Jumat, 13 Desember 2013

Mereka Para Pejuang RS Indonesia di Ghaza.

dr Joserizal Jurnalis. Saya tidak perlu bercerita siapa orang ini, namun dalam perjalanan kehidupan, saya bersukur mengenal dan berkawan baik dgn orang spt dr Joserizal Jurnalis. Tidak selamanya satu pendapat tapi kalau saya memberi predikat Jendral maka dialah Jendral seasli aslinya.


Luly Larissa Agiel bukan pejuang perang tak ada sedikitpun dalam penampilannya menunjukkan sikap keras, selalunya berbicara dgn nada halus, simpatik dan menghargai setiap orang yg ditemuinya, tak gemar bicara di FB seolah - olah pejuang paling hebat sambil mencaci orang lain. Namun ketika ingin bepergian ke luar negri dia tak memilih Perancis tak memilih Eropa dgn segala eksotisnya, dia memilih Ghaza. sebuah negri yg menyita waktu hari2nya melangkah, bertujuan untuk berdirnya RS Indonesia. Dia ingin melihat dgn mata kepalanya sendiri Proyek mimpi itu kini nyata adanya, proyek mimpi itu terealisasi. Dan ketika kembali pulang, anak2 Ghaza mengirim foto untuk Luly bertuliskan.: Rindu senyuman mama Luly.

Rumah Sakit Indonesia di Ghaza, Proyek mimpi yang menjadi nyata, bukan membangun di daerah damai bukan membangun dgn dana yang sdh ada dan dapat bantuan pemerintah. Semuanya serba dicari tanpa satu rupiahpun dana pemerintah semua adalah sumbangan rakyat Indonesia.

Ir Faried Thalib, bukan agamawan, secara sosial kehidupannya telah selesai, makmur secara ekonomi, punya perusahaan dgn berbagai proyek, bila ingin hidup gampang, cukup bayar zakat dan membantu orang lain yg memerlukan pertolongan maka nama baik didapat dan persoalan selesai. Tapi dia memilih jalan yg terjal. Bulak balik ke Ghaza sbg Kordinator Tekhnik Pembangunan RS Indonesia. berminggu minggu tertahan di perbatasan Mesir dan Ghaza, tak pernah mengeluh apa lagi berhenti memperjuangkan mimpinya. Dia tdk membuat buku yg melist orang lain atau lembaga2 lain dgn catatan hitam, dgn penelitian yg serampangan. Faried hanya bekerja, menghibahkan tenaganya, pikirannya, hartanya juga hidupnya (nyawanya) untuk banyak orang,

Nurfitri Taher (MER C) Relawan kapal Mavi Marmara, dia ditangkap dan diborgol setelah bbrp temannya tewas tertembus peluru zionis Israel, ketika berada dalam barisan tawanan, Nurfitri bukannya menangis. Bukan tertunduk dgn rasa takut melainkan dia bernyanyi didepan para tentara Israel itu. Dia tunjukkan dirinya tidak memiliki ketakutan sedikitpun didepan moncong senjata yang mengarah pada dirinya. Nurfitri Taher (Upi), hanya wanita biasa dgn nyali yg luar biasa, bahkan sering kali bercerita hal2 yang lucu bila dalam rapat di yayasan tapi konsistensi sikapnya tak gentar didepan tentara Israel bahkan untuk kehilangan nyawa sekalipun.