Selasa, 09 Oktober 2012

KETIKA SANG SUSTER MENIKAH.


Minggu sore  saya masih menikmati film yang diputar di HBO, terdengar celotehan ramai dan suara tawa yang selalunya menyelingi suara obrolan yang terdengar dari garasi,   saya hafal suara pemiliknya itu, suara keponakan saya anak dari kakak perempuan, bernama Aminah Hafidz Basalamah (Mina). Tidak lama kemudian masuklah dia dengan berbagai celotehannya yang selalunya ramai.  “Amiku hari minggu nih mau kemana kita.. nonton yuk.” celotehannya mulai merayu untuk mengajak pergi jalan, tak lama kemudian dia bicara lagi. " ini taman kalau mina nikah mina mau rubah jadi......."  dia mengkhayalkan sesuatu, lalu tangga rumah ingin dibuat sesuai dgn yg diingankan diacara malam pacarnya, saya mendengarkan sambil tertawa, sebelum celotehannya berakhir saya bertanya." iya semua yang mina mau disetujui. cuma mau tanya satu saja.  Laki laki yang melamar kamunya mana? dia menjawab dengan wajah polos dan suara manja .  "belummm  aaada." sayapun tertawa mendengarnya, kemudian rayuan untuk mengajak jalanpun dilanjutkan lagi yang memaksa saya untuk mematikan TV berganti baju dan mengikuti kemauannya. Mina memang selalunya ramai dan tidak pernah malu mengekspresikan apa yang diinginkannya walaupun itu hanya berupa angan angan.

Beberapa tahun sebelumnya dia membuat saya terkejut ketika sedang berada dirumah ibu saya, tiba2 seorang anak perempuan masuk kedalam rumah memakai jilbab lalu menghampiri  sambil mencium tangan, saya pun melihat wajahnya dengan penuh senyum. Anak perempuan yang selalu ramai ini tiba - tiba memutuskan memakai jilbab disaat kuliahnya masih disemester dua, saya tidak memberi komentar hanya sedikit tidak percaya dalam hati bahwa Jilbab itu akan bertahan lama dikepalanya, mengingat perilakunya yang selalunya lincah baik dari urusan dapur, membersihkan rumah,  sampai urusan jalan. tangan dan kakinya serajin tawa yang menghiasi celotehannya. Namun bertahun kemudian sampai kuliahnya tamat Jilbab itu tak pernah lepas darinya.

Dibalik penampilan yang selalunya ramai bahkan dalam mengekspresikan kesedihannyapun dia tetap tertawa, buat Mina mentertawakan diri sendiri merupakan sebuah kenikmatan walaupun linangan air mata tetap dia biarkan menghiasi wajahnya. Namun dibalik semua penampilannya itu Mina yang ekspresif ini memiliki profesi lain, dia memiliki julukan dalam keluarga sebagai SUSTER MINA. karena siapapun keluarga yang sakit maka dia tidak pernah pulang dari rumah sakit untuk menemani, walupun untuk sekedar mengganti baju. Dia lebih memilih berdiam dirumah sakit dan meminta baju2nya dibawakan.

Ketika Umi saya (neneknya Mina.)   kondisi mulai  melemah berbulan bulan si Suster ini berada disampingnya, Merawatnya meminumkan obat, memandikan dan membersihkan bagian dari luka yang diakibatkan oleh penyakit diabetes. Dokter yang setiap hari  mengontrol kerumahpun menjadikannya sebagai asisten. Memberikannya arahan apa yang harus dilakukan bila tiba2 terjadi kondisi yang kurang baik dalam pernafasan. 

Disaat saat seperti itu kami anak2nya sering menjadi bahan  tertawaan dari si suster kecil ini. "anak2nya umi hatinya pada ciut,  payahhh."  Saya dan semua  kakak saya termasuk ibunya cuma tersenyum mendengar ledekannya. kami memang tidak sekuat Mina dalam menghadapi ibu yang sedang sakit. Bahkan ketika saya mau pergi dari rumah tempat ibu saya dirawatpun saya berpesan padanya. " Mina kamu jangan telpun kalau tidak benar-benar penting. Ternyata pesan saya itu juga sama dipesankan oleh kakak saya yang lain padanya," semuanya langsung berdegup jantungnya bila suara telpun berbunyi dan itu dari  sang suster.  Situasi yang seperti itu memang tidak nyaman, dimanapun saya berada ketika telpun berbunyi dan nama Mina yang keluar saya langsung bertanya: " Umi kenapa?" dan langsung berlari menuju kendaraan,  namun ternyata Mina cuma memberi tahu hasil pemeriksaan laboratorium. saya membalas. "yang gitu2 ga usah melalui telp tapi sms saja."  Dia kembali tertawa sambil berkata:  "dasar ami' cengeng."   

Namun ketika sang nenek telah selesai dikafankan dan jenazahnyapun segera akan dibawa kepemakaman, suster yang telaten merawatnya itu tak lagi punya tawa, dari malam hari sampai esoknya dia tak mau jauh dari jenazah,  dia terjatuh berkali kali menangis tiada  henti, saya mendiamkan membiarkan Mina melepaskan semua kesedihannya. Kesedihan adalah sesuatu yang wajar terutama bila orang yang wafat  itu adalah bagian dari kehidupan kita sendiri.

Jum'at 6 Oktober 2012  ramai tamu perempuan berdatangan dari pagi hingga malam hari, ketika pesta bermula, alunan  musik dimainkan wajahnya sumringah, seorang laki laki dengan cara yang baik dengan maksud yang baik datang  melamarnya dengan cara yang elegan. Laki -laki itu datang sendiri menemui keluarga memberi tahu maksudnya dan kami menerimanya dengan doa semoga menjadi kebaikan untuk keduanya.

Seluruh kerabat datang memberikan ucapan selamat, juga para sepupunya. Lalu menjelang diakhir acara, Luthfi adik sepupunya datang agak terlambat walaupun jam penerbangan sudah diatur sesuai dengan waktu namun kemacetan jakarta hari itu memang parah, Luthfi masuk kerumah menghampiri kakak sepupunya yang sedang duduk dalam hiasan baju pengantin, memberikan selamat lalu  memberikan hadiah lukisan berupa wajah Mina yang sedang tersenyum sebagaimana khas wajah sang suster. Kemudian semua adik sepupunya maju menghampirinya menghadiahkan cincin sebagai sebuah tanda ikatan keluarga yang tak pernah terpisahkan.

Semua berjalan sesuai dengan apa yang dinginkan oleh sang suster yang dari masih remaja ini sudah menjadi yatim,  namun dibalik senda gurau dan canda meriahnya sebuah pesta ada satu bagian hati yang kosong yang semua keluarga dekat  mengalaminya. Satu bangku yang biasanya ditempati sang nenek kali ini kosong, namun doa sang Umi yang diucapkan menjelang ajalnya tiba terkabulkan sudah.  “Insya Allah  gak lama lagi Minah akan mendapat jodoh orang yang baik.”  Ucapan berupa doa dari sang Umi  kini telah terwujud.

Kamis, 12 Juli 2012

Penjelasan Pertemuan "Mubahallah" di RASIL am 720.

Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh,

sebetulnya kami enggan mejelaskan pertemuan pada Rabu, 27 juni 2012 (Mubahalah Ustadz Husin Alatas dengan ustadz Haidar Abubakar Bawazir), karena khawatir akan ada pemutar balikkan fakta sebagaimana yang sudah dialami oleh RASIL selama ini di berbagai media. Bahkan sebuah tulisan di blog menyatakan bahwa RASIL dibiayai oleh perdagangan narkoba, sungguh fitnah yang melewati batas.

Namun, karena baik Arrahmah.com, Eramuslim.com, maupun Voice of Islam, yang datang dalam pertemuan itu, yang sudah dinyatakan untuk tidak memuat hasil pertemuan tersebut sebagai konsumsi publik karena yang akan senang membacanya adalah pihak pihak yang anti dengan Islam,  namun mereka ternyata tetap memberitakannya.
Dan seperti biasa terdapat pelintiran berita yang disampaikan oleh Arrahmah.com maupun Eramuslim.com, maka kami membuat penjelasan ini agar ada keseimbangan berita disamping untuk menjawab berbagai pertanyaan seputar hal tersebut.

Masalah ini bermula ketika Ustadz Husin Alatas mengucapkan sumpah dalam ceramahnya di Masjid Silaturahim sebagai jawaban terhadap fitnah pada dirinya berfaham Syiah sebagaimana bisa didengar di link youtube dibawah ini.


Sumpah itu dinyatakan dalam rangka menjawab fitnah yang selama ini berulang ulang dituduhkan pada Ustadz Husin Bin Hamid Alatas sebagai sosok berfaham Syiah.

kemudian muncul adalah respon dari Ustadz Haidar Bawazir di Voice of Islam, yang tidak menuduh Ustadz Husin Syiah tapi sebatas pada menyebarkan firqoh Syiah. Beritanya dimuat di VOA Islam dan kami tidak langsung  menanggapinya karena tidak langsung pada tuduhan Syiah, padahal yang kami harapkan adalah  respon dalam (ber Mubahallah) berupa tuduhan terhadap  Ustadz Husin Syiah. Sebagaimana yang telah bertahun tahun fitnah itu mengemuka dan dalam konteks itu pulalah ceramah Ustadz Husin Alatas di masjid silaturahim yaitu mengajak orang yang menuduhnya berfaham Syiah untuk bermubahallah.

Kemudian muncul lagi berita di Arrahmah.com memuat pernyataan Ustadz Haidar Bawazir bahwa Ustadz Husin lari dari tantangan bermubahallah, yang kemudian kami memberikan jawaban.
Dan untuk sekedar menjelaskan, pertemuan pada Rabu 27 Juni jam 10 pagi ini, yang telah dimuat oleh media-media tersebut, maka kami terpanggil untuk memberi penjelasan, sekedar untuk menyeimbangkan berita bukan untuk  berdebat kembali,  karena kami menganggap masalah Ustadz Haidar Bawazir dengan Ustadz Husin Alatas sudah selesai dengan pertemuan tersebut walaupun tanpa ada kesepakatan apapun.

Yang pertama soal Ustadz Husin kabur dari mubahallah adalah tidak benar, karena surat jawaban RASIL tidak dimuat oleh Arrahmah.com. Maka terkesan ustadz Husin tidak memberi tanggapan dan dinyatakan lari dari mubahallah. Oleh sebab itu surat jawaban RASIL terhadap pernyataan Ustadz Haidar Bawazir dimuat di web Rasil. Dalam surat itu RASIL lah yang MENGUNDANG untuk Ustadz Haidar Bawazir datang dengan memberi tanggal pada 25-26-27 dan 28 Juni 2012.
Silahkan dibaca linknya di bawah ini:


Adapun pertemuan dgn Ustadz Haidar Bawazir telah disepakati melalui sms bahwa Ustadz Haidar Bawazir akan hadir pada Rabu jam 10 pagi.  Pada hari tersebut Ustadz Haidar Bawazir datang didampingi Ustadz Yusuf Usman Baisa dan kawan kawan Dari Fihak RASIL dihadiri oleh Ustadz DR. Abdul Hakim Asufyani (tamatan Universitas Riyadh, Saudi Arabia), Ustadz Ir. Zeid Bahmid (Ketua majelis Da'wah PP Alirsyad Alislamiyyah) , Ustadz Abul Hidayat, ketua Pondok Pesantren Alfatah dan beserta ustadz-ustadz lain yang terbiasa mengisi di Radio. Juga hadir rombongan media seperti dari Eramuslim, voa islam, juga arrahmah.com yang sebenarnya tidak ada satupun yang kami undang. Juga tamu-tamu lain yang kami kurang tahu baik nama maupun lembaganya. Kami sendiri tidak menghubungi siapapun undangan dari luar kecuali pengurus dan ustadz-ustadz yang tergabung di RASIL.

Dalam pertemuan itu terjadi dialog cukup hangat kadang agak emosional namun alhamdulillah berakhir dengan baik walaupun tidak ada kesepakatan apapun.
Diawali oleh Ir. Faried Thalib, penanggung jawab penuh Radio Silaturahim sekaligus pimpro pembangunan RS Indonesia di Gaza. Ir Faried Thalib dalam sambutan awal bertanya pada Ustadz Haidar tentang tuduhan Syiah yang di beberapa media berjudul semacam itu, sambil menunjukkan bukti-bukti print out yang diambil dari situs berita VOA Islam maupun arrahmah.com. Namun  Ustad Haidar menyatakan: "Saya tidak menuduh Syiah, dan saya sudah mengklarifikasi hal itu dalam  pernyataan  saya selanjutnya."
Maka Ir Farid Thalib pun menyatakan, "Baiklah kalau begitu, kita semua sepakat bahwa Ustadz Husin bukan Syiah." Pernyataan ini di nyatakan pula kepada wartawan yang hadir, baik dari Arrahmah.com, Voa Islam, Eramuslim  dll, sambil meminta media-media itu untuk tidak lagi membuat berita dengan menuduh Syiah.

Acara berlanjut dgn memberi kesempatan pada Ustadz Haidar Bawazir yang membahas tentang  Muawiyah, dengan dimoderatori oleh Ustadz Dr. Abdul Hakim Assufyani. Perdebatan berlangsung cukup lama, dimana masing-masing mengeluarkan dalilnya, baik Ustadz Haidar Bawazir maupun Ustadz Husin Alatas. Juga para ustadz lain yang berada dalam forum tersebut. Di antara keduanya tidak ada titik temu, yang akhirnya mengerucut pada ajakan untuk bermubahalah dalam persoalan Muawiyah.

Ustadz Dr. Abdul Hakim Asufyani (Hafiz Qur'an yang juga ahli hadist) menyatakan bahwa tidak ada dalil Qur'an maupun hadist dan ijma ulama yang dapat dijadikan dasar bermubahallah dalam hal Muawiyah.
Semua fihak di Radio Silaturahim  berkeras untuk bermubahalla  terhadap fitnah maupun tuduhan bahwa Ustadz Husin Alatas berfaham Syiah. Karena tantangan mubahalah yang diungkapkan oleh Ustadz Husin dalam ceramahnya di Masjid Silaturahim adalah kepada orang yang menuduhnya sebagai Syiah, bukan dalam soal pendapatnya tentang Muawiyah. Selama ini pula tuduhan bahwa Ustadz Husin Alatas berfaham Syiah sudah beredar kemana-mana. bagi kami hal itu sangat eksplisit dan sudah dinyatakan dari jauh jauh hari.

Perdebatan pun menjadi panjang, karena masing-masing fihak bersikukuh dengan pendiriannya. Dari RASIL bersikukuh mubahallah terkait pada tuduhan bahwa Ustadz Husin Syiah, dan dari fihak Ustadz Haidar bersikukuh bermubahallah pada tuduhan menghujat Muawiyah. (Jadi tidak benar berita di Arrahmah.com bahwa RASIL menghalangi mubahallah) apa lagi berita- berita sebelumnya bahwa Ustadz Husin Alatas  lari dari Mubahallah.  Kami sedari awal memang menginginkan mubahallah, tapi pada fitnah berfaham Syiah, bukan yang lain, dan terbukti pada akhirnya Ustadz Husin Alatas  malah bersumpah hanya untuk dirinya sendiri.

Ustadz Husin Alatas tidak terlibat dalam perdebatan mubahallah tersebut, tetapi  Ustadz Ahmad Sanusi , Ustadz Abdul Hakim As-Sufyani, dan lain lain pengelola Radio Silaturahim   bersikukuh menginginkan bermubahallah dalam hal tuduhan Ustadz Husin Alatas berfaham SYIAH.   Sesuai  dengan  fitnah yang telah disebarkan selama ini. Pada akhirnya Ustadz Husin Alatas berbicara menghentikan perdebatan di forum tersebut, dengan memberi solusi pada yang hadir di tengah situasi yang alot dan cukup panas.

Dengan tenang dan tetap lemah lembut Ustadz Husin Alatas berkata yang redaksinya lebih kurang seperti ini:

"Ya Haidar.. ana memberi  jalan pada antum. Antum tidak usah bermubahallah dengan ana soal ini, tapi biarlah ana yang bersumpah sendiri."

Kemudian Ustadz Husin Alatas bersumpah:

"Ana bertanggung jawab pada Allah SWT terhadap semua yang ana katakan tentang Muawiyah. Bila ana salah, maka semoga Allah melaknat dan mengutuk ana, dan antum semua di sini menjadi saksi. Dan bila antum salah (ustadz Haidar Bawazir), maka semoga Allah memberi antum hidayah dan keberkahan di dunia dan di akherat." (Beberapanya dinyatakan dalam bahasa arab oleh Ustadz Husin Alatas).

Ucapan itu dinyatakan menjelang jam 2 siang. Acara pun selesai dengan sumpah Ustadz Husin Alatas  tersebut yang tidak melibatkan siapapun. Hanya dirinya sendiri yang bersumpah dihadapan semua yang hadir, sebagai solusi dari perdebatan  mubahallah dalam soal Muawiyah.

Setelah itu kami makan bersama sambil berbicara tentang berbagai hal. Kritik-kritik Ustadz Haidar Bawazir disampaikan langsung pada Ir. Faried Thalib dan kami menerimanya dengan terbuka. Kemudian  Ir. Faried Thalib mengantarkan Ustadz Haidar Bawazir dan rombongan ke mobil yang diparkir di rumah Faried Thalib yang memang berdekatan dengan RASIL.

Itulah penjelasan dari kami yang mengikuti pertemuan tersebut dari awal hingga akhir. Semoga semua ini menjadi hikmah bagi kita semua. Lebih dan kurang kami mohon maaf terlebih bila ada salah kata dan kurang memenuhi harapan para pembaca.

Semoga penjelasan ini tidak melahirkan perdebatan baru lagi. kami yakin penjelasan ini tidak memuaskan bagi semua, namun kami harap tidak ada lagi komentar yang menyakitkan bagi satu sama lain.
Akhir kalam kami ucapkan terimakasih banyak semoga kita semua berada dalam rahmat dan hidayah Allah SWT.

Amin yarobbal alamin.
Redaksi radio silaturahim.am 720.
Wassalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selasa, 20 Maret 2012

Berkibarlah Benderaku...


Saya tidak Mempersoalkan apakah hormat bendera itu bid'ah atau tidak, saya juga tidak memahami mengapa hal yang demikian menjadi persoalan yang didiskusikan sampai bertegang leher.

Saya cuma takjub dan merinding ketika sebuah foto dikirim oleh rekan kami di Palestina, dipuncak bangunan Rumah Sakit Indonesia di Ghaza berkibar bendera merah putih.

Bendera itu bukan untuk disakralkan bukan untuk disembah atau diberikan legitimasi sebagai sesuatu yang bukan bid'ah atau apapun istilahnya. Bendera yang terpampang diatas bangunan Rumah sakit tersebut hanyalah simbol perjuangan rakyat Indonesia pada rakyat Palestina yang tertindas berpuluh puluh tahun.

Bendera itu tampak mungil dari kejauhan namun dia berdiri kokoh dan tegak setegak tekad kita bersama membebaskan Palestina dari tangan zionis, setegak harga diri umat manusia yang dihilangkan hak hak kemanusiaannya, tidak ada kata lain kecuali LAWAN.

Merah Putih telah dikibarkan disebuah bangunan yang merepsentasikan penyelamatan manusia, Rumah sakit adalah sarana yang menggenapkan nilai nilai kemanusiaan kita pada orang lain.

Dan bendera itu memberi arti bahwa: mereka tidak sendirian, 200 juta lebih rakyat Indonesia menancapkan tekad bulat membantu rakyat Palestina terbebas dari penjajahan..

Berkibarlah Benderaku........

(Mer C- Radio Silaturahim Am 720 untuk Palestina Merdeka)

Jumat, 16 Maret 2012

Diskusi Syariah Islam di Radio Silaturahim am 720. Abu Jibril ((arrahmah.com) - Alkhattat (FUI) - dr Joserizal (MER C) Geisz Chalifah (Rasil AM 720)

JAKARTA (Arrahmah.com) - “Sepenting-penting perkara dalam kehidupan seorang muslim adalah urusan tauhid dan syari’ah.” tegas Ustadz Abu M. Jibriel AR saat ditanya announcer Radio Silaturahim (RASIL), Angga Aminudin, pada rabu (14/3) berkaitan dengan argumen yang memunculkan sikap syari’at-phobia dalam masyarakat dunia saat ini terutama masyarakat muslim di Indonesia.

Selanjutnya beliau menambahkan, “Islam datang untuk mentauhidkan umat manusia dan menegakkan syari’ah diatas tauhid yang benar. Kehidupannya akan berjalan timpang apabila syari’at Islam tidak ditegakkan di bumi tempat tinggalnya, karena syari’at Islam diturunkan Allah Ta’ala, Penguasa dan Pengurus seluruh makhluk , ialah untuk terciptanya sebuah kemaslahatan dalam masa hidup di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Apabila syariat tidak ditegakkan maka masyarakat akan menjadi amburadul seperti yang kita saksikan saat ini.”

Wakil amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang beberapa pekan terakhir namanya telah dimasukkan ke dalam daftar calon presiden syari’ah oleh Forum Umat Islam yang diketuai oleh M. Al-Khatthath itupun menyebutkan firman Allah Ta’ala dalam surat al-An’am ayat ke-153, yang artinya:

“Perintah dan larangan ini adalah syari'at-Ku yang benar. Wahai manusia, ikutilah syari'at-Ku itu. Janganlah kalian mengikuti tatanan-tatanan hidup yang lain, karena tatanan-tatanan hidup yang lain itu pasti akan menjauhkan kalian dari syari'at-Nya. Demikianlah Tuhan mengajarkan syari'at-Nya kepada kalian supaya kalian taat kepada Allah dan bertauhid."

Dari ayat tersebut, umat Islam tidak diperkenankan mengikuti satu jalan hidup pun, kecuali syari’at Islam. Hal itu tentu saja bertolak-belakang dengan kelompok liberal yang selalu mengutamakan kepentingan dan keuntungan pribadi sehingga menyalahkan apa-apa yang bertentangan dengan akal dan hawa-nafsunya.

Satu contoh pertentangan mereka adalah dengan mengatakan bahwa sepertiga isi al-Qur’an harus direvisi karena menurutnya kandungan ayat yang diturunkan Allah Ta’ala tersebut telah melanggar HAM dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Berikut pula dengan ayat yang menyatakan bahwa sesungguhnya hanya Islamlah agama yang lurus, kelompok yang seharusnya disebut JIL (Jaringan Iblis Liberal) itu memiliki persepsi yang nyeleneh dengan berpendapat bahwa ketetapan Allah Ta’ala tersebut malah akan menimbulkan perpecahan karena hanya menganggap agamanya saja yang benar sementara aliran kepercayaan-kepercayaan lainnya yang telah diakui oleh negara adalah salah.

Oleh karena itu panji-panji liberalisme dimunculkan ke tengah-tengah umat Islam adalah memang untuk menggerogoti Islam dari dalam, apalagi dengan pernyataan-pernyataan mereka yang sering ‘sok tahu’ dalam keilmuwan Islam.

Para Nara Sumber -dari kiri- Ustadz Abu M. Jibriel, Ustadz Al Khatthat, Prof. Dr. Geis Khalifah, dr. Joserizal Jurnalis, Angga Aminudin

Talkshow bertema ‘Syari’at Islam Versus Liberal’ yang berlangsung mulai pukul 10.45 wib itu, juga menghadirkan nara-sumber lain, seperti Ustadz M. Al-Khatthat (Sekjen FUI), dr. Joserizal Jurnalis (ketua presidium MER-C), serta Prof. Dr. Geis Khalifah (manajer humas RASIL). Acara yang mengudara on-air itu dihadirkan untuk memberikan wacana baru dalam kancah pemerintahan di Indonesia yang bila boleh sudah dikatakan tengah collaps ini. Ustadz M. Al-Khattath menyebutkan di beberapa kesempatan bahwa wacana mengenai capres syari’ah ini tidak main-main.

Pengalaman beberapa tahun dalam ajang PEMILU presiden di Indonesia, bursa calon yang ditampilkan selalu dari kelompok yang sama-sekali tidak berpihak membela Islam padahal muslim di negara ini adalah mayoritas. Bahwa sudah saatnya muslim itu dipimpin oleh muslim yang ‘alim. “Orang Indonesia memang punya sifat lupa, yaitu lupa kalau dari dulu selalu dizalimi penguasa dan bekingannya. Dari pengalaman selama itu, tiap kali PEMILU, cuma modal coblas-coblos doang, nggak dipikir dulu: Kenapa dan apa akibatnya kalau nyoblos si A atau si B?” seloroh pemimpin umum tabloid Suara Islam itu seraya mengingatkan.

Saat disodorkan pertanyaan tentang kemungkinan Indonesia menerapkan pemberlakuan hukum syari’at, ia menjawab: sangat-sangat mungkin! Patut diingat, bahwa sejarah juga pernah mencatat para sultan yang berkuasa mempraktekkan hukum syari’at sebelum bercokolnya Belanda di tanah-air. Baru setelah kedatangannyalah hukum-hukum Islam direduksi, seperti hukum mengenai politik dihapus lalu diganti oleh sistem politik Belanda, perekonomian Islam dirubah menjadi sistem kapitalisme, hukum pidana Islam dialihkan menjadi KUHP (hingga sekarang), dan seabreg campur-tangan mereka lainnya.

Dibanding dengan keadaan saat ini dimana orang pintar dan cerdas sudah banyak di Indonesia, juga kesempatan untuk mengakses berbagai media yang berhubungan dengan ke-Islaman, seperti ketersediaan program-program software Islami, beragam ajang pagelaran buku-buku Islam, dan lainnya. Semuanya itu dapat menjadi salah-satu penghantar semakin memahaminya umat muslim akan pentingnya pemberlakuan syari’at, insya Allah.

Selanjutnya, sudut-pandang yang sedikit berbeda tentang syari’at islam, disampaikan dr. joserizal. Laki-laki yang acapkali mondar-mandir mengurusi masalah kesehatan masyarakat sipil di negara-negara yang tengah dilanda konflik itu, sejenak menceritakan pengalamannya tentang kondisi negara-negara yang mempraktekkan hukum Allah. Diantaranya Afghanistan, disana jarang ditemui asykar atau polisi yang patroli di jalan-jalan (pada situasi kriminal biasa, bukan konteks terhadap penjajah), ketika ada masalah, barulah para petugas keamanan itu hadir. Hal itu dikarenakan tingkat keamanan yang stabil sebab masyarakat paham akan sanksi-sanksi syari’at yang diancamkan.

Lain lagi dengan pengalamannya di Iran, disana seorang wanita yang ‘terpaksa’ bekerja pada malam hari akan tetap merasa terjamin keamanannya karena adanya hukum syari’at tersebut. Begitu pula situasi yang didapatinya di Pattani (Thailand), daerah muslim Mindanao (Philipina), Arab-Saudi, dan negara semisalnya. “Mudah-mudahan Indonesia dapat mengambil ibroh dari rasa aman yang akan tercipta apabila juga menerapkan sistem hukum Islam seperti negara-negara yang telah mendahuluinya.” Ujarnya dengan mantap.

Geis Chalifah menambahkan tentang pergerakan kelompok JIL yang sudah semakin membabi-buta dalam upayanya menyerang pola-pikir umat Islam yang mereka anggap kaku dan kuno. Mereka tengah mati-matian agar muslim dengan sifat keta’atannya akan dien-nya hanya berlaku di saat inbox atau di tengah kelompoknya saja, tapi apabila sudah membaur kepada masyarakat umum, terlebih yang ada kaitannya dengan urusan kekuasaan dan pemerintahan—maka umat Islam harus mampu berkolaborasi dengan sistem lain untuk tujuan bersama.

Sebetulnya sudah ada tiga tahap yang kita lalui dalam menyikapi pergerakan mereka, terutama tentang cara penafsiran mereka terhadap al-Qur’an. Pertama, ketika berhadapan dengan pernyataan kaum JIL yang mengkritik pola prilaku umat Islam yang menganggap hanya golongannya yang benar dan mengatakan itu sama saja dengan penindasan terhadap kaum minoritas, di tahap ini kita masih bisa untuk berdialog. Tahapan kedua, ketika mereka menyatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’an seharusnya bersifat kontekstual dengan keadaan dan bukan letterlijk –pada tahap ini umat Islam pun masih bisa satu meja untuk ‘berdiskusi’. Tapi pada tahapan ketiga, mereka sudah jelas-jelas mengatakan bahwa sepertiga isi al-Qur’an tidak bisa dipakai lagi di masa sekarang, saat itulah kita tidak bisa lagi untuk mengadakan diskusi karena mereka telah menghujat keyakinan sebuah dien (Islam).

Selain itu konflik-konflik yang timbul yang ada kaitannya dengan mereka, itu memang sengaja diciptakan. Tujuannya ya agar masing-masing kelompok Islam saling bertikai, lalu mereka akan bebas mencaplok kekuasaan karena umat Islam yang sedang mencoba bangkit akan senantiasa jatuh-bangun dalam menggalang persatuannya. Coba amati usaha mereka dalam membubarkan FPI, mereka takkan kan se-keukeuh itu(untuk menghilangkan pamor FPI) bila kelompok yang tegas ketika ber-nahyi-munkar itu tidak mengusung syari’at Islam dalam agenda kerjanya plus memperjuangkannya untuk menjadikannya dasar undang-undang.”

Selanjutnya ustadz Abu Jibriel kembali menjelaskan bahwa sebenarnya kaum liberal beserta isme-isme yang lain seharusnya tidak bercokol di Indonesia karena apabila kita mau kembali untuk mencermati bahwa dasar perundang-undangan adalah ketuhanan Yang Maha Esa, maka itu merupakan sebuah isyarat nyata bahwa negara ini diawali dan didirikan dengan berlandaskan Tuhan Yang satu, yaitu Allah Ta’ala. Bukan tuhan yang tiga terlebih lagi atas dasar isme-isme hawa-nafsu semata. Apalagi Islam sama-sekali tidak mentolelir adanya sistem lain, seperti demokrasi yang sangat dielu-elukan kaum kafir, kaum fasik, dan kaum munafik.

Oleh karena itu kita harus menuntut kepada pemerintah untuk mengenyahkan liberalisme dari bumi NKRI. Patut dicamkan bahwa yang memperjuangkan syari’at Islam adalah muslim yang sesungguhnya. Hanya orang-orang yang kafir dan tidak paham Islam-lah yang menolak hal ini sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan di surat an-Nisa’ ayat ke-65 yang artinya:

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

Sebab itu apabila mereka memang muslim, tentu mereka mudah untuk mengerti kewajiban menegakkan syari’at ini, tapi mereka memang sungguh kaum kafir, sehingga yang muncul dalam dirinya adalah bagaimana untuk bisa mengganjal kaum muslim dalam jihad fi sabilillahnya. Ini tentu saja sangat membahayakan dirinya sendiri; apabila dia tetap kafir dengan menolak adanya hukum Allah Ta’ala hingga kematiannya maka terjerumuslah kekal dalam an-naar.

Menutup perbincangan yang berlangsung sekitar 90 menitan tersebut, ustadz Abu Jibriel memberikan statement bahwa dengan syari’at, Indonesia akan makmur, sejahtera dunia-akhirat. Oleh karena wajib bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dari kalangan penguasa maupun sipil bersama-sama menempuh jalan untuk memperbaiki negara yang sarat akan masalah-masalah yang bisa mengundang azab Allah karena keberpalingannya dari keta’atannya kepada Penguasa semesta alam. “Kepada bapak kepala negara beserta jajarannya, mari bersegera kembali kepada Allah Ta’ala. Insya Allah, bangsa Indonesia akan keluar dari keterjajahan, terutama keterjajahan aqidah oleh umat yang dimurkai Allah.

Program Dunia Islam pun berakhir dengan kembali mengumumkan undangan terbuka kepada seluruh umat muslim untuk kembali mengikuti apel siaga AKSI SEJUTA UMAT yang akan diselenggarakan pada jum’at (30/3) pukul 13.30 wib bertempat di bundaran HI lalu long-march menuju istana negara Jakarta. Selain itu FUI juga membuka kesempatan bagi umat muslim yang siap menjadi relawan dalam penggalangan relawan capres syari’ah dengan melakukan registrasi melalui pesan singkat (SMS) berformat: nama/ikhwan atau akhwat/domisili/relawan CS, lalu kirim ke nomor 0817441801. Andakah yang siap mendaftar???

(Ghomidiyah/ukasyah/arrahmah.com)

http://arrahmah.com/read/2012/03/14/18774-ust-abu-m-jibriel-syariat-islam-satu-satunya-solusi-globalisasi.htm

(Ralat dari saya.. saya belum bergelar DR apa lagi Profesor)

Senin, 12 Maret 2012

BAYI MALANG BERNAMA SANIA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang bayi berjenis kelamin perempuan Sania (3 tahun) tengah membutuhkan biaya operasi untuk penyakit yang dideritanya. Penyakit yang dialami sang bocah itu telah berlangsung sejak lahir.


Salah seorang warga yang peduli terhadap bayi malang itu, Geisz Chalifah, mengatakan, Sania terlahir dengan kepala membesar dan mata agak keluar. Bayi itu terlahir demikian lantaran ibunya terkena virus dari kotoran hewan semacam kambing.

Bayi tersebut bahkan tidak bisa memejamkan mata saat tidur lantaran bola matanya agak menjorok ke luar. Kondisi bayi itu semakin memprihatinkan setelah sang ayah justru meninggalkan dia dan ibunya setelah mengetahui Sania terlahir cacat.

"Nama Ayah Sania adalah Ahmad sedangkan ibunya bernama Surya Wulandari," ungkap Geisz kepada Republika.

Bayi malang itu beralamat di Jalan Raya Pasar Galis, Bangkalan, Madura. Selama kurang lebih tiga tahun, bayi itu hidup terkatung-katung tanpa pengobatan sedikit pun. Pasca-ditinggal suaminya, sang ibu tidak dapat membiayai pengobatan anaknya yang menderita penyakit misterius.

Melihat kondisi tersebut, Geisz bersama dengan rekannya merasa terpanggil untuk membantu bayi malang itu. Bahkan Geisz membawa Sania ke Rumah Sakit DR Sutomo, Surabaya pada Jumat (9/3) agar bayi itu mendapat perawatan yang layak dan menjalani operasi di sana.

Untuk melakukan itu, Geisz dan rekannya menggalang dana dari masyarakat dan telah terkumpul uang sejumlah Rp 18,25 juta. Sosialisasi penggalangan dana tersebut dilakukan lewat perantara internet seperti FB dan Twitter, ponsel seperti SMS dan BBM serta langsung dari mulut ke mulut.

Selain bantuan dari warga, Sania juga mendapat sokongan dana dari pihak rumah sakit yang membantu biaya fasilitas rumah sakit dan sebagian biaya operasi. Kendati begitu, dana yang terkumpul hingga saat ini masih kurang.

Menurut Geisz, Sania harus menjalani berbagai jenis operasi. Operasi pertama yang akan dijalani adalah operasi pernapasan untuk kemudian Sania harus menjalani sejumlah operasi lainnya.

Untuk itu, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai ratusan juta. Jumlah itu untuk menutupi sebagian biaya operasi dan obat yang harus ditebus.

Geisz mengimbau kepada masyarakat yang peduli terhadap Sania untuk dapat menyumbangkan sebagian uangnya ke rekening yang telah dibuat. Masyarakat dapat mengirimkannya ke nomor rekening BCA atas nama Saidah Saleh Shamlan AC 1900141609 atau melalui Bank Mandiri atas nama Moch Variz AC 1410007229917.


http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/03/12/m0s29u-bayi-malang-ini-membutuhkan-bantuan-pengobatan