Senin, 15 Mei 2006

Islam dan Mistikisme TV.

Indo Pos.

Maraknya sinetron mistiki di berbagai stasiun televisi tanah air belakangan ini, mengingatkan pada kisah paradoksal antara si Karma dan si Sholeh, yang bagi generasi yang lahir di tahun 1960-an, amat populer dan amat mempengaruhi pemikiran anak-anak. Cerita yang dimuat di majalah anak-anak tersebut, menampilkan karakter si Karma yang jahat, dan akibatnya ia digambarkan masuk neraka, sementara si Sholeh yang berperilaku baik masuk surga.

Cerita tersebut sebenarnya sederhana, namun karena digambarkan dengan visualisasi yang dramatis tentang neraka bagi si Karma, maka bahkan sampai saat ini bagi sebagian orang yang membaca cerita itu, meninggalkan kesan kuat, bahwa siksa api neraka itu demikian pedihnya. Cerita tersebut setidaknya ”telah berhasil” membangun kesadaran bahwa perbuatan baik dan jahat akan mengalami balasan di akherat kelak. Dengan pendekatan yang tepat untuk konsumsi anak anak, majalah tersebut, ”berhasil” membangun kesadaran dan memberi pesan kuat pada alam bawah sadar anak-anak, dan terus melekat pada ingatan mereka hingga dewasa.

Hakekat Agama
Ilustrasi tentang si Karma dan si Sholeh di atas, merupakan ungkapan paling mudah dicerna oleh, khususnya anak-anak, bahwa memang agama pada hakekatnya memberikan pesan penting untuk melakukan perbuatan baik pada pemeluknya. Dalam konsep agama samawi dikenal konsepsi neraka, yang merupakan sanksi pada manusia dalam menjalankan kehidupan keduniaan, dan balasannya setelah kematian akibat perbuatan dosa yang dilakukan. Sebaliknya juga ada konsepsi surga, yang merupakan harapan bagi kehidupan di akherat sebagai balasan dari perbuatan baik yang dilakukan.

Sisi lain bila kita menelisik dalam konsepsi Islam, maka Islam tidak hanya mengatur perbuatan baik dan buruk, tapi juga memberikan bukti-bukti ilmiah keberadaan Allah. Al qur’an juga memberikan ruang untuk pada konsepsi-konsepsi yang rasional. Pendekatan rasional ilmiah yang menempatkan akal manusia sebagai salah satu unsur penting, merupakan salah satu pendekatan utama dalam memahami konsep Islam.

Menempatkan Islam sebagai agama yang rasional adalah suatu pemahaman yang dimahfumi oleh semua pemeluknya. Bahkan seringkali Al qur’an mengingatkan manusia untuk berfikir, afala ta’kilun, afala tafakarun, dan seterusnya. Oleh karena itu, pemahaman mistik dalam Islam seringkali dianggap sesuatu yang salah, karena bertentangan dengan akal manusia, walaupun Islam tidak sepenuhnya melarang. Ruang alam ghaib sebagian juga terbuka untuk dipelajari pemeluknya seperti, keberadaan, sifat, dan perilaku dari malaikat maupun Jin. Konteks alam ghaib, dengan demikian, dimaksudkan lebih memberikan pemahaman akan adanya mahluk lain selain manusia, yang juga diciptakan oleh sang Khlalik

Selera Pasar
Dalam konteks pemikiran di atas maka, membanjirnya sinetron televisi yang banyak menyuguhkan ke-ghaib-an berupa misalnya siksa kubur, maupun penderitaan manusia yang berkelakuan jahat diakhir hayatnya, telah memberikan kesan seolah-olah Islam adalah agama yang dipenuhi oleh pemahaman mistik (an sich). Sinetron mistikisme tersebut, memang dipenuhi oleh nasehat-nasehat agar manusia (pemirsa televisi sekalian) untuk berbuat baik. Tetapi, dalam perkembangannya, tidak dapat dilepaskan dari konteks ”persaingan komersial”, sehingga, akibatnya yang mengedepan adalah suguhan adegan-demi adegan yang over valued, karena terlampau didramatisasi.

Kecendrungan untuk berpegang pada selera pasar yang tidak lagi mengedepankan rasio manusia, terutama kalangan pemeluk agama ini, bagaimanapun telah menunjukkan adanya ”perilaku yang salah” baik oleh penulis skenario, produser, maupun media televisi itu sendiri. Mengapa demikian? Karena mereka sengaja memproduksinya, tanpa menyaring kelayakannya sebagai sebuah suguhan. Contoh semacam ini sangatlah banyak, seperti tangan yang keluar dari kuburan, ular besar yang menyerang mayit, jenazah yang tidak bisa dikuburkan dan terbakar habis di sisi kuburan. Visualisasi semacam ini bukan hanya tidak masuk akal, namun juga menjadi teror bagi anak-anak yang menontonnya.

Dakwah yang Rasional
Sinetron yang bertujuan dakwah sebenarnya sangat penting, terutama di tengah degradasi moral masyarakat yang semakin memurukkan, baik dari akidah maupun akhlak dalam segala dimensinya. Namun demikian, kecendrungan ini haruslah memberi pemahaman yang benar terhadap Islam, bukan sekedar menyuguhkan tayangan yang ”membangun ketakutan pada manusia” dan Islam seolah-olah merupakan suatu agama yang dipenuhi oleh misteri dan mistik.

Dominannya suguhan mistik yang secara verbal divisualisai dalam tayangan layar kaca, secara langsung maupun tidak membawa umat pada pemahaman yang terbelakang, dan mengarah pada pembodohan akal sehat manusia. Di masyarakat serba permisif seperti ini, sebuah tayangan bersifat dakwah, seringkali menjadi acuan bagi para pemirsanya untuk menerima secara bulat apa yang dilihatnya. Apalagi, dalam berbagai tayangan seperti itu, selalu terdapat figur seorang ustadz yang solah-olah amat memahami Islam, dan otomatis akan memberi pembenaran pada pemirsa, bahwa hal-hal demikian memang intisari dalam ajaran Islam. Pendekatan ini tentunya tidak mengena, dan justru berdampak negatif pada citra Islam itu sendiri.

Memahami Al qur’an (Islam) seharusnya bukan dengan ketakutan, tapi dengan ketaatan melalui kesadaran pikiran maupun hati, sekaligus pemahaman yang total terhadap pentingnya agama untuk membimbing manusia dalam kehidupan keduniaan. Allah SWT sang Khaliq raja dari segala alam raya ini, bukanlah untuk ditakuti oleh pemeluknya, tapi untuk dicintai. Keesaan Allah yang tertuang dalam Al qur’an memberi makna bahwa manusia diberikan kebebasan untuk memilih, apakah menerima atau menolak keberadaan sang pencipta, dengan berbagai konsekuensi logisnya. Kebebasan memilih ini pun relevan dengan rasionalitas manusia, yang dapat berkehendak melalui pikirannya. Ketataatan melalui pemahaman pikiran inilah, yang seharusnya menjadi acuan oleh segenap juru dakwah baik dakwah lisan, tulisan, maupun visual.

Ketakutan pada neraka dan keinginan untuk masuk surga, seringkali menjadi acuan dakwah. Hal ini juga telah mendasari penulis skenario untuk menunjukkan hukuman Allah pada makhluknya. Walaupun cara berpikir seperti ini ”tidak menyalahi aturan”, namun bukanlah hakekat yang paling tinggi nilainya. Karena nilai tertinggi manusia Islam dalam beribadah adalah untuk mendapat ridho Allah SWT, bukan sekedar surga yang memang ciptaan-Nya jua.

Berbagai kasus yang menunjukkan hukuman Allah dan dilihat oleh manusia sekitarnya dapat saja terjadi, terutama pada manusia yang dalam hidupnya berkelakuan tak manusiawi dan menyengsarakan orang lain. Tak jarang hukuman ini mengena di akhir hayatnya. Akan tetapi visualisasi yang terus-menerus akan memberikan dampak lain bagi masyarakat.

Seorang anak manusia yang meninggal dalam keadaan sakit lever, maka hal yang wajar bila wajahnya mengalami kehitaman, dan hal demikian secara ilmiah oleh ilmu kedokteran dapat dipahami sebagai efek dari penyakit hati tersebut. Namun, mungkin saja tidak demikian bagi tetangga atau kerabat yang sempat melihat jenazah tersebut. Akibat tayangan sinetron yang mendramatisir kematian sedemikian rupa, maka kematian dengan wajah demikian, ironisnya, dianggap sebagai hukuman Allah atas perilakunya di dunia. Situasi demikian tentunya memberikan citra tertentu pada keluarga yang ditinggalkan dan kelak akan mencari-cari apa kesalahan anggota keluarganya itu, hingga mengalami hal demikian.

Demikian pula bagi manusia yang mengidap penyakit kanker, seringkali di akhir hayatnya mengalami kesakitan yang luar biasa, dan sekali lagi dalam dunia medis situasi itu adalah hal yang sangat normal. Namun, tidak demikian bagi kerabat yang yang mengalaminya. Dampak ikutan seperti ini, tentunya juga perlu dipikirkan matang matang oleh para sineas kita.

Sudah waktunya bagi para sineas maupun da’i yang ingin mengembangkan dakwah lewat audio visual, untuk memberikan pemahaman yang lebih rasional, mendidik, dan memberi kesadaran kemanusiaan baik hati maupun pikiran, tanpa mengabaikan nilai ekonomis produsernya. Wallahua’lam

Rabu, 04 Januari 2006

Bullshitnya Abdul Moqsith Ghazali:!!!

.
Asww Daeng Ichan terimakasih banyak udah mengirim artikelnya Moqshit yg ia tulis dikoran tempo. saya membaca artikel itu dan ingin sedikit memberi penjelasan apa dan bagaimana cerita sebenarnya yg terjadi dalam kasus Lia Aminudin atau Lia Eden. Tidak seperti yang dikatakan Moqsith itu yg menulis tanpa data dan cenderung memfitnah MUI, sekaligus saya ingin memberi penjelasan dari kesimpulan berbagai kalangan yang salah kaprah diluar kenyataan yang sebenarnya.

Dalam alinea pertama Moqsith sudah prejudice lebih dulu dengan mengatakan rumah Lia Aminudin yang berada di jalan Mahoni nomor 30, dikepung oleh sebagian masyarakat. Saya ingin bertanya pada Moqshit dari mana dia dapat kesimpulan semacam itu..? Apakah dia ada dilokasi atau dia mengambil kesimpulan sendiri, karena kami warga dijalan Mahoni tahu persis tidak ada yang namanya pengepungan tidak ada sikap sikap anarkis thd (Tante Lia) kami biasa memanggil beliau dengan sebutan tante Lia. Sudah bertahun tahun kami tinggal berdampingan tanpa ada rasa saling memusuhi apa lagi melakukan pengepungan. Keramaian dijalan Mahoni kami pantau bukan hanya dari hari kehari tapi menit permenit karena diantara kami sebagai warga baik islam, kristen, hindu, maupun Budha, akan menjaga lingkungan ini tanpa ada intervensi dari manapun. Baik FPI maupun FBR atau apapun namanya. dari awal kami akan menyelesaikan masalah ini dengan sebaik baiknya penyelesaian.

Dan masalah Lia Aminudin bukanlah akibat dari fatwa MUI, Saya katakan sekali lagi pada saudara Moqsith yang SOK PINTAR itu masalah Lia Aminudin BUKANLAH AKIBAT DARI FATWA MUI. (bila sdr Moqsith mau lebih jelas, saya bisa ajak dari mulai ketua RW, RT, Kepala Lingkungan, sampai masyarakat disini utk memberikan penjelasan pada sdr Moqshith agar tidak semaunya memfitnah MASYARAKAT yang katanya MENGEPUNG, juga fitnahnya mengatakan Fatwa MUI sbg alat penyerbuan.

Keramaian dijalan Mahoni yg dikatakan Moqsith sbg pengepungan adalah karena banyaknya wartawan yang meliput terutama media TV, dari hari kehari bila ada wartawan televisi datang meliput maka warga terutama anak anak dan ibu ibu mereka keluar rumah menontonnya, dan bila wartawan dari media TV pergi maka jalan dimahoni kembali lengang. Kecuali beberapa personil polisi yang memang kami minta membantu menjaga lingkungan, bahkan dihari evakuasi Tante Lia dan pengikutnya, masyarakat yang paling banyak ada disana adalah kaum Ibu dan anak anak, dan jumlahnya tidak sampai ribuan seperti yang dikatakan dalam sebuah media cetak, jumlah 700 orang pun terlalu banyak, dan berita penimpukan yang dilansir Pos Kota adalah tidak benar, penimpukan itu tidak ada sama sekali cuma ada dua orang anak kecil yang menimpuk nimpuk mobil polisi yang dilapis kawat.

Oleh karena setiap ada liputan media dan warga selalu mengerubungi, maka untuk menjaga hal hal yang tidak dinginkan. Kami mengambil kebijakan wartawan dilarang meliput atau masuk jalan itu di malam hari. Seorang wartawan dari TV 7 yang ditugaskan meliput malam, hanya bisa mengambil gambar dari ujung jalan karena tidak diperbolehkan masuk, namun setelah dia menjelaskan mendapat tugas utk meliput keadaan dimalam hari maka saya mengijinkan nya dengan catatan lampu kamera harus mati.

Tidak ada yang namanya pengepungan yang ada hanya warga menonton pelaksanaan evakuasi, kalau anda ingin ngetes, panggil aja satu media tv bawa kekampung anda saya yakin warga akan ramai ramai keluar rumah melihat wartawan itu bekerja, paling tidak ada keinginan dari warga untuk wajahnya disorot kamera. Sama seperti tuan Moqsith yang selalu ingin tampil mengomentari walaupun gak ngerti masalah.

Saya bersama RW, RT, Lurah, dan beberapa warga ada disitu memantau entah ada dimana yang namanya Moqsith, mungkin dimana jalan Mahoni itu adanya dia tidak tahu tapi menulis dan berkesimpulan dengan gagahnya seenak udel.

Yang kedua dari mana Moqsith menarik kesimpulan kasus ini akibat dari fatwa MUI, Fatwa MUI dikeluarkan terhadap kelompok ini tahun 1997, sudah 8 tahun sejak fatwa MUI dikeluarkan tidak pernah sekalipun warga disini melakukan provokasi untuk mengusir kegiatan kelompok SALAMULLAH yang kini berubah menjafdi GOD`S KINGDOM (Tahta Suci Kerajaan Tuhan) dan komunitasnya bernama EDEN.

Warga tidak mengusir mereka, juga tidak memusuhinya semua berjalan masing masing sesuai dengan keyakinannya. Perlu anda ketahui didepan jalan Mahoni ada Masjid bernama Darussalam dan diujung jalannya ada Gereja, yang tiap minggu aktif melakukan kebaktian dan tepat didepan gereja adalah rumah Lia Aminudin. Ketua RW 08 beragama Islam dan ketua RT 05 beragama Kristen. dirumah tetangga saya ada kebaktian, dirumah saya ada pengajian dan tempat parkir kami atur bersama agar tidak menghalangi jalan, bahkan halaman rumah saya dan warga lainnya seringkali dipakai parkir untuk masyarakat yang kegereja. (kami jauh lebih toleran dari pada tuan Moqsith, kami jauh lebih menghargai pluralisme yang digembar gemborkan itu dari pada pengasongnya yang cuma bicara dan menulis pluralisme tapi mampu memfitnah semaunya terhadap orang lain tanpa meneliti lebih dulu.

Kronoligis kasus Lia Eden.

Keresahan warga terhadap kegiatan kelompok Eden, baru terjadi dua bulan belakangan ini, berawal dari ibu ibu pengajian dijalan Mahoni yang merasa resah karena sering didatangi dan dikirimi borosur oleh pengikut Lia Aminudin. Kadang kadang mengirim kue yg oleh warga umumnya dibuang, dan terkadang memberi Obat yang katanya dari Tuhan. sebelumnya Lia Aminudin juga menggali sumur didalam rumahnya yang katanya terhubung dengan air Zamzam dan bisa mengobati segala penyakit( kami tahu persis kualitas air didaerah sini sangat buruk terasa asin dan mengandung garam dikarenakan abrasi air laut).

Dan dibulan ini juga Lia Aminudin tanpa Izin Pemda membangun tiang tiang didepan rumahnya menyerupai Pure, dan menempatkan kaca patri ditingkat atas rumahnya menghadap kejalan dengan tulisan GOD`S KINGDOM. Lia juga bersama kelompoknya berbaju putih putih (pakaian ihrom) melakukan pawai berjalan kaki melewati jalan mahoni lalu melewati jalan Rasamala, dan memutar untuk menghindari daerah itu yang
katanya akan terkena musibah.

Para ibu ibu mulai merasa khawatir karena sebelum sebelumnya kelompok ini tidak mencoba mempengaruhi warga, selama ini tidak ada satupun warga disini yang menjadi pengikutnya kebanyakan dari mereka datang dari daerah lain. Bahkan anak laki laki dari tante Lia sendiri tidak sefaham dengan ibunya, tapi kelompok itu belakangan ini mulai aktif mempengaruhi warga, dan tepat pada tanggal 10 Desember Metro TV menayangkan acara " Unsolved Cases 2005" yang menyoroti kegiatan keagamaan LIA EDEN. Tayangan Metro inilah Faktor Pemicu sebenarnya bukan fatwa MUI sebagaimana dikatakan Moqsith.

Beberapa Ibu meminta melalui istri saya untuk saya dan beberapa warga disini mengambil kebijakkan thd aktifitas dirumah jalan Mahoni nomor 30, tak lama kemudian beberapa anak muda bernama Iwan, yeyen dan lainnya datang kerumah saya membicarakan tayangan Metro TV dan keresahan Warga thd aktifitas Lia Aminudin, disamping itu ada keluhan dari para orang tua dari daerah lain yang anaknya menjadi pengikut Lia kepada ketua RW disini.

Anak anak muda itu berinisiatif untuk mengumpulkan tanda tangan dari seluruh warga Mahoni, pengumpulan tanda tangan ini bukan hanya ditanda tangani oleh kalangan muslim, tapi juga oleh kalangan yang beragama Kristen termasuk ketua RT. Sampai disini saya ingin bertanya kembali pada saudara Moqsith apa korelasi Fatwa MUI dengan warga yang beragama Kristen apakah mereka menanda tangani karena Fatwa MUI..?.

Saya orang terakhir di jalan ini (rumah saya berjarak 4 rumah dari rumah Lia Aminudin,) yang menanda tangani pernyataan warga. Dalam kesepakatan selanjutnya bersama warga kami tidak meminta Lia untuk diusir dari rumahnya, warga hanya meminta untuk dia menghentikan aktifitasnya didaerah ini yang sudah mulai meresahkan. Dan fatwa MUI tidak dibahas dalam forum itu karena tidak ada relevansinya, sebahagian besar warga disini orang chines dan sebahagian dari Menado dan Batak beragama Kristen, apa relevansinya membicarakan fatwa MUI dihadapan tetangga kami yang beragama lain itu, namun mereka sepakat karena memang mulai meresahkan.

Pengumpulan tanda tangan ini terdengar oleh warga di RT lain lalu disambut oleh seluruh warga RW 08 untuk melakukan hal yang sama, dan kami tetap mengatakan bahwa mereka boleh terlibat melakukan tanda tangan tapi tidak boleh ada kegiatan apapun dari masyarakat setempat untuk mendekati rumah nomor 30. Tidak boleh ada tindakan anarkhis, siang malam kami menjaga rumah itu dari masyarakat sekitar dan Alhamdulillah tidak ada keanehan apapun, keadaan tetap terkendali dan berlangsung normal normal saja. Pada saat surat kami sampaikan pada lurah Bungur warga bersepakat masalah ini hanya ditangani oleh Lurah Bungur, Camat Senen, dan Kapolres Jakarta Pusat. Warga bersifat hanya membantu bila diperlukan disamping menjaga keamanan dari fihak fihak luar yang mungkin akan membuat keruh keadaan.

Namun entah bagaimana surat warga kepada lurah tercium oleh kalangan Pers dan mulailah pers membuat liputan. Setiap media TV datang warga terutama yang berada didalam gang gang keluar utk melihat, dan pers mulai mewancarai warga satu persatu, dan warga berkrumun didepan rumah tante Lia, pada saat pers pergi wargapun bubar kembali. Semakin hari media semakin aktif krew TPI pergi, krew dari SCTV datang meliput, lalu AN TV, dua media ini selesai maka media lain Metro TV, Lativi, muncul dan kerumunan pun makin sering terjadi dan semakin lama berlangsungnya. kerumuman hanyalah kerumunan dan hanyalah ibu2 bukan presure thd kelompok ini.

Warga hanya menonton dan senang ada tetangganya diwawancara dan masuk media TV, sama seperti orang orang intelektual yang gak ngerti masalah tapi suka komentarnya dimuat dimedia.

Lalu tiba tiba tanpa koordinasi ada famplet dari pengurus Masjid meranti yang saya tahu anak anak mudanya aktif melakukan pengajian (semua anak saya bersekolah disitu SD/SMP Islam Meranti), dan Masjid itu letaknya diluar daerah Mahoni, famplet itu berisi undangan tabligh Akbar berthema JIBRIL PALSU, Tablig itu akan diadakan pada tanggal 31 Desember Ba,da Magrib, melaui Hendrik Kepala lingkungan didaerah ini. Saya bersama warga menyatakan kami sangat berkeberatan dengan rencana Tabligh itu, karena selesai tabligh massa akan sulit dikendalikan dan terlebih lagi didepan rumah Lia Aminudin ada Gereja yang cukup besar siapa bertanggung jawab bila terjadi penyerangan massa.

Berarti menjadi dua tempat yang harus kami jaga satu rumah Lia Aminudin dan satu lagi Gereja yang terletak persis didepannya, melalui diskusi akhirnya disepakati ustadz yg berbicara hanya bicara masalah agama tidak boleh ada provokasi. Untuk meredam massa saya diminta untuk berbicara di forum itu dan disesion terakhir, dan personil polisipun kami minta lebih banyak dari yang biasanya, Tabligh itu atas inisiatif masyarakat diluar Mahoni, dan warga sendiri tidak mememerlukan kegiatan seperti itu dalam kondisi seperti ini. Karena bila itu diperlukan tempatnya bukanlah di Meranti yang terletak agak jauh tetapi di Masjid Darussalam yang hanya berjarak puluhan meter dari kediaman Lia Eden, dan kalaupun kami mau penceramah yang jauh lebih dikenal seperti Habib Riziek atau fauzhan Anshori akan sangat mudah kami hubungi tapi untuk apa, karena bukan itu tujuannya. Jadi jauh dari prasangkanya Moqsith yang menyatakan krimalisasi komunitas Eden. Warga disini memiliki kesadaran penuh dan jauh dari kriminalitas, tapi cara Moqsith menyimpulkan lah yang bisa dikatakan kriminalisasi karena sangat inusuatif dan menjastifikasi situasi sesuai dengan kemauannya bukan pada fakta yang ada.

Dan saya ingin menunjukkan siapakah yang sebenarnya bersikap kriminal, dibawah ini adalah cuplikan dari suratnya Lia Eden.

.........Demi Tuhan yang maha esa dan takkan mengabaikan aku dan kerajaan-nya dan yang akan melindungi komunitas Eden dengan kesaktiannya, akulah Ruhul Kudus yang tersakti dan akan melibatkan kekuatan ghaibku untuk menghalangimu. Akulah Jibril yang sejati dan aku akan menghakimimu sesuai dengan pasal hukum Allah........

....... Jangan kau teruskan niatmu atau aku akan mencabut nyawamu......

Itu adalah bagian dari surat Lia Eden kepada pengurus Masjid Meranti, apa pendapat anda pak Moqshit pada orang yang mengancam mencabut nyawa orang lain.
Dalam suratnya yang lain LIA EDEN memberikan lagi selebaran dan menjadi daya tolak warga mengkristal dan muncul keinginan untuk tidak hanya menghentikan aktifitasnya tapi juga meminta kelompok itu tidak ada lagi didaerah sini. surat itu berjudul. MAKLUMAT RUHUL KUDUS PERIHAL KERESMIAN KERAJAAN TUHAN.
dibawahnya diberi judul ATAS NAMA ALLAH YANG MAHA MERESTUI KERAJAAN NYA.
isi dari surat itu, tertulis seperti ini:

".............untuk menjawab keyakinan nabi Muhammadlah nabi terakhir dan tak ada lagi nabi setelahnya, adalah nabi dari kalangan manusia takkan sanggup memperbaiki keadaan yang terlalu rumit dan sangat berat didunia. Dan masyarakat didunia pada saat ini , berbangsa bangsa dan semuanya telah tinggi peradabannya, ilmu pengetahuan sangat maju, tekhnologipun sangat canggih, kebanggaan atas bangsa masing masing dan agama masing masing di setiap bangsa menjadikan tak seorang nabi pun sanggup mengatasi segala bentuk kekejaman, kejahatan dan permusuhan serta peperangan yang melanda semua bangsa dan negaranya. Maka akulah Ruhul Kudus yang menjabat sebagai Rasul Allah dan Hakim Nya................"

Surat ini dikirim keseluruh warga, dan bagaimana sikap warga muslim pada umumnya didaerah ini yang sebahagian besar tidak bersekolah tinggi, sebahagian hanya mengenal islam dari ustadznya, bukan dari buku buku yang mengajarkan tentang perbedaan dalam islam yang seperti saudara Moqsith baca, kami bekerja kami meredamkan, kami melakukan penerangan dan memberi rasa keprihatinan pada tante lia yang merupakan tetangga kami puluhan tahun, dan tuan Moqsith menulis " ini sebentuk tafsir kriminalisasi yang biasanya diarahkan buat kelompok yang bukan arus utama dan tidak memiliki power kekuasaan......." Tafsir kriminalisasi apa tuan Moqshith....? ada atau tidak fatwa MUI masyarakat muslim yang terbatas bacaannya pasti marah menerima maklumat seperti itu, masyarakat muslim teringat pencabutan nyawa kiayi didaerah jawa dan kali ini Lia Mengancam akan mencabut nyawa para ustadz, namun teredam dengan baik. Tetap tak ada tindakan anarkhis, dan saudara Moqsihsit menulis ' Rumah Lia
Aminudin........ DI KEPUNG......." dikepung....? (Jidad Meledak!!!!!!)

Evakuasi terhadap komunitas Eden terjadi pada hari kamis tanggal 29 Des jam 5 sore dua hari sebelum Tabligh Akbar. Setelah surat kontroversial yang dilayangkan oleh Kerajaan Tuhan itu, evakuasi bukan dari ancaman warga tapi akibat surat Lia yang dinilai Polisi, Lurah dan Camat setempat mengkhawatirkan. Dan dapat menimbulkan respon balik bukan dari masyarakat sekitar tapi masyarakat diluar sini, pada pertemuan dikantor Walikota. Lurah, Camat dan Walikota sangat berterimakasih pada warga yang telah bekerja sama dengan baik tak ada satu tubuh yang berdarah, tak ada kepala yang bocor. Cuma menjadi pertanyaan bagi saya apa maunya seorang intelektual bernama Abdul Moqsith Ghazali menulis artikel inusuatif seperti itu, apakah kasus seperti ini dapat dibuat untuk menjual diri pada lembaga lain whualllah whua,lam....

Sekali lagi terimakasih kepada pak Ichan yang telah memforward artikel dari Moqsiht yang bulshit itu, dan saya dapat memberi penjelasan dalam forum kahmi yang mulia ini, semoga tuan Moqshit dapat membaca penjelasan ini dan tidak lagi semaunya membuat kesimpulan dan menulisnya di surat khabar, janganlah masyarakat yang sudah stress ini diracuni pula dengan fitnah tak bertanggung jawab apa lagi dari kaum yang menyatakan diri pembaharu dan liberal yang relatif intelektual.