Selasa, 28 Desember 2010

Sebuah tempat untuk datang dan pergi.

ketika sekelompok orang menjalani pertemanan sekian tahun lamanya maka biasanya kelompok itu memiliki tempat khusus untuk mereka biasanya berkumpul, bercerita tentang Bisnis, atau sekedar bersenda gurau melepaskan stress dari pekerjaan yang mereka geluti sehari hari.


Sebuah tempat di bilangan Pancoran di Jakarta Selatan yang selalunya sepi dari pengunjung dengan menu makanan indonesian food dan western food beserta sebuah keyboard menjadi pilihan menarik untuk menjadi tempat kongkow. Tidak terlalu ramai bahkan terkesan sepi dan tidak pula terlalu jauh. Ada kesempatan untuk menyalurkan bakat menyanyi dari pengunjung disertai pengiring yang kadang andal kadang hanya biasa biasa saja. Umumnya tempat ini menjadi meriah karena ulah tamunya.

Pelayan dan pemain musik menjadi akrab karena menjadi saling mengenal dengan tamu yang umumnya menjadi pelanggan setia.


Entah bagaimana kelompok yang tidak sampai sepuluh orang ini, didalamnya terdapat lebih dari separuhnya penyanyi andal, Ada Juara Vocal Group Seindonesia sewaktu SMA, ada penyanyi Band beneran yang telah pensiun dari kegiatannya dan ada pula yang sekedar Hobby namun suaranya tak kalah hebat dari penyanyi profesional pada umumnya.


Dan ketika teman yang menghabiskan hidupnya tinggal diluar negeri datang ke Jakarta selalunya di jamu ditempat ini, teman itupun ikut bernyanyi bersama atau sekedar menikmati lagu lagu yang dibawakan.


Adalah Zuher laki laki berbadan besar memiliki sentuhan yang pas bila menyanyikan lagu Broery dengan vocalnya yang berat dan penuh penghayatan seolah Broery hidup kembali bila dia bernyanyi, ada pula Adam mantan Vokalis Anak Adam Band, dan yang tidak kalah hebatnya, Om Adunk lelaki paruh baya yang selalunya energik membawakan lagu lagu yang sebagian besarnya kita belum lahir pada saat lagu itu meledak dipasaran.

Ada pula Indah mantan penyanyi Geronimo dengan suaranya yang sendu selalu memukau bila bernyanyi, akan tetapi maestro dari semuanya adalah Anggi yang seringkali melalui tarikan suaranya "memaksa" orang yang sedang bicara serius atau sedang bersenda gurau untuk berhenti bicara dan menikmati lagu yang dibawakannya.

Anggi memiliki karakter suara yang luar biasa boleh dibilang dialah penyanyi seaseli aselinya diantara kelompok itu, bakatnya itu tidak mencuat kepermukaan bukan karena tidak ada kesempatan. Mantan juara Vocal group antar SMA ini lebih memilih untuk menurut nasehat seorang ayah, yang tidak melarang anaknya bernyanyi dengan larangan yang keras tapi cukup dengan sebuah kalimat. " Ayah suka melihat orang itu bernyanyi di TV tapi jangan anak ayah".

Ketika seorang vokalis Group band ternama merayakan ulang tahun ditempat itu, Anggi diminta bernyanyi oleh seorang teman dan ketika dia selesai bernyanyi, penyanyi group Band ternama dan keluarganya yang sedang merayakan ulang tahun spontan berdiri memberi applaus yang hangat.


Ada pula komenk yang selamanya punya gaya dengan modal pas pasan tapi selalunya nekat untuk tampil kedepan, namun seperti kata sebuah Iklan "Gak ada komenk ga rameee."

Ketika Bunda (seorang ibu energik yang tinggal di Eropa) Datang ke Jakarta kami menjamunya di tempat itu pula, dia bernyanyi riang gembira namun ketika hari menjelang tengah malam acarapun harus berakhir dan esok adalah hari kepergianya untuk kembali kekota asalnya, Bunda tak bisa menutupi kesedihan hatinya dia ikut bernyanyi bersama tapi dengan mata memerah dan kedua tangannya menutupi mukanya.


Datang dan pergi adalah bagian dari kehidupan, Vira yang selalunya Ceria juga jail dan kadang mampu membuat geram orang yg mendengar celotehnya bila di "Room" ( confrens melalui internet) kali ini datang lagi ke Jakarta, dan tanpa harus diminta untuk hadir, semua anggota dari kelompok ini langsung bertanya "kapan kita kumpul?" si jail satu ini kedatangannya selalu ditunggu dan menjadi primadona.

Dan Gede adalah manusia rajin yang tak pernah putus silaturahminya dengan semua yang dia akrab, baik melalui telp SMS ataupun YM, melalui Gede semua orang merasa terlayani.

maka ketika Vira datang cukup dengan satu telp dari Gede semuanya langsung menyatakan "oke gue hadir."


Hidup memiliki banyak keindahan dan keindahan itu akan tertuai bilamana kita mampu menikmati sebaik baiknya dan yang paling utamanya adalah bila kita mau melayani orang lain layaknya seperti keluarga.


ketika orang itu pergi Suara Zuher ikut terbang bersamanya menjadi sebuah kenangan bahwa pada satu malam di Jakarta ada sekelompok orang yang selalunya siap menjadikan satu malam itu menjadi kenangan yang tak pernah terlupakan.


ijinkan aku pergi
apa lagi yang engkau tangisi
semogalah penggantiku
dapat lebih mengerti hatimu
memang berat kurasa
meninggalkan kasih yang kucinta
namun bagaimana lagi
semuanya harus kujalani

selamat tinggal
kudoakan kau selalu bahagia
hanya pesanku
jangan lupa kirimkan kabarmu

bila suatu hari
dia membuat kecewa di hati
batin ini takkan rela
mendengarmu hidup menderita

Rabu, 01 Desember 2010

Ketika Tangan Tuhan Bermain.

Di tahun 90an, Seorang pelajar dari pelosok Madura bernama Machfud, menyelesaikan SMA nya dengan nilai yang bagus, Iapun lulus SMPTN dengan pilihan Fakultas Ilmu Kelautan di Institut Pertanian Bogor. Ada tujuan yang ingin digapainya melalui pendidikan kelautan, bila selesai kuliah nanti Machfud ingin kembali kedesanya untuk mengangkat harkat hidup nelayan dikampungnya.

Berbekal duah buah baju, dua buah celana dan uang Rp 50 ribu rupiah yang itupun sumbangan dari kepala desa dan masyarakat setempat. Machfud berangkat menuju Bogor dengan menumpangi Truck yang membawa ikan Asin. Di setiap perhentian Machfud mencuci Truck itu, sebagai pengganti ongkos menaiki truk berisi ikan asin tsb.

Sesampainya di kota tujuan, Ketika ingin mendaftar di IPB, Machfud tak menyadari bahwa ada biaya masuk perguruan tinggi negeri sebesar 800 ribu rupiah namun Machfud bernasib baik. Staf adminstrasi IPB tidak langsung menolaknya tetapi melaporkan kasus ini kerektorat. Berita tentang machfudz yang tidak memiliki uang pendaftaran, namun namanya telah ada sebagai calon mahasiswa yang diterima di kampus ternama itu, terdengar di telinga seorang Alumni IPB bernama Didik.

Didik pun menghubungi seorang temannya seorang perempuan, mantan aktifis yang di masa itu masih bekerja di BPPT, Didik menceritakan tentang Machfud dan meminta teman itu mencarikan bantuan.
Dalam waktu singkat perempuan itu menelpun seorang koleganya dan koleganya tersebut meminta nomor rekening IPB, nama lengkap Machfud juga nomor pendaftarannya.

Dalam sekejab permasalahn biaya pendaftaran terselesaikan, namun wanita itu terkesima ketika Machfud menghadapnya untuk mengucapkan terimakasih, Machfud meminta uang tersebut di jadikan sebagai pinjaman bukan sumbangan yang akan dibayarnya setelah ia dapat bekerja.

Akan tetapi masalah lain belumlah usai, uang yang di bawanya sebesar lima puluh ribu tidak cukup untuk biaya kos dan makan hari hari. Machfud mengurungkan niatnya untuk mendapatkan rumah kos, Iapun mencari Masjid yang dapat disinggahinya untuk dapat tidur dimalam hari.
Dengan berbekal perjanjian sederhana dengan pengurus Masjid yaitu mengajar anak anak mengaji di sore hari di Masjid tersebut jadilah Masjid itu menjadi tempat tinggalnya selama kuliah.

Bila perkuliahan selesai, ia mengelilingi perumahan dosen IPB menawarkan bantuan untuk mencuci mobil, dengan kerja serabutannya Machfud mendapat tambahan untuk biaya hidup sehari hari.

Musibah seringkali datang dari pintu yang tidak kita ketahui, tiba tiba saja datangnya, demikian pula rezeki sering kali datang dari pintu yang tidak terduga. Tuhan memiliki banyak cara untuk menolong hambanya maupun memperingati hambanya.
Sebuah mobil tiba tiba tidak bisa dinyalakan mesinnya, dan Machfud yang berada didekat mobil tersebut tanpa meminta jasa dari pengemudinya membantu mendorong mobil tersebut hingga bisa di nyalakan kembali.

Pemilik mobil tersebut mengucapkan terimakasih dan bertanya dimana Machfud tinggal. Dalam percakapan singkat setelah mengetahui siapa orang yang menolongnya, pemilik mobil yang ternyata seorang perwira militer, memiliki rumah Kos untuk mahasiswa IPB yang kebetulan sedang tidak memiliki pengawas. Jadilah Machfud menempati rumah kos tersebut dengan gratis sambil bekerja mengawasi rumah yang ditempati para mahasiswa.

Dalam satu bulan sekali Machfud menyempatkan dirinya untuk berdialog dengan perempuan yang menolongnya sewaktu pertama memasuki kampusnya. Dia meminta wanita itu sebagai pembimbingnya untuk memberikan dia nasehat selama dalam proses perkuliahan.

Wanita itu menyarankan untuk Machfud bisa mengusai bahasa inggeris, satu bulan kemudian Machfud melapor bahwa dia tidak ikut les bahasa inggeris yang biayanya mahal dalam ukuran kantongnya, tapi dia mengikuti club bahasa inggeris yang di buat oleh para mahasiswa. Setiap bulan selalu saja ada progres dari mahasiswa yang berasal dari desa itu untuk meningkatkan kemampuan dirinya, bila bulan lalu dia ikut club bahasa maka bulan kemudian dia sudah mulai belajar menggeluti komputer yang caranya tentu saja dengan berbagai usaha yang tidak mudah.

Dalam kunjungan yang rutin sebulan sekali itu Machfud datang kali ini bukan saja untuk berbincang dan meminta nasehat dari seorang perempuan yang masih berstatus pegawai di BPPT, namun Machfud memilki niat lain. Machfud datang dengan senyum gembira dan berkata, "ibu, ijinkan saya hari ini melunasi hutang saya tiga tahun lalu."

Waktupun berlalu Machfudpun tidak terdengar beritanya lagi, ia tidak berambisi menjadi "seseorang" dikota besar, dia kembali kekampungnya bukan hanya dengan gelar sarjana ilmu kelautan tapi ia pulang dengan gelar S3 (Doktor bidang kelautan) , yang diabdikannya pengetahuannya itu untuk masyarakat di desanya.


( Di sarikan dari cerita seorang teman bernama Tatat Rachmita Utami.)

Air Mata Sepak Bola diatas Gerobak Sepeda Es Cendol.

Ketika Liga Indonesia masih bernama Liga Perserikatan dan masih amatir belum menjadi liga Profesional seperti saat ini, Kesebelasan yang mewakilinyapun seluruhnya masih mengatas namakan Pemda. Saya selalu menonton pertandingan terutama bila Persija yang bertanding. Berbekal uang seadanya kadang naik Bus dgn menumpang dan masuk stadion dengan meloncat pagar atau mengikuti bapak bapak yang ingin menonton agar bisa masuk dengan gratis.

Di Usia sepuluh atau sebelas tahun sekitar kelas 5 SD. Saya menikmati Iswadi Idris, Anjas Asmara, Andi Lala, Sutan Harhara. Roni Paslah, Yudo Hadianto, Sofian Hadi dll. di PSMS ada Nobon, dan Parlin Siagian. Sementara Persebaya di bintangi oleh Abdul Kadir dan Yakub Sihasale. dan Persija dimasa itu ber ulang kali menjuarai liga perserikatan ataupun PON.

Setiap selesai pertandingan kadang keluar pintu Senayan yang bercorak sama saya salah pintu keluar, hingga akhirnya tersasar kemana mana. Namun anehnya rasa takut hampir tidak ada semua terasa aman aman saja, tidak seperti saat sekarang, pertandingan sepak bola menjadi mencekam. Bus Mayasari Bakti, Merantama, Pelita Mas jaya adalah bus bus yang melewati jalur senen- senayan bila Bus itu tidak lewat karena kemalaman maka pulangpun berjalan kaki sampai kerumah.

Dan ada pula seorang teman setia, yaitu seorang tukang es cendol berasal dari Medan, setiap hari mangkal didepan rumah ibu saya. Bapak itu pendukung fanatik PSMS Medan, dia berjualan es Cendol dengan sepeda yang disebelahnya di jadikan gerobak agar dua buah tong besar dari alumunium bisa menempel di sepedanya.

Setiap hari dibabak penyisihan selalu ada dua pertandingan bila PSMS Medan dan Persija bertanding dihari yang sama maka pulangpun saya menumpang di grobak sepeda tukang Es Cendol itu. Kami tertawa tawa bersama sama dijalan karena ke dua team sama sama menang melawan team lainnya, Kadang bapak itu bernyanyi sambil berpantun irama melayu Deli yang isi pantunnya menghebatkan Nobon maupun Parlin Siagian dan pemain PSMS lainnya. sesekali dia menghibur saya dengan menyebut nama pemain Persija dalam isi pantunnya. Namun bila Persija menang melawan PSMS maka sepanjang jalan saya cuma berdiam saja khawatir diturunkan ditengah jalan.

Bertahun tahun setiap liga perserikatan di gelar saya menikmati suasana itu bersama sama Bapak setengah baya penjual Es Cendol yang namanya saya sudah lupa.
Sampai pada waktu pra Olimpiade yang di gelar di Senayan, PSSI melawan Korea Utara. Final pra Olimpiade berlangsung menegangkan, kedudukan dari babak pertama hingga perpanjangan waktu tetap kosong kosong, hingga akhirnya dilangsungkan adu Pinalti. Disaat masih sekitar kelas satu SMP saat itu, saya berdoa sepanjang pertandingan bila bola terambil ke kaki pemain PSSI maka sy bergumam Alhamdulillah bila Korea menyerang maka sy berulang ulang bergumam, "jangan kasih masuk ya Allah." seluruh badan keluar keringat dingin dan ketegangan semakin menjadi jadi.

Tibalah waktunya adu Pinalti. Seluruh doa untuk kemenangan Indonesia terucap sambil menutup mata bila pemain korea menendang bola dan berharap ketika membuka mata tembakannya tidak masuk. Sebaliknya berdoa sekuat kuatnya agar seluruh pemain PSSI dapat memasukkan bola ke gawang Korea Utara.
Akhirnya Indonesia gagal melewati babak akhir dari penyisihan Olimpiade, Risdianto dan anjas Asmara gagal memasukkan tendangan pinalti ke gawang korea Utara.

Jakarta mulai sepi, hari menjelang tengah malam, diatas gerobak sepeda di jalan raya Sudirman -Thamrin menuju senen, saya tak bisa menghentikan air mata. Dan Orang Medan tukang es Cendol itu dengan setengah teriak mengeluarkan kepegelan hatinya, berkata pada saya : "Nanti pada saat Kau sudah besar, Indonesia akan berjaya di Piala Dunia," Sayangnya harapan teman saya, bapak tukang es cendol itu (mungkin sdh almarhum sekarang) setelah lebih dari tiga puluh tahun belum juga terwujud.

Hangatnya Ramadhan.

Ketika masa masa awal berkeluarga dan anak anak masih relatif kecil, maka komunikasi antar keluarga selalunya tetap terjaga. Setiap hari ada banyak waktu bersama anak-anak, melihat kenakalan maupun kelucuan mereka. Jauh berbeda ketika anak anak itu beranjak dewasa. Waktu pertemuan mulai jauh berkurang berganti dengan berbagai kesibukan diluar rumah. Jam kuliah dengan Sistim Kredit Semester ( SKS ) tidak memiliki waktu yang baku. Belum lagi kesibukan organisasi dan tugas tugas rutin yang menyita waktu juga pergaulan bersama teman - teman yang tentunya juga mengambil waktu tersendiri.

Ada kehangatan ketika kebersamaan itu timbul kembali, ada komunikasi intensif yang tidak didapat dibulan bulan lainnya. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, mengembalikan sesuatu yang hilang yaitu waktu untuk bersama. Ada kebersamaan yang didahulukan. Pulang lebih cepat agar bisa berbuka puasa dirumah. Dilanjutkan dengan sholat taraweh berjamaah, makan sahur dan subuh berjamaah. Ada canda ria di sela sela sholat taraweh, ada berbagai pertanyaan seputar agama. Ada cerita tentang teman mereka, ada juga kritik satu sama lain tentang sifat sifat yang kurang berkenan.

Tiga anak laki laki yang beranjak dewasa memiliki keunikannya masing masing, dan si Ibu tentunya menjadi penguasa tunggal. tak ada pesaing tak ada perempuan lain kecuali dia. Maka otoritas mutlak "kerajaan" berada ditangannya. Bila BB selalu ditangan maka keluar ucapan, "Bulan puasa bukan baca BB melulu tapi baca Qur'an." bila satu orang tak terlihat di meja makan ketika sahur tiba, maka Intruksi yang ber ulang ulang segera terucap pada yang lainnya, agar si tukang tidur segera dibangunkan dari tidur nyenyaknya.

Dalam Sholat taraweh tugas Imampun berputar dari yang paling besar sampai yang paling kecil, berganti ganti setiap harinya, ada yang seperti supir Bus Metro Mini malas meenginjak Rem, membaca ayat Qur'an seperti menginjak pedal gas kuat kuat, tak ada titik maupun koma. Ada pula yang membaca satu surat diulang sampai tiga kali dalam sebelas rokaat, menunjukkan hafalan yang kurang atau memang sengaja agar hanya membaca surat surat pendek. Segala kekurangan itu menjadi bahan keritik dalam komunikasi yang hangat dan riang bukan omelan yang membosankan.

Dalam pada itu di setiap Ramadhan saya memiliki tempat sholat taraweh lain selain dirumah, tepatnya diseputar Rawamangun dirumah Ayah seorang teman. Selama sebulan penuh sholat taraweh berlangsung ,dimulainyapun agak sedikit malam sekitar jam 9 lalu dilanjutkan dengan membaca doa bersama. Sekitar lebih kurang tiga puluh orang setiap malamnya datang untuk sholat disana, merupakan media silaturahmi yang terkadang setahun penuh tidak bertemu kecuali dibulan Ramadhan. Ada diskusi agama ada diskusi politik yang sedang hangat di media, ada pula diskusi tentang bisnis. Semua serba rata tak ada posisi yang ditinggikan atau direndahkan, ada pemilik restoran terkenal di jakarta, ada pula yang relatif "dhuafa." Semua berdialog dan bercanda tanpa jurang pemisah apa lagi jarak ekonomi.

Bila dimasa Rasul, seorang sahabat tidak hadir di Masjid selama beberapa hari maka akan datang sahabat lainnya menjenguk, maka di forum taraweh itu bila dua hari berturut turut ada yang tidak hadir, maka esoknyapun telpun berdering dering menanyakan khabar, tentang kesehatan atau apapun yang intinya mengapa tidak hadir ? Ada kehangatan silaturahmi yang terjalin dengan apiknya.

Yang berbeda adalah kehadiran anggotanya, bila tahun kemarin si fulan masih aktif sholat taraweh maka ditahun ini beliau sudah tak ada karena sudah kembali pada sang Khalik. tak jarang bila kebiasaan duduk disatu posisi maka ketika posisi itu diduki oleh teman lainnya, sering keluar pernyataan.... "cepetan buat surat wasiat" si fulan dulu selalu duduknya disitu, siapa tau ente yang menyusul.:-)

Hidup adalah menunggu waktu, dan Ramadhan merupakan hadiah dari Allah untuk mengumpulkan bekal sebanyak banyaknya. Semoga berkah Ramadhan tetap terjaga menjadi keberkahan selamanya. Agar ketika "waktu" itu datang kitapun siap menjemputnya.

Untuk Anak Ku.

UNTUK ANAK KU.



( Surat dari Ibu dan Ayah)

(Unknown)

Translate by Anggi Mariyam.



Anakku ... saat aku tua nanti, aku berharap kamu mengerti dan bersabar menghadapiku ... saat tanpa sengaja memecahkan piring atau menumpahkan sup karena mataku yang sudah kabur ... aku harap kamu tidak menghardikku ... krn orang tua cenderung sensitif

aku seperti mengasihani diriku sendiri saat engkau berteriak karena pendengaranku yang mulai buruk dan tidak mendengar apa yang kau katakan.... Aku harap engkau mau mengulanginya atau menuliskannya anakku

Aku semakin tua dan lututku semakin lemah. Aku harap kau bersabar untuk membimbingku, sama seperti saat kau kecil ketika engkau belajar berjalan .....

Pahamilah aku yang selalu merasa seperti benda yang rusak ... aku berharap cobalah untuk mendengarkanku ... jangan mengolok-olokanku dan merasa muak mendengarkanku. Kamu ingat saat kamu kecil dan menginginkan balon? kamu terus merengek sampai kamu mendapatkannya. Juga pahamilah bau tubuhku sebagai orang yang sudah tua ... jangan paksa aku untuk segera membersihkan diri. Badanku lemah ... orang tua rentan sakit saat mereka kedinginan ... aku berharap engkau tidak merasa jijik....

Apakah kamu ingat waktu kamu kecil? aku harus mengejar ngejarmu karena kamu tidak mau mandi .... aku harap engkau juga bersabar seandainya aku menyusahkan karena ke-uzuranku. Kaupun akan merasakannya saat kau tua nanti.... Seandainya kamu punya waktu .. aku berharap engkau menyempatkan waktumu untuk berbincang bincang walau hanya beberapa menit karena tidak ada yang mengajakku berbicara. Aku sadar engkau orang yag sibuk dengan pekerjaanmu .... walaupun engkau tidak tertarik dengan ceritaku .. aku mohon sempatkanlah waktumu untukku ...

Apakah kau masih ingat saat kau kecil? aku selalu siap mendengarkan ceritamu tentang boneka teddy bearmu ... bila tiba masanya aku mulai sakit-sakitan dan harus berbaring di tempat tidur ... aku berharap engkau bersabar untuk merawatku ...

Maafkan bila aku tanpa sadar membasahi tempat tidur atau membuatnya berantakan ... sabarlah kau menghadapi di sisa sisa hidupku ... dan saat tiba datang kematianku ... aku berharap engkau genggam tanganku dan memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapi kematianku ...Jangan khawatir ... saat aku bertemu dengan penciptaku ... aku akan bisikkan ditelinganya bahwa engkau sangat mencintai dan peduli dengan ayah dan ibumu ...



Dengan segenap cinta Ayah dan Ibu.