamnya dari penda'wah sampai pembanyol, dari pendebat sampai yang hanya masuk untuk mendengar. Dari "pendongeng berita" sampai pencari jodoh. Dunia maya memberi ruang untuk setiap orang beraktualisasi tanpa harus bersiap dengan penampilan fisik.

Diantara berbagai karakter didalamnya terdapat sosok unik, seorang ibu bernama Sara Jaiz lebih dikenal dengan sebutan Bunda. Ibu yang telah memiliki cucu ini tinggal di Belanda, menggemari warna merah, dari ruang depan sampai ruang tamu rumahnya dicat dengan warna merah, dengan lampu lampu yang juga dilapisi kain berwarna merah. Seorang ibu yang apik tidak hanya apik pada dirinya tapi juga kebersihan rumahnya, sebuah bangku leter L berwarna coklat susu mengisi ruang dalam untuk tamu yang datang dan terdapat puluhan bantal kecil yang menghiasi keberadaan ruang tamu tersebut.

Satu lemari khusus disediakan untuk berbagai asesoris, mulai kalung, gelang hingga tas berbagai macam model tersimpan rapih, satu lemari lainnya tersusun berbagai sepatu dan sandal. Bunda (Sara Jaiz) yang sering menyatakan dirinya perempuan berkonde dan berkain wiron, seperti yang sering selalu dikatakannya sebagai simbol perumpaan wanita jaman dulu, menurut berbagai info sangat jauh berbeda dengan aselinya bunda selalu tampil aksi dan fashionable.

Kehadirannya di room selalu ditunggu oleh banyak orang, baik lelaki dan perempuan, tutur katanya yang mengalir dengan lancar sering kali pula tidak memperdulikan titik maupun koma merupakan ciri khasnya. Dia memiliki kemampuan untuk memberi warna lain diantara debat kaum lelaki yang kadang tak berujung pangkal, ditengah perdebatan serius berbagai macam topik tak jarang bunda mengomel tentang Valerio (cucunya) yang sedang menarik narik kabel komputer dengan marah karena sang nenek sedang asik bercengkrama di room. Menimbulkan senyum bagi yang mendengar dan membayangkan keriuhan yang terjadi disebuah rumah diseberang lautan sana.

Perempuan asal solo ini memiliki keberanian luar biasa, dia hidup mandiri di negeri Keju dan selalunya siap menghadapi tantangan apapun bentuknya. Namun didalam keberaniannya sebagai perempuan mandiri dia juga sangat takut dengan setan yang membuat dia takut tidur sendiri bila rumahnya sedang tak ada orang lain.

Bunda Nandaku IDnya, selalunya mengasosiasikan dirinya sebagai wanita tua, selalunya memberi nasehat sekaligus juga gemar bercanda dan semua orang digodanya. Namun demikian semua orang menghormatinya, ditengah keceriaan dan candanya terdapat ketulusan suaranya.

Setiap bunda hadir maka selalunya dia menyanyi, suaranya memang merdu terkadang lirih, dan hampir semua lagu yang dinyanyikan adalah lagu lama dari ingatan semasa di Solo ketika radio ABC milik PC Al irsyad Solo masih berjaya.

Kini kurasa semua kau lupakan sudah
hatimu tergoda akan harta dan permata
bukahkah semua itu hiasan belaka
hidup bahagia bukanlah karena benda.
hidup penuh kasih sayang itulah milikku
jadikan benda berharga disepanjang masa bukankah tujuan kita.


Satu syair yang sering dibawakan bunda terkadang memecah kesunyian room dimana semua orang terdiam dan menikmati suaranya.

Teruslah mengoceh dan bernyanyi bunda, karena dunia butuh orang seperti bunda.

Senin, 01 September 2008

Geis Chalifah Membedakan Lawan Dengan Musuh Oleh Anies Baswedan.


Kata pengantar Buku Esai Esai Perubahan Budaya Arab.
Oleh DR Anies Baswedan

Geis Chalifah sedang membuka diri dan berkontemplasi tentang perubahan sosial dan budaya komunitasnya. Begitu kesan saya begitu selesai membaca manuskrip kumpulan essai karya Geis ini. Ketika Geis bercerita tentang rumah-rumah di masa lalu, ada nuansa nostalgik disana. Di dalam essai-essai ini terlihat jelas observasinya tentang transisi budaya dan sosial. Sesekali terasa penolakan terhadap perubahan; terutama saat perubahan itu disejajarkan dengan degradasi. Padahal kita tahu bahwa komunitas dan budaya itu memang pada dasarnya dinamis. Sebagian lagi diwarnai –semacam- kegerutuan dan kegemasan, terlebih ketika Geis memaparkan kemandegan pandangan kultural. Tapi, pada prinsipnya, terlihat jelas kuatnya pengaruh dan aroma nuansa pribadi Geis dalam kumpulan essai ini.

Pengetahuan, pengalaman dan persentuhan Geis dengan komunitas keturunan Arab –khususnya di Jakarta- tentu saja bersifat pribadi dan spesifik. Dan melalui kumpulan essai ini Geis memilih untuk membaginya dengan publik. Bagi pembaca yang memiliki pengalaman dan persentuhan yang mirip dengan Geis, maka kumpulan essai ini bisa menjadi reflektif sifatnya. Sebaliknya, essai ini bisa informatif –atau justru malah terasa asing- bagi pembaca yang tidak memiliki latar belakang dan konteks pengetahuan tentang masyarakat keturunan Arab.

Bagi saya sendiri yang tidak tumbuh di tengah-tengah masyarakat keturunan Arab, sebagian dari fenomena yang diilustrasikan dalam essai-essai ini terasa asing tetapi informatif. Karena itu saya memandang kumpulan essai ini merupakan keberanian Geis untuk membagi pengalaman, pengetahuan dan observasi walau sebagian berada di wilayah private.

Keberanian untuk berbagi pandangan pribadi dan kemampuan mengisolasi konflik pemikiran dari konflik pribadi mungkin memang merupakan ciri Geis. Karena itu ketika saya diminta menuliskan kata pengantar, saya merasa kumpulan essai ini tidak perlu muqaddimah, kumpulan essai ini adalah deretan narasi yang bisa berdiri sendiri. Lalu mengapa saya menuliskan kata pengantar ini? Menurut saya, essai-essai disini merupakan ungkapan perasaan dan pemikiran penulisnya yang perlu dilihat dalam konteks kemampuan mengelola perbedaan, apalagi sebagian dari essai-nya diiringi dengan gelontoran kritik. Jadi bukan isi essai-essai itu yang perlu muqaddimah tetapi keberanian untuk mengartikulasikan pengalaman pribadi dan observasi dari Geis itulah yang perlu dijelaskan serta diberi konteks melalui kata pengantar ini.

Saya kenal nama Geis Chalifah ketika saya sedang kuliah pasca sarjana di Amerika Serikat. Suatu saat ada perdebatan sengit di milis antara Geis Chalifah dengan Hamid Basyaib. Perdebatan itu terdokumentasi rapi oleh Hamid, di milis Kahmi-Pro yang dikelola oleh Ichsan Loulembah.

Dalam polemik itu Hamid Basyaib secara konfrontatif dan terang-terangan menyebutkan Geis sebagai contoh manusia inkonsisten. Dan, dengan gayanya yang khas, Hamid menebarkan kesan betapa konyolnya argumen Geis. Dalam salah satu tulisannya, sebagai contoh, Hamid menulis, ”Berbeda dari kelaziman (artinya: orang biasanya bereaksi keras terhadap kesalahan), Geis meraung-raung justru terhadap kebenaran.” Tulisan tulisan Hamid terhadap Geis itu terasa seperti tonjokan yang menyakitkan. Dan, balasan dari Geis terhadap Hamid juga tak kalah keras. Bila keduanya sudah bertempur argumen di milis, maka ratusan peserta milis itu serasa menahan nafas, menyaksikan baku tinju argumentasi mereka berdua. Mungkin sebagian merasa ngilu saat membaca argumentasi yang dikemas dengan kata-kata tajam dan menyengat. Milis terasa sepi, warganya tiarap kolektif menghindari peluru nyasar dari mereka berdua.

Hamid Basyaib adalah tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL). Pemikirannya liberal dan diartikulasikan secara lugas. Latar belakangnya di dunia jurnalistik membuat Hamid memiliki credential solid dalam soal tulis menulis. Tulisannya analitis dan tajam. Geis Chalifah adalah tokoh pemuda Al-Irsyad dan aktif sebagai Direktur Yayasan Rahmatan Lil Alamin. setelah sebelumnya aktif di HMI dan ketua Unit Kerohanian Mahasiswa Islam Jayabaya. Geis adalah seorang aktivis tulen. Ghirah perjuangan Islamnya terasa kuat dan artikulatif.

Hamid dan Geis memiliki alur pemikiran yang bersebrangan dan berbenturan. Melihat latar belakang dan garis gagasannya maka bukan hal yang aneh kalau mereka berdua sering bertumbukan dan baku serang argumentasi. Dan sudah lama mereka sering saling sengat.

Bila Hamid mengkritik Geis di depan milis, maka Geis-pun bisa menyerang dengan sengatan yang tajam. Misalnya, suatu ketika Faizal Motik baru saja berkenalan dan ngobrol dengan Hamid Basyaib. Dia lalu ketemu Geis dan menceritakan bahwa Hamid itu ternyata pribadi yang menyenangkan. Mendengar cerita itu Geis lalu berkomentar, ”yang namanya setan itu ya memang selalu menyenangkan.” Singkat dan keras. Bukan hanya itu, Geis kemudian menceritakan sendiri komentarnya ini pada Hamid. Dia tidak hanya membicarakan Hamid ”dari belakang” tapi dia sampaikan terus terang pada Hamid.

Menurut pandangan umum dan awam mereka berdua adalah musuh bebuyutan. Sewajarnya bila mereka berdua tidak bisa duduk semeja. Kebiasaan yang biasa dipraktekkan bila ada dua individu berseberangan semacam ini adalah keduanya saling tebar fitnah. Tapi inilah uniknya. Dalam keseharian yang senyatanya, Geis dan Hamid tidak bermusuhan. Ya, mereka memang berlawanan tapi mereka tidak bermusuhan. Geis melawan Hamid tapi Hamid bukan musuh Geis. Sebagai pribadi, tali silaturahmi mereka tidak putus. Sehingga dalam kesehariannya mereka sering pergi bersama, makan dan ngobrol bersama, atau mereka saling jemput untuk pergi ke pertemuan yang sama. Mereka bisa duduk berdua seperti tidak pernah baku hantam argumentasi. Dan itu bukan berarti Geis dan Hamid telah berdamai dalam urusan pendapat dan gagasan. Sampai sekarangpun mereka masih konsisten untuk saling sengat dan baku hantam argumentasi.

Bagi kebanyakan umat Islam dan umumnya masyarakat di Indonesia, fenomena macam ini adalah fenomena yang jarang ada. Umumnya perbedaan itu diasosiasikan dengan permusuhan. Permusuhan lalu dibesarkan, disuburkan dan dilanggengkan dengan mengubur fakta dan membangun fitnah. Lawan hampir selalu dianggap musuh. Geis dan Hamid membuktikan bahwa lawan bisa tetap teman dan tidak harus jadi musuh.

Dalam konteks untuk membangun kemampuan dan kemauan berbeda pendapat secara dewasa maka kumpulan essai karya Geis ini perlu dipahami. Sebagian dari essai di buku ini mungkin akan menimbulkan perdebatan. Sebagian analisa dalam esai-esai ini terasa simplistik dan tidak tuntas. Saya sendiri tidak selalu setuju dengan analisa dan deskripsi yang ditulis oleh Geis di buku ini. Tetapi karena buku ini adalah kumpulan essai ekspresi pribadi, bukan buku analisa transformasi sosial yang dibedah secara teoretis dari perspektif sosiologis dan antropologis, maka essai-essai Geis ini terbebas dari tuntutan agar tampil teoretis, komprehensif, analitis dan mendalam. Buku ini adalah kumpulan essai pribadi yang secara ringan dan santai membawa pembacanya untuk reflektif.

Meski begitu bila ada yang akan memperdebatkan maka biarlah perdebatan itu muncul. Hangatnya perdebatan sering bisa mencerdaskan asal diiringi dengan kemauan dan kemampuan untuk mengelola perbedaan pandangan. Dalam konteks kemampuan mengelola perbedaan inilah kita bisa menghargai langkah Geis Chalifah untuk menceritakan observasinya, pengalamannya dan pandangannya melalui kumpulan essai. Mudah-mudahan, kumpulan essai ini bisa merangsang observasi lain dan perdebatan baru yang menarik dan mencerdaskan. Selamat membaca

http://kolomkalam.kerincikab.go.id/read/kolom/144/membedakan.lawan.dengan.musuh.html

Sabtu, 23 Agustus 2008

Sebuah Majlas di Yahoo Messenger

Sebuah Majlas di Yahoo Messenger

Beberapa minggu ini hampir setiap hari saya terlibat diskusi dengan banyak orang, mayoritas pesertanya adalah jamaah yang umumnya dari Jawa Timur. Dan hampir mayoritasnya pula saya tak pernah mengenal nama maupun wajah. Bahkan tak punya kaitan masa lalu baik dalam pertemanan maupun kekerabatan. Hanya sebuah kebetulan yang tak disengaja yang kemudian berlanjut menjadi "Majlas" jamaah dalam ruang berlatar tekhnologi.
Masing masingnya tak perlu keluar rumah, tak perlu ada tuan rumah yang yang harus menyajikan kopi, teh maupun makanan kecil lainnya. Karena semua bermajlas dari rumahnya masing masing yang bertemu melalui ID atau alamat email yang berserver Yahoo.

Ada banyak hal positif karena "Majlas" ini berbasis tekhnologi internet yang biayanya relatif murah dibanding berhubungan melalui telepon yang pesertanyapun sangat terbatas, majlas ini bisa mengikutsertakan lebih dari 10 orang bahkan bisa jauh diatasnya.
Pesertanya dari berbagai kota kota didunia ada yang di Amsterdam, Newyork, Sidney, Riyadh, Tokyo dan dari berbagai belahan didunia lainnya.

Banyak hal didiskusikan dalam Majlas ini, dari ekonomi, politik, sejarah, dan tentu saja agama, perkembangan Al Irsyadpun menjadi topik yang cukup mendominasi isue isue aktual dalam pertemuan yaang hanya mengandalkan kejernihan suara melalui head set komputer.

Tekhnologi telah mempersempit jarak komunikasi dalam arti sebenarnya, tak lagi dipisahkan batas batas geografis, dan kedekatan tak lagi dibangun melalui pertemuan phisik.

Dari majlas ini terkesan bahwa sebagian besar para jamaah itu telah menjadi masyarakat Internasional dalam arti tak lagi memikirkan untuk tinggal atau balik kembali untuk menetap di tanah Air. Kesan puas pada pekerjaan dan penggahargaan pada kemanusiaan masing masing individu dalam menjalani kehidupan, terutama yang menetap dari negara Australi, Amerika dan beberapa negara Eropa pada umumnya, yang seringkali kita persempit dengan satu kata " Barat" sangat nampak dan terekspresi dalam bercerita tentang kota dan pekerjaannya. Pepatah yang menyatakan walau hujan emas dinegeri orang dan hujan batu dinegeri sendiri tetap lebih enak tingal dinegeri sendiri. Menjadi pepatah kuno yang tak lagi memiliki kekuatan empiris hanya slogan kosong yang tak banyak memiliki arti.

Sebuah room di Yahoo messenger telah menutup sebuah kekosongan budaya, kebiasaan bermajlas yang telah berurat berakar dalam kultrur jamaah bisa tetap berlangsung melalui tekhnologi ini. Walaupun tidak lagi bertempat tinggal dalam satu wilayah.

Saya tak tahu masing masing dari anggota majlas itu sekolah dimana dan bergelar apa, namun dalam berbagai diskusi yang saya ikuti. Sebagian besar memiliki ketajaman intelektual dan memiliki banyak referensi, berbeda dalam berbagai majlas jamaah pada umumnya yang biasanya memiliki penyakit kronis berupa "ASMA" (Asal Mangap). Dalam room ini harus ekstra hati hati karena sedikit saja salah dalam memberi argument, maka argumentasi yang jauh lebih kuat akan segera muncul mematahkan argumentasi lainnya yang lemah yang tanpa memiliki kekuatan referensi. Karena tanpa memerlukan adanya kehadiran secara fisik maka ungkapan ungkapan seringkali bersifat lugas. Dikarenakan kita tak pernah tahu ekspresi lawan bicara apakah merah padam atau wajar wajar saja.

Ada satu kelemahan dari "majlas" yang berpola seperti ini, sebahagian kecil tidak memiliki "kejujuran" untuk tampil dengan apa adanya dalam arti memberi identitas diri yang jelas. Kesan Yahoo adalah tempat berharat marat seolah menjadi pembenaran untuk "mengelabui" orang lain agar tak tahu siapa dia sebenarnya kecuali sepotong alamat ID yang tak bersangkut paut dengan identitas yang genuin dan namapun seringkali diganti dengan nama lain yang bukan nama sebenarnya

Saya memiliki kebiasaan dalam setiap diskusi dalam berbagai milis yang saya ikuti, tak mau melayani bantahan seseorang yang hanya menyertakan alamat email yang seringkali bukan namanya, demikian pula dalam menjawab PM yang datang ke ID saya. Selalunya terlebih dahulu meminta pengirim PM untuk memberi idetitas yang jelas.
Karena dimanapun kita berada baik di alam maya maupun dialam nyata, kejujuran adalah hal yang utama terlebih identitas diri kita sendiri. Karena hidup dalam ruang gelap yang menjadi abu-abu bagi orang lain tidaklah menyenangkan. Terutama untuk saya pribadi.

Kamis, 24 Juli 2008

Sang Maestro Hadi Mahdami

Kita merasa memiliki sesuatu setelah kita kehilangan sesuatu itu.
kalimat diatas sangat mengena untuk berbagai hal dalam kehidupan dunia ini, seringkali kita menggampangkan segala sesuatu yang dekat dengan kita atau yang kita miliki. Sesuatu itu baru kita rindukan keberadaannya bila kita sudah kehilangannya.

Sebahagian besar jamaah menyukai samar atau pesta dan sebuah pesta akan bertambah kemeriahannya bila datang seorang seniman tua berumur 80 tahunan. Namun masih gagah, masih pandai memetik gitar dengan tarikan suara yang khas menyanyikan lagu bernada riang berupa pantun jenaka atau bernuansa nasehat.

Seniman itu bernama Hadi Mahdami, saya mengenalnya dengan baik dan relatif sering bertemu, dalam pesta pernikahan ataupun kalau saya sedang mampir ke jalan Wedana (Kampung Melayu) untuk silaturahmi, terkadang ikut menemani bermain gaple bersama jamaah lainnya.

Ami Hadi sangat bersahaja, baik penampilan maupun tutur katanya, keberadaannya menggembirakan setiap orang, baik ketika bermain musik ataupun sekedar berbincang bincang Ami Hadipun sangat suka bercanda. Hampir seluruh Jamaah terutama jamaah Betawi baik muda maupun tua mengenal siapa Hadi Mahdami. Lagu lagunya sangat familiar melintasi berbagai generasi.

Di sekitar tahun 2000 an, Hadi Mahdami merilis kembali album lamanya dan hebatnya album itu dikeluarkan disaat usianya mencapai 86 tahun, suaranya masih merdu dan petikan gitarnyapun masih solid. kaset itu tak begitu banyak hanya sekitar dua ribuan dan dalam waktu singkat kaset itupun habis terjual.

Setiap orang yang membeli selalunya komplain bukan karena albumnya yang tidak bagus namun satu lagu yang sudah menjadi trade marknya ami Hadi tak ada dalam kaset itu, Suami Durhaka. entah kenapa tak masuk dalam album yang direlease ulang disaat usianya 86 tahun.

Ketika vokalis vokalis muda bermunculan Hadi Mahdami tak kehilangan getarannya, dia tidak merasa tersaingi karena memang tak bisa tersaingi oleh siapapun.

Tahun 2004 sang maestro Hadi Mahdami meninggal dunia dirumahnya yang sederhana dibilangan Jalan Wedana Kampung Melayu. Dalam upacara pemakaman yang sederhana ketika jasadnya memasuki liang lahat, dalam hati saya berucap "selamat jalan ami Hadi, selamat jalan orang tua yang baik hati, tanah ini akan menguburkan jasad tapi tidak karya ami' Hadi."


Kini ketika lagu lagu melayu amburadul menyeruak diberbagai radio maupun televisi.
saya lebih suka mendengar lagu-lagu Hadi Mahdami di mobil ketika kemacetan selalu menjadi musuh waktu kita di setiap hari kerja.

lupakanlah dunia dan tenangkanlah jiwa..
jangan muram durja...jangan kau sia sia..
menghabiskan usia yang masih muda belia..
jangan habiskan usia kerna asmara,,,
atau biarkan dirimu dimabuk cinta....
jika air mata untuk kekasih saja...
senyum yang menawan untuk siapa...
untuk aku itu pasti kerlingan mata yang penuh arti..
untuk aku itu pasti kerlingan mata yang penuh arti..

(Hadi Mahdami)

Senin, 14 Juli 2008

Ahmadiyah,Habib, Betawi, KH Abdullah Syafii, Ect,Ect.

Allah hu Akbar Allah hu Akbar Allah Allah hu Akbar...
Kalam suci menentukan ku tuk berjuang..
hidup serentak untuk membela kebenaran..
untuk negara bangsa dan kemakmuran.. hukum Allah tegakkan..
Allah Hu Akbar Allah Hu Akbar Allah Allah Hu Akbar..

putera puteri islam harapan agama...
majulah serentak gemgamkan persatuan... kalam Tuhan..
mari kita memuji mari kita memuja..
peganglah persatuan..kalam Tuhan..

Pemuda pemudi islam bangunlah panggilan jihad rampungkan..
wasiat Muhammad peganglah... harta dan jiwa serahkan...
binalah persatuan.. sirnakan perpecahan.. .persatuan ..kalam tuhan
pertikaian menguntungkan musuh tuhan ..
hanya iman tauhid dapat menyatukan.. .
panggilan jihad tirukan ...

ulama pemimpin islam dengarlah... demi agama sadarlah..
hentikan pertikaian.. ciptakan perdamaian.. .
tuntutan agama menjadi tujuan....
panggilan jihad tirukan... panggilan jihad tirukan...

Panggilan Jihad. Radio Assyafiiyah


Asww. Pertama tama saya mohon maaf bila terlambat menanggapi dikarenakan waktu yang tak memungkinkan untuk berkomunikasi melalui milis. Namun Doa saya untuk teman teman semua selama di tanah suci tak pernah putus, baik yang saya kenal wajah dan namanya, maupun yang hanya namanya saja.
Dua minggu kemarin hp saya kebanjiran sms mengenai situasi Jakarta dan ada banyak email melalui Japri tentang Habib Rizieq Shihab dan FPI, Ahmadiyah dan banyak hal lainnya. Jangankan untuk menjawab satu persatu bahkan untuk membacanya saja saya lumayan gagap.

Namun demikian saya ingin menanggapi posting Elza, Tulus, dll dimilis kahmi dan teman teman lainnya yang dikirim melalui japri. Salah satunya yang berjudul Apel Akbar Bubar Setelah Diserbu. yang seolah olah dikesankan saya menyetujui tindakan kekerasan oleh FPI.
Jawaban saya mengenai insiden Monas itu singkat saja. Satu satunya kekerasan yang saya sukai adalah; Bila rudal rudal buatan Rakyat Palestina mengenai tentara Israel yang menindas bangsa Palestina. "Kekerasan" semacam itulah yang saya sukai selebihnya saya tidak suka.

Elza, Mas Tulus dan teman lainnya, dari pertama saudara Saidiman memposting ajakan apel akbar memperingati Hari Lahir Pancasila bersama AKKBB. Saya sudah merasakan ada yang tak beres dengan kegiatan itu, bahkan pada hari H nya saya mendapat sms untuk mengikuti kegiatan tersebut dari nomor yang tidak saya kenali, namun dibawahnya tertulis nama Nong. Ketika saya konfirmasi tak ada jawaban dari sipengirim.. .
Saya cuma berfikir bahwa mereka para penyelenggara Apel Akbar 1 Juni tidak memiliki sensitifitas terhadap masyarakat Jakarta ("Betawi"), atau jangan jangan tidak mengerti apa dan bagaimana masyarakat Jakarta ("Betawi") tempat mereka tinggal.

Saya ingin mengurai sedikit saja mengenai masyarakat Jakarta ini. Dulu di Jakarta ada stasiun radio bernama Radio Asyafiiyah di Bali Matraman tepatnya. Setiap pagi menyiarkan da'wah yang di suarakan oleh Almarhum KH Abdullah Syafii, Setiap memulai siaran, radio itu selalu mengumandangkan lagu berjudul Panggilan Jihad yang teksnya saya tuliskan diatas.

Umi (ibu) saya dan ratusan ribu masyarakat lainnya hafal gelombang radio ini, setiap hari bila ada yang meninggal dunia maka radio ini mengumumkan berita orang yang wafat. Walaupun belum ada hp dimasa itu namun kita dapat dengan cepat mengetahui bila ada kerabat yang meninggal melalui radio Assyafiiyah. Dapat dikatakan sang Kiayi bernama Abdullah Syafii adalah tokoh yang mempersatukan masyarakat Islam di Jakarta melalui radio dan ceramah ceramahnya. (walaupun terkadang saya agak pengeng kuping karena ummi saya selalu menyetelnya keras keras agar anak anaknya bangun untuk sholat subuh :-) ;-) )

KH Abdullah Syafii adalah murid dari Habib Ali Alhabsyi seorang habib yang terkenal dijamannya bertempat di kwitang, sampai saat ini Majelis Ta'limnya masih berjalan diteruskan oleh cucunya bernama Habib Abdurahman Alhabsyi.

Ketika kasus Ahmadiyah marak dalam pemberitaan dan pembelaan terhadap metreka pun mengalir dengan deras, sesungguhnya masyarakat berpeci dan berkoko itu sudah sangat muak. Mereka tidak menyukai kekerasan namun juga tak suka Ahmadiyah didiamkan. Sesungguhnya warna masyarakat Jakarta aselinya adalah yang turun di hari senin kemarin. Mereka adalah masyarakat diam, masyarakat yang tergabung di ribuan Majelis Ta'lim yang dikelola oleh Habaib maupun Ustadz ustadz "betawi" yang umumnya memiliki kedekatan emosional dengan para Habaib, karena sebagian besar mereka adalah murid muridnya. baik langsung ataupun tidak langsung.

Habib Abdurahman Assegaf adalah salah satu contoh seorang guru yang memiliki ribuan murid dan murid muridnya itu menghasilkan murid lagi, bisa diperkirakan berapakah muridnya dia, bila dari umur sebelas tahun beliau mengajar sampai akhir hayatnya diumur 90 tahun lebih. Para Habib di masa itu kebanyakan adalah habib yang tawadhu, semua langkahnya hanya berurusan dengan Syiar Islam dan tak terkait dengan politik dalam arti kepentingan pribadi, oleh karenanya mereka sangat di hormati oleh masyarakat "betawi" ini.

Masyarakat diam itu secara ekonomi tersingkirkan, yang mereka miliki tingal satu yaitu keyakinan keagamaan pada Islam, dimana Rasulullah Muhammad SAW adalah pujaan mereka setiap hari yang disenandungkan melalui shalawatan baik beramai ramai maupun ratiban secara personal. Apa yang dilakukan oleh teman teman di Monas itu secara tidak langsuing sebenarnya adalah "menghina" mereka, "menghina" keyakinan mereka pada Rasulnya.

Mereka Islam "kampung" sama seperti saya, kita kita ini cuma lahirnya saja di metropolitan namun pendidikan Islam masyarakat disini adalah Islam tradisional, saya lahir dan besar dalam suasana itu, mohon maaf Lutfi Assauqani yang " Liberal" itu pada dasarnya sama seperti saya sama seperti kaum berpeci dan berkoko yang turun kejalan dihari senin itu, yaitu islam "kampung" Islam tradisional yang pada intinya tak pelik pelik dalam menghayati Tuhan dan keberadaannya. Cuma Lutfi lagi ganti kulit dan saya tak mau ganti kulit saya tetap lebih suka menjadi Islam "kampung" ketimbang beraneh aneh dalam beragama. Walaupun HMI sedikit banyak telah merubah pemikiran maupun pola ibadah ritual islam saya setelah mahasiswa, namun saya tetap menghormati para Habaib masa lalu yang sudah Almarhum, KH Abdullah Syafii dan Habib Habib lainnya yang masih tawadhu yang tak terjebak dalam interes pribadi, dan ribuan muridnya yang telah mensyiarkan Islam dengan tulus dan ikhlas. Bahkan setelah menjadi pengurus Alirsyad pun saya tetap hadir dalam undangan Maulid ataupun Khaul yang di gelar oleh para habaib itu. (maaf bagi yang anti bid'ah buat saya hubungan kemanusiaan jauh lebih penting ketimbang berpegang secara kaku pada mazhab)). Beberapa efek sosial kegiatan maulid ini sudah saya jelaskan dalam posting terdahulu.

Mayoritas masyarakat "Betawi" di Jakarta berfaham Ahlus Sunnah Waljamaah sama persis dengan fahamnya NU, namun bukan Gusdur yang menjadi panutan disini, panutan masyarakat berpeci dan berkoko di Jakarta adalah KH Abdullah Syafii, Habib Abdurahman Assegaf, Habib Umar bin Hud Al Atas (cipayung) yang semuanya sudah Almarhum.
Itu sebabnya Muhamadiyah, Alirsyad, Persis, tidak laku di masyarakat Jakarta ("Betawi") ini.

Ketika permintaan membubarkan Ahmadiyah telah mulai surut dari pemberitaan, kemudian dari beberapa tokohnya saya mendapat berita bahwa mereka "menyerah" karena tahu persis bahwa pemerintah tak akan membubarkan. Terlebih setelah ada berita tentang empat negara mendatangi DEPAG melalui perwakilannya.

Saya agak aneh melihat undangan apel akbar, untuk apa lagi apel akbar diadakan? untuk apa lagi memberi dukungan pada Achmadiyah dengan membawa massa? yang telah jelas sudah "menang" dari sisi opini, terlebih dengan kegigihan Adnan Buyung Nasution dalam membela Achmadiyah.

Maka ketika FPI melakukan penyerbuan saya tidak merasakan kejanggalan karena provokasi itu sudah dibangun dari sebelum sebelumnya. Bahkan jauh hari sebelumnya saya sudah menulis dimilis kahmi dan lainnya dengan judul "Kampanye Memelorotkan Syariah Islam" yang berisi provokasi pada FPI dan lainnya. Bentrokan itu hanya menunggu waktu saja bahklan kalau bukan dengan FPI akan ada kemungkinan dengan Masyarakat "Betawi" Tanah Abang, atau Condet atau jatinegara tergantung siapa yang mampu menggerakkannya.

Lebih jauh lagi saya ingin bertanya benarkah kaum liberal pembela pluralisme itu marah dengan sikap FPI ? Saya katakan sama sekali tidak. Karena itulah yang mereka inginkan, bentrokan itu memang sudah ditunggu tunggu agar kampanye anti Islam syariah semakin mudah, terlebih dengan dukungan media masa yang demikian kuat bahkan pemilahan beritapun dibuat sedemikian rupa. Semua hanya skenario dan korban yang jatuh dianggap adalah resiko yang harus di tanggung, kira kira seperti demo Mahasiswa 66 dan 98 berharap ada mahasiswa yang mati agar gerakan lebih dramatis dan mendapat dukungan luas.


Saya tidak membenarkan tindakan FPI namun tolong dilihat juga bagaimana tingkah para pendukung Achmadiyah itu, setidaknya punyakah mereka sedikit EMPATI terhadap para "Islam Kampung" yang tak sehebat mereka dalam berfikir pluralisme dan tetek bengek lainnya. Punyakah mereka rasa toleran terhadap kejumudan berfikir kita kita ini yang masih kampungan, tradisional, perlu pencerahan,dsb dsb. Adakah orang orang hebat yang elitis yang Doktoral summa cumlaude mengerti masyarakatnya sendiri.???
Semakin "tinggi" seseorang terkadang semakin tak menginjak bumi....

Senin, 07 Juli 2008

Jadi Umat Islam di Marahin Melulu

Ada nabi palsu tapi malah di bela sampai demo ber kali kali bahkan buat iklan di Koran, sementara yang gak suka dengan nabi palsu itu di caci maki habis habisan, gak pluralis, gak toleran, gak pancasilais, fundamentalis, puritan, islam kuno, sok benar sendiri. Anehnya lagi manusia beragama lain diajak ikut ikutan membela Ahmadiyah.
Apa urusannya ?

Ada lembaga yang tak jelas kegunaannya untuk bangsa ini, Menteri terkait bahkan sudah teriak untuk menghentikan aktifitas lembaga itu yang bernama Namru 2, Ketika lembaga yang jelas jelas merugikan bangsa ini terkuak keculasannya, anehnya mereka diam saja, gak ada iklan di koran meminta Namru angkat kaki. Iklannya malah ngurusin/membela Ahmadiyah yang bukan bidang mereka plus caci maki pada MUI.
Ironisnya lagi yang dituduh tidak Pancasilais itu malah paling gencar meminta Namru 2 angkat kaki. Yang pancasilais beneran itu yang mana ?

Curiga pada Yahudi yang mengobrak abrik Palestina di bilang rasis. Lha kalau Yahudi lebih banyak yang baiknya kenapa nasib bangsa Palestina makin sengsara.?
Untuk yang namanya kekayaan tega teganya seluruh mata uang berbagai negara dijatuhkan yang berdampak pada ratusan juta manusia jatuh miskin di banyak negara. Manusia dari mana yang tega berbuat seperti itu ? Anehnya lagi manusia tanpa hati nurani itu di puji habis habisan karena kemampuannya dibidang valas, di kutip pendapatnya, dijadikan tamu istimewa untuk menceramahi pembangunan ekonomi.

Irak tanpa alasan yang jelas di bombardil habis habisan, negara kaya minyak itu sekarang hancur-hancuran di kangkangi Amerika, tapi yang dinilai keji selalu saja umat Islam yang udah miskin kayak gini masih aja dimusuhin melulu, lucunya yang ikutan marah pada umat Islam orang orang Islam juga.

Afghanistan makin gak jelas nasibnya, beberapa bulan sekali selalu saja kita mendengar pemboman tentara Amerika yang mematikan anak anak kecil dan perempuan, alasannya memburu teroris tapi yang pada koit kenapa anak anak dan kaum perempuan?

Banyak hal manyangkut umat yang memang harus terus menerus dikritisi agar lebih baik perilakunya, namun kalau berpegang pada akidah itupun masih disalahkan juga.
Beda beda tipis antara mengkritisi atau membenci ..???

Selasa, 01 Juli 2008

Ustadz TV Rusak

Seorang teman yang gregetan dengan perilaku beberapa Ustadz belakangan ini memberi dua kategori; Ustadz, yang satu dinamakan dengan sebutan "Ustadz TV Rusak." Ustadz TV Rusak itu cuma ada suaranya saja, artinya cuma bisa ceramah, terdengar suaranya dengan jelas tapi gambarnya gak ada, Artinya perilakunya tidak sesuai dengan apa yang di ceramahkan. Cuma ada suaranya saja perilakunya tak kelihatan sebagai Ustadz.



Yang satu lagi diibaratkan Ustadz TV Normal, ada suara dan ada gambarnya. Ustadz macam itu antara perkataan dan perbuatan sesuai, akhlaqnya terlihat baik dalam perilaku sehari hari. Ustadz macam itu mengajak orang pada kebaikan dan perilakunya juga sesuai dengan yang dikatakan atau dengan yang diajarkan. Walhasil Ustadz macam itu bisa menjadi contoh baik perkataan maupun perilakunya.



Saya tidak ingin menyebut nama nama siapa siapa Ustadz TV Rusak itu karena saya yakin teman teman dimilis Al Irsyad mahfum ada dimana mereka. Tapi kalau Ustadz yang seperti TV normal itu ada dimilis ini juga namanya Ustadz Zufar Bawazier perilakunya baik, perkataannya lemah lembut tak pernah berkata yang menyudutkan orang lain kecuali yang benar benar musuh Allah.

Ustadz Abdullah Jaidi ketua Umum PP Alirsyad (Semoga Allah meridhoi dan melapangkan hatinya) Adalah juga seorang Ustadz yang termasuk TV Normal, ketika dimilis Al irsyad banyak kritik ditujukan kepadanya jawabannya singkat dan santun "kita memang harus lebih banyak bekerja untuk memperbaiki kondisi ini." Tak ada kemarahan tak ada sanggahan balik hanya menerima dan berusaha memperbaiki keadaan dengan semampunya dia.



Ada lagi seorang Ustadz bernama Ustadz Husin Bin Hamid Alatas berkali kali di fitnah dengan berbagai macam hal bahkan Ustad TV Rusak pernah membuat selebaran gelap tentang dia, dan jawabannya bukan membalas n cacian namun malah mendoakan para pencacinya "Semoga kita semua diampuni oleh Allah, saya memaafkan setiap perkataan atau fitnah orang lain yang negatif pada saya, karena saya tak mau ber lama lama di padang masyar untuk menghitung dosa orang lain."



Berbeda dengan Ustad TV Rusak selain cuma bisa ceramah selebihnya mengkritik kanan kiri seolah olah agama adalah medan persaingan, kebenaran hanya menjadi miliknya sendiri dan kelompoknya. Ironisnya perilakunya sama sekali tak sesuai dengan perkataannya.



Semoga kita terhindar dari perilaku Ustad TV Rusak yang yang kerjanya selalu memecah belah umat Islam.

Selasa, 24 Juni 2008

Mengisi Warung 7. (Gita Cinta dari SMA )

Saya mendapat album CD Crisye berjudul Trilogi dari 01 s/d 03. Isinya seluruh album Crisye dari Sabda Alam sampai Albumnya tahun 2004 ada disitu. Terdapat puluhan CD didalamnya yang dibuat persis seperti album album lamanya. Tentu saja didalam album Trillogi itu terdapat Album yang berjudul Puspa Indah.
Buat saya kumpulan lagu dialbum Puspa Indah memiliki daya tarik tersendiri karena album itu dibuat tahun1979 ketika kita masih kelas dua SMA.

Puspa Indah di buat untuk menjadi Sound Trakc Film Gita Cinta Dari SMA, sebuah film yang dibintangi oleh Rano Karno dan Yessi Gusman. Di angkat dari Cerita Bersambung di majalah Gadis yang di tulis oleh Edi D Iskandar. Dari sisi penulisan cerber itu biasa saja bahkan terlalu "melankolis" , bukan cerita yang memiliki nilai sastra atau jalinan cerita yang memiliki kekuatan dialog. Bahkan kalau dibandingkan dengan penulis masa itu Marga T (Badai Pasti Berlalu) dan Ashadi Siregar. (Cintaku di kampus Biru, Kugapai Cintamu,dan Terminal Cinta Terakhir) maka novel novel yang di tulis oleh Edi D Iskandar belum sekualitas dua orang yang saya sebutkan diatas.

Akan tetapi Edi D Iskandar memiliki daya tarik tersendiri karena Cerber dan Novel Novelnya lahir di jaman kita dan laris di pasaran pada saat itu. Paling tidak Gita Cinta Dari SMA dan Puspa Indah Taman Hati telah turut mewarnai kehidupan anak SMA di akhir tahun 70an.

Ketika saya membuka isinya satu persatu, maka CD album Puspa Indah yang saya pilih lebih dahulu walaupun saya tahu bahwa penggarapan Musik di Album Sabda Alam dan Badai Pasti Berlalu jauh lebih bagus.

Ada rekaman jejak sejarah di album itu, yang coba saya tarik kembali untuk hadir dalam perjalanan saya dari tempat mendapat album itu menuju kantor.

Saya tidak terlalu ingat dengan siapa saja saya menonton film Gita Cinta Dari SMA sepulang dari sekolah. kalau gak salah hari sabtu, kita nonton ramai ramai dan yang mengajak saya untuk ikut nonton namanya Heni anak Ipa/ips yang rumahnya di Cijantung.

Filmnya main jam dua siang di bioskop President, film ini begitu larisnya hingga beberapa anak dari sekolah lain meniru tokoh di film itu, (kesekolah dengan naik sepeda.)

Galih dan Ratna adalah tokoh fiksi yang di ceritakan memiliki hubungan asmara namun mendapat tantangan dari orang tua Ratna (Yessi Gusman), ada kesedihan di ending cerita dalam film itu ketika Galih mengejar Ratna di stasiun dan kereta sudah melaju menuju Jogja.

Ketika bubaran saya tak bersikap apapun dan lebih memilih diam ketika sejumlah teman laki lainnya meledek teman perempuan disebabkan matanya yang memerah.
Ketika meloncat ke Bis untuk pulang saya cuma mengucapkan terimakasih pada Heni yang sudah mengajak saya gabung untuk melihat film itu. Dan dia masih sibuk memainkan sapu tangannya yang agak sedikit basah.

Rekaman sejarah menarik jarak puluhan tahun itu untuk hadir kembali dalam bayangan dan menarik sejumlah rangkaian lainnya yang lepas-lepas, akan tetapi tak membuat kehilangan substansi. Rangkain rangkaian itu menjelma menjadi satu pijakan bahwa kehidupan berjalan dengan alamnya sendiri sendiri tapi tak terlepas dari satu kesatuan utuh. Setiap teman disini memiliki memori sendiri tentang masa itu, dan perjalanan setelahnya menjadikan kita dalam posisi seperti saat ini. Baik dengan keterpaksaan atau memang yang di cita citakan.

Akan tetapi apapun posisi kita sekarang ini paling tidak kita memiliki sejarah yang penuh warna, warna itu selalu cerah secerah langit di SMA 7. karena selalunya ada senyum hangat dari teman teman yang tak pernah melupakan apa yang dinamakan sahabat.

Mekar bersemi untaian kasih... jumpa cinta pertama...
telah tertanam rindu dendam...semakin dalam semakin kelam..
indah cinta berakhir duka...mengalun sunyi di buai mimpi...
masa remaja punahlah sudah..menjauh dari angan merapuh...
kini kucari celah bahagia....
(Gita Cinta, Guruh Soekarno)

Sabtu, 21 Juni 2008

Sogo Jongkok Di Seputaran Mekkah

Sogo Jongkok di Seputaran Mekah.



Di Daerah Tanah Abang setiap hari Minggu di pinggiran jalan depan pasar Tanah Abang banyak pedagang kaki lima yang khusus berjualan disana di setiap hari minggu, dari mulai barang rumah tangga sampai mainan anak-anak.



Saya gak tahu kegiatan ini masih berlangsung atau tidak akan tetapi pasar ini sempat dinamakan Sogo Jongkok dan cukup familiar dikalangan ibu rumah tangga.



Kegiatan pasar seperti itu tidak hanya ada di Tanah Abang tapi juga di seputaran Mekkah terutama dijalan menuju Masjid disamping Hotel Hilton.

Asyiknya berbelanja disini bukanlah barang barangnya namun para penjualnya. Ketika seorang teman bertanya harga barang dalam bahasa Arab, “kam haza.?” Maka pedagang itu menjawab “ Sepoloh real “ kata pedagang itu , “ini bagous” tambah pedagang itu lagi.

Hampir tak ada pedagang di seputaran mekkah baik yang di jalan maupun di toko yang tidak faham bahasa Indonesia khususnya dalam hal harga barang.



Beberapa tahun lalu terdapat pasar yang sangat terkenal di Mekkah dinamakan Pasar Seng, saking familiarnya beberapa penduduk Mekkah juga mengganti nama pasar itu dengan sebutan Pasar Seng mengikuti dengan sebutan masyarakat Indonesia. Pasar itu saat ini sudah dibongkar untuk dijadikan perluasan halaman Masjid, bukan hanya pasar yang dibongkar, namun hotel hotel yang didekatnya pun sudah rata dengan tanah, Sopsitel, juga Sheraton sudah tinggal kenangan.. Areal Masjid diperluas sampai kejalan raya yang nantinya akan disediakan monorel untuk menuju Masjid. Saya sangat apresiate dengan langkah pemerintah Saudi ini. Insya Allah di bulan puasa dan dimusim Haji mendatang, saya kira paling cepat tahun depan, kita tak perlu berdesakan untuk sholat di areal Masjid.



Pasar Seng sangat terkenal sebagai arena belanja barang barang murah berupa tasbeh, topi haji, jam, kurma,sajadah, abaya dsbnya. Para pedagang di pasar seng maupun di kaki lima seputaran Haram, memanfaatkan musim umroh maupun musim haji untuk menjual dagangan mereka. Anehnya saya tak menjumpai satupun penduduk Saudi yang berdagang disitu, umunya para pedagang adalah dari luar negeri yang sudah mukim disana, seperti Ethopia, Mesir, Yaman, Bangladesh juga dari Indonesia.



Beberapa kawan sering kecele ketika menanyakan harga barang atau ketika meminta konci kamar hotel. seorang teman yang meminta konci kamar hotel dalam bahasa arab yang terbalik balik, pegawai hotel ini malah bertanya dalam bahasa Indonesia. “kamar nomor 512 ? Tanya pegawai itu..? “naam” jawab teman saya “oh sudah diambil teman kamoe.” Terang si petugas hotel lagi dalam bahasa Indonesia.



Umumnya mereka faham bahasa Indonesia, dan juga sangat suka dengan orang Indonesia karena relatif mudah diatur, royal dalam berbelanja, juga jarang membuat masalah. Berbeda dengan masarakat dari negeri tertentu yang hampir menjadi mayoritas pekerja disana, yang sering kali membuat masalah. Beberapa waktu lalu 5 orang diantaranya di hukum gantung karena memperkosa kemudian membunuh korban yang diperkosanya.



Akan tetapi saya mungkin termasuk yang susah “diatur”. Beberapa tahun lalu saya ribut dan marah dengan polisi Saudi yang bertugas di areal Masjid, kekasaran mereka dalam mengusir orang yang sedang Sholat membuat saya naik pitam. Ketika sajadah saya diambil dengan cara yang menurut saya agak kasar, maka saya membalasnya dengan menarik dari tangan polisi itu dengan menghentak sajadah dari tangannya,



Merasa sebagai orang Saudi. Polisi itu tak senang hati saya pun balas berhadapan dan saling menunjuk,. Kami bicara dalam bahasa yang sama sama tidak kita fahami, buat saya yang penting dia tahu saya marah, dia mau mengerti atau tidak udah gak urusan. Seketika itu pula seorang komandannya menghampiri sambil menyabarkan dan berkata “ sobri sobri ya haj” (sabar sabar ya haji.) Saya masih tak senang hati dan menunjuk nunjuk muka polisi tadi itu, komandannya itu bertanya pada saya “dari mana kamu, ? “sayapun menjawab dengan nada tinggi. “ Indonesia !!!”, Sebagai orang Indonesia sering kali kita pasang kuda kuda lebih dulu kepada orang lain, karena terlalu sering Indonesia dianggap negeri terbelakang atau diremehkan, baik di Jepang maupun Amerika bahkan Malaysiapun ikut2an bersikap seperti itu. Dan Komandannya itu berkata sambil tersenyum. “La, la, Anta mus min Indonesia ” (tidak, tidak, kamu bukan Indonesia) saya tak faham lagi pembicaraan komandan polisi setelahnya. Namun teman saya yang faham bahasa Arab mengartikan “kamu bukan Indonesia, gak ada orang Indonesia pemarah seperti kamu..” kata sang komandan, Saya gak jadi marah tapi ketawa sendiri akhirnya.



Dan memang sering kali kita salah faham dengan polisi disana karena tempat yang penuh sering kali kita sholat di jalan yang menghalangi jalan masuk ke Masjid.

Cara mereka memang menurut kita disini agak kasar, tapi teman saya menjelaskan kalau polisi disini bekerja seperti cara polisi di Indonesia akan seperti apa kejadiannya. Ada jutaan orang dan umunya tak bisa diatur, “Badu’ badu’ itu harus dihadapi dengan cara Badu’ pula’” kata teman saya dan saya cuma diam merasa saya juga seperti Badu’i akhirnya. :-):-)



Para pedagang kaki lima terkadang bukan hanya dari Asia maupun Afrika tapi juga dari Eropa Timur, atau Palestine, Seorang teman beberapa tahun lalu bersama sama dalam satu rombongan. Saya heran kenapa dia rajin bulak balik ke pedagang kaki lima dibelakang Dar El tauhid Intercon, ketika sekali waktu saya mengikutinya. Ternyata…..?? ??? Pedagangnya itu..... Masya Allah berhitung mancung bermata biru berkulit putih kemerah merahan, super super cantikkkk. Pantassssss dia rajin bulak balik

Menikmati Tawaf

Ada kesalahan yang selalu berulang ulang dilakukan oleh orang yang berumroh maupun ber haji, Kesalahan itu adalah terburu buru sewaktu melakasanakan tawaf. Anehnya tergesa gesa dalam bertawaf yang dilakukan itu tidak menghasilkan apapun, sebaliknya malah mengesalkan orang lain, tabrak sana tabrak sini. Setelah selesai tak ada yang dituju melainkan hanya sholat didalam Masjid atau meneruskan dengan melaksanakan Sya'i.
Padahal kita tidak dalam posisi di kejar-kejar waktu, lain halnya bila kita berada di jakarta atau terlibat dalam sebuah pekerjaan. Umumnya orang yang datang hanya khusus untuk beribadah jadi mengapa harus terburu buru.

Awal pertama tama saya juga termasuk yang melakukan tawaf seperti itu, selalu terburu buru yang membuat kita tidak konsen dalam berdoa bahkan kehilangan kenikmatannya.
Dalam tawaf banyak pemandangan yang menyejukkan hati bila saja kita mau sedikit saja memperhatikan di sekeliling kita.

Saya melihat seorang tua yang kakinya lumpuh dia bertawaf dengan menarik tubuhnya dengan tangannya padahal banyak kursi roda disediakan, namun dia ingin melakukan dengan tenaganya sendiri dalam berjalan mengelilingi Ka'bah. Saya melihat sebuah pelajaran kesabaran dalam ketaatan beribadah.

Tak lama kemudian seorang anak tersenyum gembira diatas pundak seorang bapak mengucapkan dengan lidah yang masih pelo mengikuti seruan takbir yang dilakukan oleh ayah dan ibunya. Sebuah pendidikan tauhid dari semasa kecil nampak disitu.

Seorang anak perempuan cantik berjalan membacakan sebuah kitab berisi doa dan zhikir, tangan kanannya, menuntun sang ayah yang mulai renta. Seorang bapak yang berbahagia dan seorang anak perempuan sholehah menuntunnya dengan sabar.

Kemudian tiga orang berbadan besar berkulit hitam berjalan bergandengan tangan dengan cepat cepat tak mau saling melepas, menerobos orang orang yang didepannya, sebuah nafsu berbadah yang hanya merugikan orang lain. Sebuah pelajaran tentang egoisme.

Seorang anak lelaki mendorong kursi roda yang ditumpangi oleh ibunya, seolah tak ada beban dia gembira bisa melayani ibunya dalam beribadah. sebuah pelajaran tentang menjadi waladun Sholeh.
Saya melihat sekian puluh orang beradu kuat untuk mencium hajarul aswat, nafsu beribadah berubah menjadi saling dorong dan adu kekuatan, sebuah pelajaran tentang "kebodohan".

Saya berjalan perlahan lahan saja, berdoa dan berzhikir sambil menikmati semua pemandangan didalamnya. Semua merupakan pelajaran tentang etika, adab, cinta, kepatuhan bahkan egoisme.

Semua yang tergambar disitu seperti potongan potongan hidup yang mencerminkan diri kita sendiri dalam berbagai sifat keburukan maupun kebaikan.

Kamis, 19 Juni 2008

Alhamdulillah Umat Islam Masih Ada.

Siang tadi saya berbincang bincang dengan seseorang yang sederhana yang tak banyak berfikir neko neko, baginya tugas urtamanya adalah ber "ibadah" dengan bekerja apa saja untuk membiayai hidupnya dan kedua orang tua yang menjadi tanggung jawabnya.



Pagi, Rabu 19 Juni, dia meninggalkan semua tugas "ibadah"nya, menawarkan mobil bekas, berdagang madu, makelar rumah semua kerja serabutannya yang tiap hari digeluti ditinggalkan, dia lebih memilih Demo di Monas.



Dengan motor bebeknya dari Ujung Jakarta, pagi pagi sekali dia menyiapkan diri untuk menyatu bersama umat Islam dari berbagai majelis ta'lim.



Ditengah ribuan manusia dia menelfun dengan gembira dan mengabarkan dengan nada seperti baru dapat komisi besar.. "Alhamdulullah.. Alhamdulillah... Umat Islam Masih Ada." Saya tak begitu faham awalnya namun akhirnya saya mengerti, selama ini dia cuma melihat berita dari TV dan media lainnya mengenai Ahmadiyah.



Kali ini dia melihat secara langsung ribuan manusia di Monas yang masih mencintai Rasul dan Agamanya. Dia bergetar melihat dr muda yang ganteng yang telah berjihad diberbagai medan perang bersama Mer C, ketika dr Joserizal Jurnalis ber orasi ditengah massa.



"Alhamdulillah Umat Islam Masih Ada."

Saya tersenyum tapi juga merenung dengan pernyataan orang itu.

Pagi tadi saya lebih memilih tidur setelah bergadang sampai subuh, melihat Perancis digunduli Italia 2-0. Astagfirullah hal Azim.....

Senin, 16 Juni 2008

Sebuah Kampanye Yang Gagal

Minggu 1 Juni siang hari saya mendapat khabar Apel Akbar AKBB rusuh mereka diserbu oleh massa FPI. Saya langsung terfikir kali ini habislah FPI, Front Pembela Islam itu masuk dalam perangkap, mereka telah di provokasi terus menerus sampai akhirnya terjadi bentrokan dan minggu 1 Juni itu adalah puncak dari berbagai provokasi terhadap mereka.



Malamnya seluruh stasiun berita TV menyiarkan aksi brutal yang dilakukan oleh Massa FPI. Berbagai hujatan bermunculan terutama dari tokoh tokoh pro prluralis, bahkan beberapa sms masuk ke HP saya dengan jelas menuding Habib Rizieq dalang dari semua kejadian itu.



Besoknya saya sudah tak bisa mengikuti berita lagi terkecuali hanya dari sms yang terus menerus memberi khabar, seorang teman saya yang pernah jadi anggota FPI masuk dalam DPO. Agak aneh juga berita itu..? Bang Ical (Faisal Motik) dll juga rajin mengirim berita mengenai kegiatan banser NU dan Garda Bangsa yang membuat latihan perang untuk menyerang markas FPI di Jakarta.



Tokoh tokoh anti kekerasan anti monopoli kebenaran menjunjung tinggi kebebasan, rajin memberi kuliah tentang keberadaban, etika, kebebasan berkeyakinan, toleransi beragama dsbnya. Umat Islam mendapat kuliah gratis setiap hari setiap saat baik melalui media koran maupun media TV tanpa lupa diakhirnya dengan embel embel bubarkan FPI.

Semua sms yang masuk itu terbaca sikap umat islam "tradisional" menjadi ambigu satu sisi tak suka Ahmadiyah satu sisi lainnya kekerasan FPI juga menjadi tamparan tersendiri.



Komunitas Arab ribut terutama karena komentarnya Syafii Maarif yang bernada rasis di koran Sinar Harapan, saya juga gak jelas apa maksud Syafii Maarif itu apa hubungan Arab dengan FPI, termasuk teman saya yang baik hati selalu bertutur lemah lembut dan ahli dalam pemikiran Kunto Widjoyo bernama AE Priyono, juga membawa bawa Arab dalam persoalan FPI itu, Munarman yang jelas terlibat dan ada di Monas apakah ada hubungan dengan asal daerahnya.? Kali ini para orang pintar itu teperosok dalam kemarahan yang tak terkontrol.

Mansyur Alkatiri mengirim sms keluar dari milis akibat postingnya AE Priyono itu.



Semua teman seperjalanan mendapat sms dari keluarga dan teman temannya mengenai situasi Jakarta mengenai kasus insiden Monas. Setiap acara makan bersama setelah selesai sholat dari Masjid, tak lain saling memberi khabar terbaru dan diskusinya adalah situasi terkini dari tanah air..

Berita kemudian datang,markas FPI dikepung sekian ratus polisi untuk menangkap anggota Laskar Pembela Islam yang terlibat insiden Monas.



Kesimpulan kami bersama ketika itu FPI habis sudah dan Ahmadiyah akan menjadi organisasi yang dilindungi memiliki kebebasan yang sama dengan oraginisasi lainnya.

Beberapa hari kemudian muncul sms akan ada demo untuk membubarkan ahmadiyah.

Demo yang tak dirancang dengan baik itu asalnya pun cuma dari segelintir anak anak muda di Pekojan dan Pedati, Saya tak yakin demo itu akan besar karena Partai Islam yang memiliki basis massa dan terbiasa turun kejalan tak memberi respon, terlebih tak lama kemudian dua orang nama Habib yang disebut dalam sms menyatakan tak tahu menahu dengan sms itu.



Sabtu pagi seorang teman memberi berita telah ada kesepakatan diantara Kiayi dan Habaib di Jakarta diantarnya Kiayi Abdul Rosyid Abdullah Syafii dll, untuk menggelar Demo di hari Senin, dan sms ajakan demo itupun berseliweran terforward kesekian ribu orang, saya sendiri mendapat sms yang sama sebanyak 10 kali lebih. Anehnya teman teman yang selama ini cenderung "kiri" ikut2an mengirim sms dan mau ikut turun dihari senin itu. Inti demo meminta pemerintah membubarkan Ahmadiyah.

Senin siang sehabis ziarah dimaqam Rasul, saya membuka HP langsung ada beberapa sms yang masuk memberitakan Jalan Sudirman Macet total depan Istana dipenuhi oleh masyarakat berpeci dan berkoko.



Taka lama kemudian seorang teman yang sudah berangkat dari Madinah ke Riyad menelfun sambil berteriak "Allah Hu Akbar Ahmadiyah telah dibubarkan." Dia mendapat berita dari anggota MER C Jogja. Lalu SMS masuk juga kesaya berisi ketidak puasan atas keputusan SKB baik dari kubu pendukung Ahmadiyah maupun kubu yang anti Ahmadiyah dengan alasan yang berbeda.



Sesampainya di Jakarta saya membuka seluruh halaman koran beberapa hari kebelakang dan berita berita televisi yang telah lewat berhari hari kemarin melalui internet. Luar biasa dasyatnya kampanye anti FPI itu, bahkan program Delik di RCTI tadi malam pun masih memberitakan dengan sangat miring mengenai FPI dan tingkah lakunya yang mencerminkan kekerasan.



Pagi ini saya jalan menuju kantor melewati matraman, Jatinegara dan condet disepanjang jalan banyak terpampang spanduk berisi meminta Ahmadiyah dibubarkan dan dukungan terhadap FPI. Beberpa anak muda sebelumnya beberapa hari lalu juga menelfun akan mendirikan ranting FPI didaerahnya.



Anehnya lagi semua polling media mengenai pembubaran FPI berakhir dengan hasil terbalik dari yang di kampanyekan, Dukungan untuk FPI tidak dibubarkan jauh lebih tinggi prosentasenya dibanding yang meminta dibubarkan.



Saya tidak mampu menjelaskan para ahli sosiologi lah yang mungkin bisa menjelaskan mengapa kampanye media kali ini gagal dalam membangun opini masyarakat dan membawa kepada apa yang mereka inginkan. Jauh sekali hasilnya dibanding ketika kasus Inul mucul kepermukaan.



Bagi saya pribadi kekerasan LPI adalah satu hal dan pembubaran Ahmadiyah adalah hal lainnya lagi. dan kalau ditanya apa sikap saya pada kekerasan itu Jelas saya tidak menyetujuinya. Namun bila ditanya apakah Ahmadiyah patut dibubarkan maka sikap saya tegas saja. AHMADIYAH HARUS dan WAJIB DIBUBARKAN. Ahmadiyah bukan kasus beda tafsir agama. AHMADIYAH ADALAH PENISTAAN TERHADAP AGAMA.!!!!

Senin, 09 Juni 2008

Salam Dari Madinah

ya habib.... salam alaika... ya nabi salam alaika... Ya
Rasul.... salam Alaika....shalawatu llah alaika....

Ada yang tak bisa dijelaskan bila memasuki kota ini kota yg
memiliki sejuta keajaiban sejarah.. terasa nyaman.. terasa
tenang, tapi entah kenapa selalunya saja tidak membangun
keriangan, tapi memecah bola air menurun perlahan melalui
mata, selalu nya ada air mata yg tumpah ketika langkah
kaki menapaki masjid, terlebih ketika maqam tiga manusia
agung tampak didepan mata, ada jarak sejarah yang terentang
jauh, namun terasa sangat dekat karena pesan2 agung
terdengar hampir setiap hari yang mendekatkan jarak
sejarah, seolah cerita keagungan mereka baru kemarin
kemarin terjadi.

Assalamu alaika ya Habibullah, Assalamualaika ya
Rasullullah, Assalamualaika ya Abu Bakri, Assalamualaika
ya Umar Ibnu Khatab.

Madinatul munawarah sebuah kota didunia yg selalunya saja
memanggil dari jauh, selalunya saja lorong lorong masjid
maupun menara menampakan dirinya terutama ketika ramadhan
tiba.

Ada cinta yg tak terjelaskan lewat definisi logika, utak
atik rasio dan dekik dekik teori lainnya yg hampa.

Cuma ada hati yg selalunya saja merindukan bila jarak
waktu terbentang terlalu lama

Ya Rasullullah salamun alaik... ya Habibullah salamun
alaik...

Berdoa & termenung di karpet berwarnarna hijau bernama
Raudhoh.... taman diantara taman surga. disisi maqam tiga
manusia agung.

Terbayang nasib negeri, luruh hati, sesak pikiran, ketika
kaum penista agama para pemfitnah Rasul agung, berdiri
tegak dgn jumawa atas nama kebebasan berkeyakinan. ..

Wahai Rasulullah kekasih hati...Akhlaqmu memancarkan kasih
sayang.. Ajarannmu memberi keselamatan. .. Cintamu terpancar
indah sampai diakhir khayatmu.

Ummati...ummati. ...lirih suarmu menjelang ajal. Nasib
ummatMu menjadi panggilan nurani didetik detik akhir
kehidupan..

Dan kini diantara kami, di antara ummat yang kau cintai,
yang akan kau berikan syafaat diakhir hari kemudian.
Mereka memfitnahmu. .. mereka menistakan ajaran Mu.....

Kami tak rela engkau dinistakan kami tak rela ajaranMu yg
suci diselewengkan.

Wahai Rasul kami, wahai penutup para nabi, syafaatmu
memberi keselamatan, Engkau tak rela bila satu saja
diantara kami memasuki Neraka, Engkau meminta dan memohon
pada Pengutus MU untuk menyelematkan seluruh umat melalui
SyafaatMu...

Wahai junjungan kami... jangan lepaskan kami dari
syafaatmu, jangan tinggalkan kami dari umatMu terdahulu,
Wahai sang pemilik pengorbanan, wahai pemilik kesabaran,
satukan kami diantara umatMU yang kau cintai, satukan kami
dalam syafaatmu...

Minggu, 01 Juni 2008

Ganal Hawa dan Taufik Kiemas

ganal hawa… ganal..…..gana wiramanal hawa ramana…
Urimsyil asmarani syabakna bil hawa …..
Amaranal hawa wina ‘isyna ilisyakbakna yukholisna ya habibi..
Syaghalbali yaba yaba…

Ganal Hawa .
( Abdel Halim Hafeds)

Rabu 28 May 2008 Hamid Basyaib mengajak saya bersama teman teman kahmi pro network untuk melihat pertunjukkan Arabian Music, disebuah restoran di bilangan Jakarta Selatan. Hamid mensponsori sebuah Event Organiser bernama Sigma Production yang dikomandani oleh Amera. Hamid yang saya kenal memang lebih kental warna Arabnya ketimbang Islamnya, jadi tak aneh bila Hamid sangat bersemangat bila terlibat dalam hal seperti ini tak tanggung tanggung dia memborong 50 buah ticket masuk.

Sigma Production merupakan EO yang memang memiliki spesialisasi dalam membuat pertunjukkan Arabian Music, kali ini tak main main, mereka men set up ruangan restoran itu menjadi ruang pertunjukkan yang bonafide dengan design lampu maupun penempatan meja yang disusun dengan artistik. Ketika pertunjukkan dimulai maka melentinglah suara piano dengan ruangan yang sengaja digelapkan, lalu terdengar suara seorang penyanyi yang tak nampak orangnya. Sebagian besar pengunjung mencari dari mana datangnya suara itu, tak lama kemudian dari ujung ruangan ditengah penonton paling belakang, seorang berstelan Jas hitam hitam dengan baju berwarana merah maroon berkulit putih berjalan perlahan sambil menyanyikan syair lagu nashibi dunia. Maka tepuk tanganpun bergemuruh. Sang penyanyi bernama Fuad Balfas.berjalan dengan santai menuju panggung tak tampak kepanikan dalam gerakannya, suaranyapun terdengar merdu dan gayanya sangat rileks persis seperti penyanyi Arab profesional pada umumnya, yang suka kita lihat di siaran TV Timur Tengah melalui Parabola.

Tak banyak waktu jeda yang diberikan pada penonton, pertunjukkan pun mengalir dengan lancar yang dibagi dalam empat sesion, dimulai dengan lagu lagu lama berasal dari Yaman seperti narbu’dak, ana baadba galbi dll, namun tidak seperti pertunjukkan gambus pada umumnya yang terkesan asal saja, dalam penampilan kali ini dari mulai urutan lagu sampai kostum diatur dengan apik, bahkan seluruh pemain dan penyanyi berkostum dengan rapih.

Menurut Fuad Balfas mereka melakukan GR satu hari sebelumnya, dan terus menerus melakukan latihan secara individual dihari hari menjelang pertunjukkan. Acara itu memberi pemahaman pada saya bahwa; anak anak muda itu mampu bekerja secara profesional dibidangnya. Berusaha menunjukkan yang terbaik bakat yang mereka miliki.

Disamping Fuad Balfas terdapat pula vokalis lainnya bernama Anis Shahab anak seorang penulis , yang bukunya saya beli sampai puluhan buah untuk dibagikan kepada kawan kawan. Menurut saya buku itu luar biasa bagusnya berjudul DIALAH MUHAMMAD (SEBUAH NOVEL) ditulis oleh Idrus Shahab yang baru saya tahu malam itu Idrus Shahab adalah ayah dari Anis Shahab.

Anis tampil dengan elegan berstelan jas warna hitam dengan baju hitam bergaris putih, Anis tampil sedikit lebih atraktif dari Fuad namun tak mengurangi keanggunan penampilan mereka berdua.

Sekitar jam sebelas malam sesaat setelah Faisal Motik (bang Ical) senior saya di ISAFIS datang, Taufik Kiemas beserta Indah Dahlan yang baru saja menghadiri acara 1000 harinya CakNur di Taman Ismail Mardjuki memasuki ruangan, bersama kawan lainnya yang umumnya saya kenal sebagian besar adalah aktifis.
Ada Chalid Muhammad mantan ketua umum WALHI yang baru saja pensiun kebetulan juga berdarah Arab, Chalid adalah Al Amri dari Palu.

Menjadi kebiasaan bagi saya untuk mengamati berbagai hal, baik hal yang paling kecil maupun yang besar apalagi acara ini dibuat oleh Jamaah dan diisi oleh kalangan Jamaah pula, dan malam itu saya harus berkata; Ternyata Jamaah bisa bekerja secara professional dalam membuat sebuah acara.

Ketika Kiki Amalia vokalis perempuan menyanyikan lagu Ganal Hawa miliknya Abdul Halim Hafedz. Taufik Kiemas yang mengemari lagu lagu Ummu Kulsum tampak sangat menikmati, ketika lagu itu berakhir dia berdiri dan memberi aplaus pada sang penyanyi. Benar apa kata Indah Dahlan, acara ini memang Taufik Kiemas yang minta setelah Taufik Kiemas mendengar cerita dari Indah Dahlan yang melihat Mustafa Abdullah tampil ditempat yang sama beberapa bulan lalu. Ketika Mc menawarkan lagu apa yang diinginkan oleh Pak Taufik maka seketika meluncur dari mulutnya sebuah judul lagu yang selama ini sudah dikenal luas, Haram Tahibak.

Secara umum konser malam itu dapat dikatakan berjalan bagus dan patut diacungi jempol walaupun terdapat sedikit kekurangan disana sini, dan panitia telah berusaha maksimal agar pertunjukkan itu berjalan sopan. Sebagaimana konser musik yang lebih mengutamakan pertunjukkan musikalisasi musik Arab, ketimbang memfasilitasi sebuah pesta gambus yang cuma membuat tempat untuk banyak orang berjoget. Apa lagi setelah munculnya acara Empat Matanya Tukul di saluran TV Trans 7 satu hari sebelumnya, yang menghebohkan kalangan jamaah itu.(saya mendapat beberapa sms bernada negatif atas acara di TV itu). Susunan lagupun dibuat agar lebih klasik dan sengaja diarahkan untuk megerem gairah penonton untuk tampil didepan berjoget.



Namun diantara ratusan orang yang hadir tentu ada saja satu dua orang yang agak nyeleneh. dan saya tertawa ketika mendengar Hamid Basyaib yang liberal itu menggerutu, ketika satu dua perempuan Jamaah berlaku agak berlebihan malam itu, sekaligus meledeknya “katanya Liberal ada perempuan yang kayak gitu kok kesal..?” Dalam hati saya semakin yakin, mau sok seliberal apapun Hamid itu, tapi Arab tetap saja Arab. Gak bakalan suka ada perempuan berlaku berlebihan didepan umum.???

Minggu, 25 Mei 2008

Sabtu Malam di Galeri Cafe

Salam dari Desa Leo Kristi

Kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
Katakan padanya padi-padi telah kembang
Ani-ani seluas padang Roda giling berputar-putar siang malam
Tapi bukan kami punya

Kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
Katakan padanya tebu-tebu telah kembang Putih-putih seluas padang
Roda lori berputar-putar siang malam
Tapi bukan kami punya Anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka
Nyanyi-nyanyi bersama-sama tapi bukan kami punya

Tanah pusaka, tanah yang kaya tumpah darahku Di sana kuberdiri
Di sana kumengabdi dan mati dalam cinta yang suci
Kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
Katakan padanya nasi tumbuk telah masak Kan kutunggu sepanjang hari kita makan bersama-sama di gubuk sudut dari desa gubuk sudut dari desa

Sabtu malam di Galeri Cafe (eks restoran Venesia) di TIM, saya gak sengaja masuk kesana karena ada undangan untuk makan malam bersama teman teman. Ada group Band yang salah satu pemain dan vokalisnya saya kenal, Amir Mashabi anak petamburan. mereka menyanyikan lagu lagu barat bercampur pop Indonesia kadang juga lagu melayu lama (Mashabian.)

Sekitar jam 10 an malam datanglah Amir Husin Daulai teman lama saya semasa kuliah, dia Aktifis di Unas dan salah satu mahasiswa yang giat dalam membangun pers mahasiswa dimasa itu. Amir masuk ke restoran itu bersama rombongan sekitar 10 orang lebih.
Satu dua teman temannya ikut bernyanyi dan satu orang lagi bernama Reza naik keatas panggung membawa gitar elektrik.

Dan Reza sang pemain gitar memainkan jarinya memetik metik snar, yang lambat lambat saya mencoba mengingat lagu yang dimainkan, ya.. akhirnya saya ingat.. (Gula Galugu Suara Nelayan) salah satu lagu rakyat miliknya Leo Kristi. Agak tercengan cengang karena hampir tidak pernah saya mendengar ada orang menyanyikan lagunya Leo Kristi baik di TV swasta maupun di berbagai restoran apa lagi dimainkan dengan seapik itu,

Selesai dia bernyanyi sayapun berteriak dari belakang, meminta dia bernyanyi Salam dari Desa, gak dinyana seketika itu pula teman teman Amir Husin naik kepanggung membawa Bas ditambah dengan seorang perempuan juga, rupanya mereka adalah komunitas fans Leo Kristi dan jadilah malam itu seperti tahun 80an di Teatre Arena TIM ketika kami duduk dilantai menikmati Leo Kristi yang selalu manggung di bulan Agustus.

Kereta Tua, Gulagalugu, sampai Jabat Tangan Erat Erat Saudaraku mereka mainkan dengan apik, dan sebagian teman teman saya umumnya bertanya tanya ini lagu apa seumur umur gue gak pernah dengar kok lho hafal.?. saya senyum senyum sendiri... Bagaimana menjawabnya,? Leo Kristi memang bukan group yang lagunya diterima pasar secara luas.

Walaupun di Jaman kuliah kita miskin banget, gak kenal hal hal yang berbau kemewahan seperti mahasiswa sekarang, ternyata saya merasa lebih beruntung karena dimasa itu kita punya hiburan lain yang jauh lebih dasyat.

kalau cermin tak lagi punya arti pecahkan berkeping keping...
kita berkaca diriak gelombang.....
dan sebut satu kata AKU!!
Jabat tamangan erat erat, saudaraku saudaraku...

Senin, 19 Mei 2008

The Kite Runner( Syariat Islam Dalam Beberapa Novel)

"Mereka tidak melakukan apapun kecuali menghitung butiran tasbih dan memamerkan hafalan isi kitab yang ditulis dalam bahasa yang tidak mereka fahami, kuharap Tuhan melindungi kita semua jika suatu saat nanti Afghanistan jatuh ketangan mereka."

Itu salah satu dari berbagai kalimat tendensius tentang Thaliban dalam Novel The Kite Runner. Ada beberapa novel tentang Afghanistan yang sudah saya baca diantaranya The Swallows of Kabul terbitan pustaka Alvabeth, juga Samir dan Samira juga pustaka Alvabeth penerbitnya dan beberapa lainnya, Semua ditulis oleh orang Afghan sendiri dan semuanya bernada miring bila cerita berkait dengan regim Thaliban. Akan tetapi seorang wartawati Inggeris masuk Islam setelah ditawan oleh regim Thaliban, dia terpana atas penghargaan yang begitu tinggi terhadap wanita. Sangat kontradiktif dengan apa yang diceritakan oleh penulis Afghanistan sendiri. Bukunya belum saya baca dan saya dengar sudah terbit.

Banyak hal mengharukan dalam novel The Kite Runner terutama menyangkut Hasan seorang bocah yang ditakdirkan lahir menjadi "anak haram." Bocah yang begitu setia menjadi kawan sekaligus pelayan. Sebagaimana film Killing Fi ld, seorang wartawan yang mencari temannya dibawah regim Polpot, Novel inipun bercerita tentang pencarian seeorang paman mencari anak saudara tirinya yang sekaligus pelayannya di Afghanistan yang sedang dikuasai regim Thaliban.

Novel ini sangat nampak penolakannya pada regim yang menterjemahkan Syariat Islam dalam kehidupan. Terutama tokoh Baba Shahib ayah dari Amir Jan yang memang berpandangan sekuler, namun diakhir akhir cerita ketika Sohrab keponakan tiri Amir jan mencoba melakukan bunuh diri. Amir Jan yang belasan tahun melupakan sholat mengaji puasa, berzakart dan sebagainya kembali mencari Tuhan dalam kesulitannya dan berjanji melakukan ibadah individual yang telah lama dia tinggalkan.

Sama seperti Novel Afghan lainnya, Thaliban memang menjadi sarana efektif untuk menjadi contoh bobroknya perilaku sebuah negara yang menerapkan syariat Islam. Saya tidak tahu bagaimana dengan Iran namun sebuah buku baru saja terbit dengan latar belakang revolusi Iran, belum sempat saya baca (masih teronggok diatas meja kantor) sepertinya ceritanya juga sama. Selain itu ada dua buah buku yang bercerita tentang kehidupan pangeran Saudi Arabia berjudul Princes Sultana 1 dan 2. Bila Thaliban di dalam Novel Afghan sangat bobrok dalam kekerasan dan menciptakan kebodohan namun menjaga moral dalam perzinahan bahkan jenggot palsu pun menjadi laku dipasaran. maka dalam Novel Sultana para pangeran Saudi berperilaku seperti kaum yang selama ini "dikafirkan, " bahkan lebih parah lagi mereka mengobral keuangan negara untuk kesenangan pribadi. Setelah dua novel yang merupakam kisah nyata seorang puteri itu terbit, lalu lahir pula sebuah Novel berjudul The Girls of Riyadh yang juga merupakan kisah nyata tentang empat gadis Saudi, isinyapun berisi protes atas penindasan kaum wanita yang di jastifikasi atas nama agama.

Salah satu Novel sejarah India berjudul Taj Mahal ditulis oleh John Shores, bercerita, salah satu penyebab kehancuran kerajaan India dibawah kaum muslim adalah, Aurangzheb, seorang pangeran yang anti bid'ah sangat keras sikap anti Hindunya juga tamak pada kekuasaan bahkan memenjarakan ayahnya sendiri (Syah Jahan)

Saya kira lebih banyak lagi novel dengan latar belakang kisah nyata dan bersetting syariah Islam yang telah terbit diseantero penjuru dunia, namun bernuansa negatif terhadap penerjemahan Syariah Islam dalam kehidupan. Baik itu Saudi Arabia, Iran, Pakistan dsbnya.

Saya tidak sependapat bila penulisnya dengan mudah dikatakan sebagai orang orang yang anti Islam, mereka bukanlah orang yang selama ini di klaim sebagai propagandis Amerika, Barat dan sekutunya sebagaimana selama ini didengungkan bila Islam disuarakan secara negatif. Asumsi saya, mereka adalah orang orang muslim yang anti penindasan dalam berbagai bentuknya termasuk atas nama agama.

Pertanyaan terbesarnya adalah sejauh mana kemampuan kaum muslim menerjemahkan Syariat Islam itu sendiri dalam kehidupan, tanpa berujung pada pada penderitaan kaum tertentu (wanita) dan tak menyengsarakan masyarakatnya sendiri..?

Ps, Selesai membaca buku The Kite Runner saya bersama tiga anak saya menonton filmnya yang berjudul sama dirumah, ketika film berakhir anak saya yang nomor tiga bertanya "Thaliban itu apaan sih Bah ?" dan harusnya saya menjawab dengan baik menerangkan dengan halus bahwa Thaliban itu adalah Regim yang berkuasa di Afghanistan, yang berusaha melaksanakan hukum hukum dalam syariat Islam secara murni, menerangkan dengan panjang lebar agar anak itu mengerti dengan baik berbagai masalahnya. Tapi tak saya lakukan. Saya cuma menjawab dengan spontan "Thaliban itu sekelompok orang Goblok yang menerapkan Syariat Islam dengan kedegilan otak mereka.." Saya tidak mengambil kata tolol atau bodoh agar lebih halus tapi Goblok dan Anak saya tak bertanya lagi. Dia cuma akan faham dikepalanya bahwa Thaliban itu brengsek. Satu kesalah kecil yang akan besar artinya dikemudian hari....?
Sebuah film yang membangun emosi dan membuat saya ikut dalam kebodohan model Thaliban...
__._,_.___

Kamis, 08 Mei 2008

Kampanye Memeloroti Hukum Agama

Semakin hari semakin terlihat apa yang diperjuangkan bukan lagi hak hak sipil tapi melebar semakin jauh. Ahmadiyah dibela bukan hanya hak hidup penganutnya tapi juga keyakinannya, Homo dan Lesbian bukan lagi hak dasar kemanusiannya tapi juga orientasi seksualnya diberi pembenaran. Sialnya lagi dengan mengutak atik ayat yang sudah Qot'i. Ayat yang sudah tak perlu ditafsirkan karena bunyinya terang benderang.

Provokasi pada kelompok Islam garis keras sepertinya hanya medan antara, kekerasan mereka bukan ingin ditertibkan tapi sebaliknya ingin di MAKSIMALISASIKAN. karena bukan kekerasan yang menjadi musuhnya bahkan kekerasan kelompok Islam garis keras itu, menjadi alat kampanye kaum Islam Phobia. Tujuan sebenarnya adalah keyakinan kita pada agama yang ingin di TANGGALKAN. Semakin hari provokasi semakin dipertajam agar kelompok kelompok islam marah dan menarik keuntungan dari situ. Membaca berbagai pendapat diberbagai media massa juga diberbagai milis terakhir posting jurnal Lesbian yang dikirim kemana mana, jelas sudah kecenderungannya bukan kelompok garis keras yang ingin ditertibkan tapi keyakinan kita pada agama yang ingin di "TERTIBKAN". Berganti menjadi etika umum etika otak manusia yang membolehkan segalanyanya.

Lebih aneh lagi bisa bisanya berkata: hadist hadist yang bicara tentang Homo itu palsu alias lemah alias dhoif. Setahu saya intelektual punya kriteria dalam memberi pendapat berdasarkan keilmuannya, menjadi pertanyaan besar, kapan menjadi DR dibidang hadist ? dimana dan kapan belajarnya ..? apa kompetensinya menyatakan hadist itu palsu, dhoif, lemah dsb. Secara kasat mata sudah sangat jelas terlihat, keberadaan Islam garis keras bukanlah hal yang merugikan mereka tapi sebaliknya dijadikan alat untuk sekaligus memeloroti keyakinan kita pada agama. Setiap hari diprovokasi bahkan ditantang dengan tujuan agar lebih merusak lebih menunjukkan kekerasan agar kampanyenya semakin efektif. Kalau itu yang memang diinginkan saya pun bisa berkata: Bukan otak model Islam Phobia yang memerdekakan negeri ini tapi otaknya umat Islam yang punya keyakinan pada kalimat Syahadat, punya keyakinan pada arti kalimat Allah Hu Akbar, punya keyakinan pada Muhammad Rasulullah. Mereka adalah manusia manusia yang kalau masih hidup hari ini masuk dalam kriteria oleh kaum "penista agama" sebagai "EKSTRIM FUNDAMENTALIS. " Itulah watak seaseli aselinya dari kaum yang katanya menghargai pluralisme tapi membenci orang lain yang masih mempercayai Tuhan dan hukum hukumNya bahkan mengingkari sejarahnya sendiri. Pengerusakan pada aset Ahmadiyah apalagi mencelakai penganutnya jelas SALAH. tapi membela keyakinan mereka yang mempercayai ada Rasul lain setelah Muhammad jelas LEBIH SALAH lagi. Membela Homo dan Lesbian adalah syah dan hak masing masing orang, Akan tetapi membela mereka dengan membelokkan ayat Qur'an apalagi menafsirkan ayat bahwa Homo dan Lesbian (orientasi seksual) tidak dilarang.

"Allah hanya melihat Taqwa bukan orientasi seksual." (Musdah Muliya) Secara tersirat terbaca bahwa keyakinan pada kebenaran agama ingin diruntuhkan melalui segala cara termasuk dengan dalil agama yang dibuat buat. Tidak ada yang menyukai kekerasan terlebih pada kaum minoritas, kelompok kelompok Islam itu sepertinya masuk dalam "perangkap" provokasi yang berlebihan. Saya yakin seyakinnya memang kekerasan itulah yang dinginkan oleh kaum "penista agama". Agar lebih mudah menjauhkan kita dari keyakinan pada agama. Agama itu merusak agama itu masa lalu agama itu sudah out of date..... itu adalah inti dari semua yang mereka kampanyekan dan itulah yang diinginkan oleh mereka kepada kita sebenarnya

Rabu, 06 Februari 2008

Pagi Hari di SMA 7

Pagi hari di SMAN 7 Gambir Jakarta.
Kelas baru saja dimulai dari balik jendela Ibu Elli mulai menerangkan Bahasa Indonesia mengenai kalimat menerangkan dan diterangkan, tiba2 Dian melambaikan tangan dari balik jendela meminta saya keluar kelas. “ Ada apaan .?” tanya saya begitu keluar dari kelas. “anterin gue ke Gunung Agung gue lupa bawa bawa map buat tugasnya pak Sianturi” selak Dian terburu buru.
“gue gak bawa motor nanti jam istirahat pertama gue anterin lho, Bu Eli udah lihat gue didalam masak gue mau bolos, udah ntar gue pinjam motor sama Marga.”
“ya udah tolong jangan enggak Geis ya… Masak lho tega gue kena daprat sama Pak Sianturi”
“Ya udah jangan kuatir yuk gue masuk dulu gak enak sama bu Elli”

Bell istirahat pertama berbunyi, buru buru saya lompat kelantai bawah menuju kelas 3 Ips 5 mencari si Batak satu bernama Marga Prana… " Ga… gue pinjam motor mau nganterin si Dian kegunung Agung “ ucap saya langsung begitu ketemu. “Busyet dah pagi pagi lho udah mau pacaran..” jawab Marga asal. “emang motor lho kemana ..? “ tanyanya lagi.
“STNK nya habis belum di perpanjang, udeh… cepetan nih ntar gue telat habis istirahat gue ada ulangan.”

Jarak Gunung Agung dari SMA 7 dengan motor cukup 5 menit ditambah lagi dengan gaya membawa motor yang seolah ingin menjemput maut, gak sampai lima belas menit saya sudah mengembalikan kunci motor ke Marga dan bisa mengikuti kelas berikutnya.

Jam istirahat kedua Marga mencari saya dikelas dan melaporkan‘ “Geis.. Sobleker Motor gue ilang diembat maling “ teriaknya. “yang bener lho Ga… tadi gue parkir di Pedok (tempat parkir khusus motor di sekolah diberi nama pedok) masak bisa ilang tuh motor” jawab saya kaget dan merasa bersalah.
“Bukan Motornya yang hilang tapi Sobleker sebelah kiri…”
Bersama sama kami ke Pedok dan melihat motor Honda GL yang Soblekernya sebelah sudah gak ada itu…
“siapa yang ngembat Sobleker ini motor ..?” tanya saya pada tukang Parkir yang ada disitu.
“Gak tahu “ jawabnya ogah2an.
“ Marga…!!!! kita gebukin aja ini anjing… kalau dia gak tahu, pasti dia yang ngembat” Teriak saya gak senang hati
“ Bukan saya yang mengambil tapi si Stevi balas tukang parkir membela diri “ sambil mengasih tahu malingnya yang juga pelajar disitu yang salah satu pelajar pecandu Obat. BK, Rohipnol, Valium, dsb adalah obat2an yang biasa dipakai untuk teler dijaman itu.

Tak tahu bagaimana ceritanya kasus ini sampai kekepala sekolah dan Stevi pun diamankan di Polsek Cideng.

Besoknya sepulang sekolah Marga sudah menunggu di Kantin “Lho mau kemana Geis..?” tanyanya.. “ “Gue mau pulang jaga toko, abang gue udah pesan dia mau pergi hari ini jadi gue yang jagain pangkalan.” Jawab saya
“Tolongin Gue hari ini bisa gak ?” tanyanya
“ Tolongin apaan…?” balas saya balik bertanya.
“ Anterin Gue Besuk si Stevi dia dipenjara di Polsek Cideng” ajak Marga.
“Ah gila lho udah motor kita yang dicolong masih juga kita yang besuk dia” jawab saya mangkel.
“Udah deh kasian itu anak yuk kita besuk.” Ajaknya lagi.
Setengah terpaksa saya mengikuti kemaunnya sambil mikir2 pulang bakal dimarahin karena telat pulang buat jaga Toko.

Di Polsek Stevi keluar dari sel diantar petugas menemui kami diruang besuk, Stevi memohon mohon untuk membantunya dikeluarkan dari sana . Dan Marga menghadap kekepala Polisi disitu saya gak jelas apa yang diomongkan mereka… Namun dijalan Marga meminta saya ikut kerumahnya.
“ Aduh Ga … Abang gue ngamuk ntar… Sorry deh ntar malam aja gue kerumah Lho kalau perlu gue nginap” “Benar lho ya” Marga menegaskan “ iya bener gue bawa baju seragam, besok sekolah dari rumah lho.” Jawab saya. Kami memang sering menginap dirumahnya Marga, biasanya malam minggu sekitar lima enam orang kita jalan jalan dengan mobil teman atau naik motor ramai ramai lalu bergadang sampai pagi.

Bubaran sekolah kami langsung menuju Polsek Cideng dan Marga membawa setumpuk uang dalam amplop yang diserahkan pada petugas disitu dan Stevie pun bebas dari
Penjara tempat dia disekap. Sebenarnya kasusnya tidak akan sejauh itu bila saja kepala sekolah yang sudah muak dengan Murid yang mencandui obat2an tidak melakukan pengaduan ke polisi. Dan saya faham kenapa Marga minta kerumahnya karena dia ingin saya membantu membujuk ibunya agar bersedia mengeluarkan uang untuk membebaskan Stevi. Tak ada dendam tak sakit hati dalam dirinya.

Banyak hal kami lalui bersama bahkan bertahun tahun setelah masa SMA selesai
Pagi ini Rabu 5 Februari 2008 jam 9 pagi hp saya berdering terlihat nomor yang tidak ada dalam memori saya. “ halo….ini Geis ya..” suara perempuan terdengar disana.
“ya benar siapa ini..?” tanya saya… “ini Pepi Geis.. kakak iparnya Marga” terdengar suara disana yang sangat jelas sedang menangis. “ya ada Pepi.? ” “Marga meninggal Geis… Jenazahnya masih di Malaysia hari ini sampai di Jakarta ;”
“Innalillahi wainna ilaihi Rojiun.”

Semua jalan… semua teriakan…semua cela2an bersama , Batang pohon besar di puncak ketika kami menepikan Motor di waktu bolos sekolah… semua tiba tiba menyeruak saling berlomba mengingatkan masa yang pahit ketika kami kalah berantem dan muka legam2, masa 2 tertawa tawa ketika naik Bajaj bersepuluh orang ketika dunia hanya selebar otak dan pengetahuan kami, dan masa masa menghadapi realitas hidup ketika anak dan keluarga harus lepas dari genggaman ketika nasib tak berfihak….
ketika dunia terlalu luas untuk difahami.

Selamat jalan kawan……Semoga kamu lebih beruntung di alam sana .

(Ditulis ketika sedang menunggu jenazah Marga Prana Haloho)

Selasa, 22 Januari 2008

Abah Seolah Penguasa, Umi Yang Berkuasa

Lazim diketahui pada umumnya anak anak laki kecil keturunan Arab nakal nakal dan tak bisa diatur, ada pameo yang menyatakan bila ada anak kecil Arab diam duduk tenang dan rapih bawalah kedokter mungkin lagi sakit. Kenakalan kenakalan baik di sekolah maupun dirumah bukan sesuatu yang aneh dan sudah bukan berita.

Para orang tua jaman dulu menyiapkan gesper (ikat pinggang) untuk menghukum anaknya, berbagai macam model hukuman dari ikat pinggang, dikunci dalam kamar mandi maupun menaruh sebatang kayu lalu menaruhnya disela dua kaki dan menyuruh anak itu berjongkok menjepit batang kayu itu. Lain lagi hukuman para guru ngaji, sebatang pinsil ditaruh di antara dua jari lalu di jepitnya dengan keras yang membuat siterhukum meringis, terkadang rotan rajin datang menyuntuh bagian tangan atau paha karena mengaji yang terbata bata dan selalu salah.

Didalam rumah abah adalah penguasa jarang sekali anak meminta keperluan untuknya langsung kepada abahnya, biasanya disampaikan melalui Umi'. Unsur ketakutan lebih dulu tercipta yang membuat anak sulit terbuka apa lagi menyatakan berbagai keberatan.

Akan tetapi kekuasaan Abah bersifat fisikal tidak menyentuh hati, karena hati anak Arab dikuasai Uminya' senakal apapun anak Arab bila air mata Umi' menetes maka jiwanya luruh, mungkin menjadi tukang kelahi, mungkin mabuk diluar rumah mungkin pula berlaku kriminal tapi begitu melihat mata ibunya melotot, matanya tak berani memandang melorot turun kebawah terlebih bila melihat Umi menangis maka hukuman rotan mungkin lebih diinginkan ketimbang melihat seorang Umi bersimbuh air mata.

Kepatuhan pada ibu bukanlah sesuatu yang didapat lewat khotbah di pengajian apa lagi doktrinasi, kepatuhan pada Umi adalah pelajaran dari contoh langsung perilaku para Abah dimasa lalu, setiap pagi orang tua laki mencium tangan ibunya mencium kening ibunya bertanya seputar keseharian atau kesehatannya lalu meminta doa, baru abah itu berangkat ke toko, bila rumahnya berlainan dia pergi dulu kerumah ibunya baru berangkat ketempat kerja. Tak jarang sepulang kerja dia tidak kembali kerumah istri dan keluarganya dulu tapi kerumah ibunya melihat keadaannya sore hari bercengkrama dengan santun, baru kembali ketengah istri dan anak anaknya. Dari masih kecil anak anak Arab melihat yang seperti itu setiap hari berbulan dan bertahun, masuk dalam alam bawah sadar terinternalisasi dan menjadikan seorang ibu seorang wanita suci. Doanya adalah lapang nya jalan, Doanya adalah kebahagiaan, Doanya adalah keberanian mengarungi dunia kehidupan.

Umi adalah manusia yang berkuasa dalam rumah tanpa kepalan tangan tanpa sebuah rotan dan ikat pinggang Umi berkuasa melalui hati dan perasaan, melaui jemari lembut yang menyebokkan kencing kita ditengah makan siangnya, Umi berkuasa melalui air susunya ditengah suhu badannya yang tinggi.

Para Abah dimasa lalu tak menunggu didatangi ibunya, tak menunggu ibunya meminta sesuatu darinya, bila dia memiliki uang untuk pergi haji maka uminya dululah yang pergi haji, bila dia memiliki uang untuk membeli rumah yang lebih baik ibunya dululah yang menempati.

Kini tradisi semakin longgar, cinta semakin berjarak oleh kesibukan dan kebutuhan duniawi tapi cinta para Umi masa lalu tak berjarak barang sehelai rambut, cinta para umi menunjukkan kekuatan fisik dan mental dari segala beban yang dihadapi didalam rumah. Memberikan ruang untuk anak anak tumbuh dengan sehat. Memiliki kapatutan, etika, dan Adab. Walaupun anak itu tujuh, sepuluh, bahkan dua belas ia menerima hidupnya sebagai ibu bukan pesaing dari sang suami.