Selasa, 28 Desember 2010

Sebuah tempat untuk datang dan pergi.

ketika sekelompok orang menjalani pertemanan sekian tahun lamanya maka biasanya kelompok itu memiliki tempat khusus untuk mereka biasanya berkumpul, bercerita tentang Bisnis, atau sekedar bersenda gurau melepaskan stress dari pekerjaan yang mereka geluti sehari hari.


Sebuah tempat di bilangan Pancoran di Jakarta Selatan yang selalunya sepi dari pengunjung dengan menu makanan indonesian food dan western food beserta sebuah keyboard menjadi pilihan menarik untuk menjadi tempat kongkow. Tidak terlalu ramai bahkan terkesan sepi dan tidak pula terlalu jauh. Ada kesempatan untuk menyalurkan bakat menyanyi dari pengunjung disertai pengiring yang kadang andal kadang hanya biasa biasa saja. Umumnya tempat ini menjadi meriah karena ulah tamunya.

Pelayan dan pemain musik menjadi akrab karena menjadi saling mengenal dengan tamu yang umumnya menjadi pelanggan setia.


Entah bagaimana kelompok yang tidak sampai sepuluh orang ini, didalamnya terdapat lebih dari separuhnya penyanyi andal, Ada Juara Vocal Group Seindonesia sewaktu SMA, ada penyanyi Band beneran yang telah pensiun dari kegiatannya dan ada pula yang sekedar Hobby namun suaranya tak kalah hebat dari penyanyi profesional pada umumnya.


Dan ketika teman yang menghabiskan hidupnya tinggal diluar negeri datang ke Jakarta selalunya di jamu ditempat ini, teman itupun ikut bernyanyi bersama atau sekedar menikmati lagu lagu yang dibawakan.


Adalah Zuher laki laki berbadan besar memiliki sentuhan yang pas bila menyanyikan lagu Broery dengan vocalnya yang berat dan penuh penghayatan seolah Broery hidup kembali bila dia bernyanyi, ada pula Adam mantan Vokalis Anak Adam Band, dan yang tidak kalah hebatnya, Om Adunk lelaki paruh baya yang selalunya energik membawakan lagu lagu yang sebagian besarnya kita belum lahir pada saat lagu itu meledak dipasaran.

Ada pula Indah mantan penyanyi Geronimo dengan suaranya yang sendu selalu memukau bila bernyanyi, akan tetapi maestro dari semuanya adalah Anggi yang seringkali melalui tarikan suaranya "memaksa" orang yang sedang bicara serius atau sedang bersenda gurau untuk berhenti bicara dan menikmati lagu yang dibawakannya.

Anggi memiliki karakter suara yang luar biasa boleh dibilang dialah penyanyi seaseli aselinya diantara kelompok itu, bakatnya itu tidak mencuat kepermukaan bukan karena tidak ada kesempatan. Mantan juara Vocal group antar SMA ini lebih memilih untuk menurut nasehat seorang ayah, yang tidak melarang anaknya bernyanyi dengan larangan yang keras tapi cukup dengan sebuah kalimat. " Ayah suka melihat orang itu bernyanyi di TV tapi jangan anak ayah".

Ketika seorang vokalis Group band ternama merayakan ulang tahun ditempat itu, Anggi diminta bernyanyi oleh seorang teman dan ketika dia selesai bernyanyi, penyanyi group Band ternama dan keluarganya yang sedang merayakan ulang tahun spontan berdiri memberi applaus yang hangat.


Ada pula komenk yang selamanya punya gaya dengan modal pas pasan tapi selalunya nekat untuk tampil kedepan, namun seperti kata sebuah Iklan "Gak ada komenk ga rameee."

Ketika Bunda (seorang ibu energik yang tinggal di Eropa) Datang ke Jakarta kami menjamunya di tempat itu pula, dia bernyanyi riang gembira namun ketika hari menjelang tengah malam acarapun harus berakhir dan esok adalah hari kepergianya untuk kembali kekota asalnya, Bunda tak bisa menutupi kesedihan hatinya dia ikut bernyanyi bersama tapi dengan mata memerah dan kedua tangannya menutupi mukanya.


Datang dan pergi adalah bagian dari kehidupan, Vira yang selalunya Ceria juga jail dan kadang mampu membuat geram orang yg mendengar celotehnya bila di "Room" ( confrens melalui internet) kali ini datang lagi ke Jakarta, dan tanpa harus diminta untuk hadir, semua anggota dari kelompok ini langsung bertanya "kapan kita kumpul?" si jail satu ini kedatangannya selalu ditunggu dan menjadi primadona.

Dan Gede adalah manusia rajin yang tak pernah putus silaturahminya dengan semua yang dia akrab, baik melalui telp SMS ataupun YM, melalui Gede semua orang merasa terlayani.

maka ketika Vira datang cukup dengan satu telp dari Gede semuanya langsung menyatakan "oke gue hadir."


Hidup memiliki banyak keindahan dan keindahan itu akan tertuai bilamana kita mampu menikmati sebaik baiknya dan yang paling utamanya adalah bila kita mau melayani orang lain layaknya seperti keluarga.


ketika orang itu pergi Suara Zuher ikut terbang bersamanya menjadi sebuah kenangan bahwa pada satu malam di Jakarta ada sekelompok orang yang selalunya siap menjadikan satu malam itu menjadi kenangan yang tak pernah terlupakan.


ijinkan aku pergi
apa lagi yang engkau tangisi
semogalah penggantiku
dapat lebih mengerti hatimu
memang berat kurasa
meninggalkan kasih yang kucinta
namun bagaimana lagi
semuanya harus kujalani

selamat tinggal
kudoakan kau selalu bahagia
hanya pesanku
jangan lupa kirimkan kabarmu

bila suatu hari
dia membuat kecewa di hati
batin ini takkan rela
mendengarmu hidup menderita

Rabu, 01 Desember 2010

Ketika Tangan Tuhan Bermain.

Di tahun 90an, Seorang pelajar dari pelosok Madura bernama Machfud, menyelesaikan SMA nya dengan nilai yang bagus, Iapun lulus SMPTN dengan pilihan Fakultas Ilmu Kelautan di Institut Pertanian Bogor. Ada tujuan yang ingin digapainya melalui pendidikan kelautan, bila selesai kuliah nanti Machfud ingin kembali kedesanya untuk mengangkat harkat hidup nelayan dikampungnya.

Berbekal duah buah baju, dua buah celana dan uang Rp 50 ribu rupiah yang itupun sumbangan dari kepala desa dan masyarakat setempat. Machfud berangkat menuju Bogor dengan menumpangi Truck yang membawa ikan Asin. Di setiap perhentian Machfud mencuci Truck itu, sebagai pengganti ongkos menaiki truk berisi ikan asin tsb.

Sesampainya di kota tujuan, Ketika ingin mendaftar di IPB, Machfud tak menyadari bahwa ada biaya masuk perguruan tinggi negeri sebesar 800 ribu rupiah namun Machfud bernasib baik. Staf adminstrasi IPB tidak langsung menolaknya tetapi melaporkan kasus ini kerektorat. Berita tentang machfudz yang tidak memiliki uang pendaftaran, namun namanya telah ada sebagai calon mahasiswa yang diterima di kampus ternama itu, terdengar di telinga seorang Alumni IPB bernama Didik.

Didik pun menghubungi seorang temannya seorang perempuan, mantan aktifis yang di masa itu masih bekerja di BPPT, Didik menceritakan tentang Machfud dan meminta teman itu mencarikan bantuan.
Dalam waktu singkat perempuan itu menelpun seorang koleganya dan koleganya tersebut meminta nomor rekening IPB, nama lengkap Machfud juga nomor pendaftarannya.

Dalam sekejab permasalahn biaya pendaftaran terselesaikan, namun wanita itu terkesima ketika Machfud menghadapnya untuk mengucapkan terimakasih, Machfud meminta uang tersebut di jadikan sebagai pinjaman bukan sumbangan yang akan dibayarnya setelah ia dapat bekerja.

Akan tetapi masalah lain belumlah usai, uang yang di bawanya sebesar lima puluh ribu tidak cukup untuk biaya kos dan makan hari hari. Machfud mengurungkan niatnya untuk mendapatkan rumah kos, Iapun mencari Masjid yang dapat disinggahinya untuk dapat tidur dimalam hari.
Dengan berbekal perjanjian sederhana dengan pengurus Masjid yaitu mengajar anak anak mengaji di sore hari di Masjid tersebut jadilah Masjid itu menjadi tempat tinggalnya selama kuliah.

Bila perkuliahan selesai, ia mengelilingi perumahan dosen IPB menawarkan bantuan untuk mencuci mobil, dengan kerja serabutannya Machfud mendapat tambahan untuk biaya hidup sehari hari.

Musibah seringkali datang dari pintu yang tidak kita ketahui, tiba tiba saja datangnya, demikian pula rezeki sering kali datang dari pintu yang tidak terduga. Tuhan memiliki banyak cara untuk menolong hambanya maupun memperingati hambanya.
Sebuah mobil tiba tiba tidak bisa dinyalakan mesinnya, dan Machfud yang berada didekat mobil tersebut tanpa meminta jasa dari pengemudinya membantu mendorong mobil tersebut hingga bisa di nyalakan kembali.

Pemilik mobil tersebut mengucapkan terimakasih dan bertanya dimana Machfud tinggal. Dalam percakapan singkat setelah mengetahui siapa orang yang menolongnya, pemilik mobil yang ternyata seorang perwira militer, memiliki rumah Kos untuk mahasiswa IPB yang kebetulan sedang tidak memiliki pengawas. Jadilah Machfud menempati rumah kos tersebut dengan gratis sambil bekerja mengawasi rumah yang ditempati para mahasiswa.

Dalam satu bulan sekali Machfud menyempatkan dirinya untuk berdialog dengan perempuan yang menolongnya sewaktu pertama memasuki kampusnya. Dia meminta wanita itu sebagai pembimbingnya untuk memberikan dia nasehat selama dalam proses perkuliahan.

Wanita itu menyarankan untuk Machfud bisa mengusai bahasa inggeris, satu bulan kemudian Machfud melapor bahwa dia tidak ikut les bahasa inggeris yang biayanya mahal dalam ukuran kantongnya, tapi dia mengikuti club bahasa inggeris yang di buat oleh para mahasiswa. Setiap bulan selalu saja ada progres dari mahasiswa yang berasal dari desa itu untuk meningkatkan kemampuan dirinya, bila bulan lalu dia ikut club bahasa maka bulan kemudian dia sudah mulai belajar menggeluti komputer yang caranya tentu saja dengan berbagai usaha yang tidak mudah.

Dalam kunjungan yang rutin sebulan sekali itu Machfud datang kali ini bukan saja untuk berbincang dan meminta nasehat dari seorang perempuan yang masih berstatus pegawai di BPPT, namun Machfud memilki niat lain. Machfud datang dengan senyum gembira dan berkata, "ibu, ijinkan saya hari ini melunasi hutang saya tiga tahun lalu."

Waktupun berlalu Machfudpun tidak terdengar beritanya lagi, ia tidak berambisi menjadi "seseorang" dikota besar, dia kembali kekampungnya bukan hanya dengan gelar sarjana ilmu kelautan tapi ia pulang dengan gelar S3 (Doktor bidang kelautan) , yang diabdikannya pengetahuannya itu untuk masyarakat di desanya.


( Di sarikan dari cerita seorang teman bernama Tatat Rachmita Utami.)

Air Mata Sepak Bola diatas Gerobak Sepeda Es Cendol.

Ketika Liga Indonesia masih bernama Liga Perserikatan dan masih amatir belum menjadi liga Profesional seperti saat ini, Kesebelasan yang mewakilinyapun seluruhnya masih mengatas namakan Pemda. Saya selalu menonton pertandingan terutama bila Persija yang bertanding. Berbekal uang seadanya kadang naik Bus dgn menumpang dan masuk stadion dengan meloncat pagar atau mengikuti bapak bapak yang ingin menonton agar bisa masuk dengan gratis.

Di Usia sepuluh atau sebelas tahun sekitar kelas 5 SD. Saya menikmati Iswadi Idris, Anjas Asmara, Andi Lala, Sutan Harhara. Roni Paslah, Yudo Hadianto, Sofian Hadi dll. di PSMS ada Nobon, dan Parlin Siagian. Sementara Persebaya di bintangi oleh Abdul Kadir dan Yakub Sihasale. dan Persija dimasa itu ber ulang kali menjuarai liga perserikatan ataupun PON.

Setiap selesai pertandingan kadang keluar pintu Senayan yang bercorak sama saya salah pintu keluar, hingga akhirnya tersasar kemana mana. Namun anehnya rasa takut hampir tidak ada semua terasa aman aman saja, tidak seperti saat sekarang, pertandingan sepak bola menjadi mencekam. Bus Mayasari Bakti, Merantama, Pelita Mas jaya adalah bus bus yang melewati jalur senen- senayan bila Bus itu tidak lewat karena kemalaman maka pulangpun berjalan kaki sampai kerumah.

Dan ada pula seorang teman setia, yaitu seorang tukang es cendol berasal dari Medan, setiap hari mangkal didepan rumah ibu saya. Bapak itu pendukung fanatik PSMS Medan, dia berjualan es Cendol dengan sepeda yang disebelahnya di jadikan gerobak agar dua buah tong besar dari alumunium bisa menempel di sepedanya.

Setiap hari dibabak penyisihan selalu ada dua pertandingan bila PSMS Medan dan Persija bertanding dihari yang sama maka pulangpun saya menumpang di grobak sepeda tukang Es Cendol itu. Kami tertawa tawa bersama sama dijalan karena ke dua team sama sama menang melawan team lainnya, Kadang bapak itu bernyanyi sambil berpantun irama melayu Deli yang isi pantunnya menghebatkan Nobon maupun Parlin Siagian dan pemain PSMS lainnya. sesekali dia menghibur saya dengan menyebut nama pemain Persija dalam isi pantunnya. Namun bila Persija menang melawan PSMS maka sepanjang jalan saya cuma berdiam saja khawatir diturunkan ditengah jalan.

Bertahun tahun setiap liga perserikatan di gelar saya menikmati suasana itu bersama sama Bapak setengah baya penjual Es Cendol yang namanya saya sudah lupa.
Sampai pada waktu pra Olimpiade yang di gelar di Senayan, PSSI melawan Korea Utara. Final pra Olimpiade berlangsung menegangkan, kedudukan dari babak pertama hingga perpanjangan waktu tetap kosong kosong, hingga akhirnya dilangsungkan adu Pinalti. Disaat masih sekitar kelas satu SMP saat itu, saya berdoa sepanjang pertandingan bila bola terambil ke kaki pemain PSSI maka sy bergumam Alhamdulillah bila Korea menyerang maka sy berulang ulang bergumam, "jangan kasih masuk ya Allah." seluruh badan keluar keringat dingin dan ketegangan semakin menjadi jadi.

Tibalah waktunya adu Pinalti. Seluruh doa untuk kemenangan Indonesia terucap sambil menutup mata bila pemain korea menendang bola dan berharap ketika membuka mata tembakannya tidak masuk. Sebaliknya berdoa sekuat kuatnya agar seluruh pemain PSSI dapat memasukkan bola ke gawang Korea Utara.
Akhirnya Indonesia gagal melewati babak akhir dari penyisihan Olimpiade, Risdianto dan anjas Asmara gagal memasukkan tendangan pinalti ke gawang korea Utara.

Jakarta mulai sepi, hari menjelang tengah malam, diatas gerobak sepeda di jalan raya Sudirman -Thamrin menuju senen, saya tak bisa menghentikan air mata. Dan Orang Medan tukang es Cendol itu dengan setengah teriak mengeluarkan kepegelan hatinya, berkata pada saya : "Nanti pada saat Kau sudah besar, Indonesia akan berjaya di Piala Dunia," Sayangnya harapan teman saya, bapak tukang es cendol itu (mungkin sdh almarhum sekarang) setelah lebih dari tiga puluh tahun belum juga terwujud.

Hangatnya Ramadhan.

Ketika masa masa awal berkeluarga dan anak anak masih relatif kecil, maka komunikasi antar keluarga selalunya tetap terjaga. Setiap hari ada banyak waktu bersama anak-anak, melihat kenakalan maupun kelucuan mereka. Jauh berbeda ketika anak anak itu beranjak dewasa. Waktu pertemuan mulai jauh berkurang berganti dengan berbagai kesibukan diluar rumah. Jam kuliah dengan Sistim Kredit Semester ( SKS ) tidak memiliki waktu yang baku. Belum lagi kesibukan organisasi dan tugas tugas rutin yang menyita waktu juga pergaulan bersama teman - teman yang tentunya juga mengambil waktu tersendiri.

Ada kehangatan ketika kebersamaan itu timbul kembali, ada komunikasi intensif yang tidak didapat dibulan bulan lainnya. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, mengembalikan sesuatu yang hilang yaitu waktu untuk bersama. Ada kebersamaan yang didahulukan. Pulang lebih cepat agar bisa berbuka puasa dirumah. Dilanjutkan dengan sholat taraweh berjamaah, makan sahur dan subuh berjamaah. Ada canda ria di sela sela sholat taraweh, ada berbagai pertanyaan seputar agama. Ada cerita tentang teman mereka, ada juga kritik satu sama lain tentang sifat sifat yang kurang berkenan.

Tiga anak laki laki yang beranjak dewasa memiliki keunikannya masing masing, dan si Ibu tentunya menjadi penguasa tunggal. tak ada pesaing tak ada perempuan lain kecuali dia. Maka otoritas mutlak "kerajaan" berada ditangannya. Bila BB selalu ditangan maka keluar ucapan, "Bulan puasa bukan baca BB melulu tapi baca Qur'an." bila satu orang tak terlihat di meja makan ketika sahur tiba, maka Intruksi yang ber ulang ulang segera terucap pada yang lainnya, agar si tukang tidur segera dibangunkan dari tidur nyenyaknya.

Dalam Sholat taraweh tugas Imampun berputar dari yang paling besar sampai yang paling kecil, berganti ganti setiap harinya, ada yang seperti supir Bus Metro Mini malas meenginjak Rem, membaca ayat Qur'an seperti menginjak pedal gas kuat kuat, tak ada titik maupun koma. Ada pula yang membaca satu surat diulang sampai tiga kali dalam sebelas rokaat, menunjukkan hafalan yang kurang atau memang sengaja agar hanya membaca surat surat pendek. Segala kekurangan itu menjadi bahan keritik dalam komunikasi yang hangat dan riang bukan omelan yang membosankan.

Dalam pada itu di setiap Ramadhan saya memiliki tempat sholat taraweh lain selain dirumah, tepatnya diseputar Rawamangun dirumah Ayah seorang teman. Selama sebulan penuh sholat taraweh berlangsung ,dimulainyapun agak sedikit malam sekitar jam 9 lalu dilanjutkan dengan membaca doa bersama. Sekitar lebih kurang tiga puluh orang setiap malamnya datang untuk sholat disana, merupakan media silaturahmi yang terkadang setahun penuh tidak bertemu kecuali dibulan Ramadhan. Ada diskusi agama ada diskusi politik yang sedang hangat di media, ada pula diskusi tentang bisnis. Semua serba rata tak ada posisi yang ditinggikan atau direndahkan, ada pemilik restoran terkenal di jakarta, ada pula yang relatif "dhuafa." Semua berdialog dan bercanda tanpa jurang pemisah apa lagi jarak ekonomi.

Bila dimasa Rasul, seorang sahabat tidak hadir di Masjid selama beberapa hari maka akan datang sahabat lainnya menjenguk, maka di forum taraweh itu bila dua hari berturut turut ada yang tidak hadir, maka esoknyapun telpun berdering dering menanyakan khabar, tentang kesehatan atau apapun yang intinya mengapa tidak hadir ? Ada kehangatan silaturahmi yang terjalin dengan apiknya.

Yang berbeda adalah kehadiran anggotanya, bila tahun kemarin si fulan masih aktif sholat taraweh maka ditahun ini beliau sudah tak ada karena sudah kembali pada sang Khalik. tak jarang bila kebiasaan duduk disatu posisi maka ketika posisi itu diduki oleh teman lainnya, sering keluar pernyataan.... "cepetan buat surat wasiat" si fulan dulu selalu duduknya disitu, siapa tau ente yang menyusul.:-)

Hidup adalah menunggu waktu, dan Ramadhan merupakan hadiah dari Allah untuk mengumpulkan bekal sebanyak banyaknya. Semoga berkah Ramadhan tetap terjaga menjadi keberkahan selamanya. Agar ketika "waktu" itu datang kitapun siap menjemputnya.

Untuk Anak Ku.

UNTUK ANAK KU.



( Surat dari Ibu dan Ayah)

(Unknown)

Translate by Anggi Mariyam.



Anakku ... saat aku tua nanti, aku berharap kamu mengerti dan bersabar menghadapiku ... saat tanpa sengaja memecahkan piring atau menumpahkan sup karena mataku yang sudah kabur ... aku harap kamu tidak menghardikku ... krn orang tua cenderung sensitif

aku seperti mengasihani diriku sendiri saat engkau berteriak karena pendengaranku yang mulai buruk dan tidak mendengar apa yang kau katakan.... Aku harap engkau mau mengulanginya atau menuliskannya anakku

Aku semakin tua dan lututku semakin lemah. Aku harap kau bersabar untuk membimbingku, sama seperti saat kau kecil ketika engkau belajar berjalan .....

Pahamilah aku yang selalu merasa seperti benda yang rusak ... aku berharap cobalah untuk mendengarkanku ... jangan mengolok-olokanku dan merasa muak mendengarkanku. Kamu ingat saat kamu kecil dan menginginkan balon? kamu terus merengek sampai kamu mendapatkannya. Juga pahamilah bau tubuhku sebagai orang yang sudah tua ... jangan paksa aku untuk segera membersihkan diri. Badanku lemah ... orang tua rentan sakit saat mereka kedinginan ... aku berharap engkau tidak merasa jijik....

Apakah kamu ingat waktu kamu kecil? aku harus mengejar ngejarmu karena kamu tidak mau mandi .... aku harap engkau juga bersabar seandainya aku menyusahkan karena ke-uzuranku. Kaupun akan merasakannya saat kau tua nanti.... Seandainya kamu punya waktu .. aku berharap engkau menyempatkan waktumu untuk berbincang bincang walau hanya beberapa menit karena tidak ada yang mengajakku berbicara. Aku sadar engkau orang yag sibuk dengan pekerjaanmu .... walaupun engkau tidak tertarik dengan ceritaku .. aku mohon sempatkanlah waktumu untukku ...

Apakah kau masih ingat saat kau kecil? aku selalu siap mendengarkan ceritamu tentang boneka teddy bearmu ... bila tiba masanya aku mulai sakit-sakitan dan harus berbaring di tempat tidur ... aku berharap engkau bersabar untuk merawatku ...

Maafkan bila aku tanpa sadar membasahi tempat tidur atau membuatnya berantakan ... sabarlah kau menghadapi di sisa sisa hidupku ... dan saat tiba datang kematianku ... aku berharap engkau genggam tanganku dan memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapi kematianku ...Jangan khawatir ... saat aku bertemu dengan penciptaku ... aku akan bisikkan ditelinganya bahwa engkau sangat mencintai dan peduli dengan ayah dan ibumu ...



Dengan segenap cinta Ayah dan Ibu.

Rabu, 20 Januari 2010

Dangdut yang Tersungkur (Fenomena Kultural)

Saya agak tercengang ketika mendengar penuturan Andrea Hirata (Penulis laskar Pelangi) di sebuah stasiun TV tentang kekagumannya pada Rhoma Irama. Andrea Hirata menuturkan, dia bersama teman temannya harus berlayar selama tujuh jam dengan perahu sampan untuk menonton Rhoma Irama. Perjalanan itu bukan hanya melewati pesisir pantai tapi melewati selat Gaspar.* Menurut Andrea Hirata pula, pada saat Rhoma Irama melakukan show di Pangkal Pinang berpuluh puluh perahu dari Belitung berlayar menuju Pangkal Pinang untuk melihat sang Legenda Dangdut bernyanyi.

Tak pernah terpikirkan bahwa manusia akan senekat itu untuk melihat pertunjukan seorang Rhoma Irama, namun bahwa Ia seeorang Legend haruslah diakui walaupun tidak sampai sekelas BB KING atau Janis Joplin sang Legend Of Blues, Bob Marley sang kampiun Regge, bahkan tidak menginternasional sebagaimana Marc Anthony dengan lagu lagu latinnya yang tersebar diseluruh penjuru dunia. dan Marc Anthony bukanlah pelopor karena legenda pada Musik latin ada pada Group Music Santana dengan hitsnya Black Magic Woman. Juga belum sekelas Ummi kulsum sang maestro yang bermuasal dari negeri Spinx.(Mesir).

Sebelum populer dengan sebutan musik dangdut jenis musik ini lebih di kenal bernama Irama Melayu, beberapa nama sebelum munculnya Rhoma Irama, tampil mewakili musisi melayu diantaranya: Husin Bawafi, Juhana Satar, A Malik, A Kadir, Hasyim Kan, Munif Bahasuan, Said Efendi, Titin Sumarni dan yang tetap populer lagu lagunya sampai saat ini adalah M Mashabi. Ditahun tahun itu Orkes Melayu Chandra Lela Pimpinan Husin Bawafi, OM Sinar Kemala Pimpinan A Kadir, dan OM Ria Bluntas Pimpinan Sahid Basahil, Orkes Melayu Irama Agung Pimpina Said Efendi mendominasi panggung hiburan terutama dalam resepsi pernikahan.

Ditahun tujuh puluhan Rhoma Irama membuat revolusi Orkes Melayu menjadi Orkes Dangdut dengan memasukkan unsur musik Rock didalam musiknya. Walaupun tidak sepenuhnya genuine karena Rhoma Irama mengambil beberapa lagu Deep Purple didalam lagu lagunya diantaranya Child In Time. sangat nampak nuansa Deep Purple mendominasi Orkes Dangdut Soneta.

Setelah melejit dengan BEGADANG, era Dangdut menjadi semakin tak terpisahkan dari budaya rakyat Indonesia, musik ini mewakili kaum yang terpinggirkan dan dikesankan sebagai musik norak kampungan dan sebagainya. Dedi Sutanza pernah mengatakan " Dangdut itu tai kucing" yang kemudian menjadi polemik di majalah Aktuil, terjadi persaingan dua genre musik didalam blantika musik Indonesia antara Rock dan dangdut.

Dengan aransemen yang tak terlalu rumit dan syairnya yang sederhana musik ini menunjukkan kejujuran dari sebuah kelas masyarakat kebanyakan. Musik ini akhirnya tampil menjadi pemenang dari era persaingan dua genre musik. Tak kurang beberapa personel Group Band Rock paling ternama saat itu Good Bless. membuat album dangdut dengan lagunya Zakia, pada lagu ini pulalah dimulainya Dangdut memasukkan intrumen String melului ke piawaian Abadi Susman, Ian Antono dan Achmad Albar mereka mengubah kiblat dangdut dari India menjadi bernuansa Padang Pasir.

Boleh dibilang semua genre musik bisa masuk dengan temporer dalam pasar musik Indonesia namun Dangdut Never Die adalah fakta sebagai penguasa dari seluruh kiblat musik indonesia saat itu.
Hampir seluruh stasiun TV memasukkan program musik dangdut menjadi salah satu programnya bahkan seorang Inul Daratista mendadak menjadi bintang paling populer setelah menuai berbagai Kontroversi.

Anehnya setelah sekian puluh tahun merajai dunia musik Indonesia. Dangdut pun tersungkur, ditahun tahun belakangan ini hampir tidak ada lagi lagu Dangdut tampil kepermukaan, kalaupun ada itupun hanya melansir lagu lama sang Legenda melalui anaknya Ridho Irama dengan komposisi perpaduan antara Dangdut dan Pop.

Saya tak memiliki kapasitas untuk menganalisa sebab dan mengapanya Dangdut ditinggalkan oleh para penggemarnya, mungkin teman teman lain bisa menjelaskan sebuah fenomena kultural bisa terlepas oleh pemiliknya. Paling tidak untuk saat ini.




Salam
Geisz Chalifah.
Penikmat orkes melayu lama.

kisahku nan telah lalu kusimpan kedalam kallbu...
kubuat sebagai toladan jangan sampai terulang...
berdebar rasa hatiku bila teringat padamu...
kisah kasih derita berlinang air mata....
sampai kini kurasa rintihan jiwa lara...
patah hatiku sudah karena harapan hampa..
hidupku menderita cintaku layu sudah...
kukorban apa saja tapi tiada ma'na ..
kini kutak kukenang lagi walaupun ia kembali...
tingalku seorang diri kuserahkan pada ilahi.....

(A Kadir)

Pemuda Al-Irsyad dan Tantangan Zaman.

Sabtu, 19 Desember 2009'
REPUBLIKA HA 4.

Pemuda Al-Irsyad dan Tantangan Zaman
Oleh: Geisz Chalifah
(Ketua Umum PB Pemuda Al-Irsyad)

Seorang ibu menasihati anaknya yang mulai senang shalat berjamaah di masjid. "Nak, kalau di masjid jangan lama-lama, ya. Kalau ada orang berjenggot mendekati kamu, jangan kamu layani, ya, nak," pesan si ibu. Ibu ini adalah seorang teman yang khawatir bila anaknya terpengaruh oleh ideologi radikal. Ironisnya, si ibu adalah mantan aktivis mahasiswa Islam sewaktu kuliah.

Di tempat yang berbeda, ada sebuah SMA yang membiasakan murid-muridnya untuk melakukan shalat dhuha. Tapi, salah satu orang tua murid justru mengeluarkan anaknya dari sekolah itu dengan alasan, "Saya tidak ingin anak saya menjadi teroris." Pemberitaan tentang terorisme dan tertangkapnya para pelaku pengeboman yang mengatasnamakan Islam di negeri ini rupanya telah memberikan pesan ketakutan kepada para orang tua.

Kekhawatiran yang mendalam pada terjadinya penyusupan ideologi radikal kepada anak-anak mereka akhirnya menciptakan Islamofobia di negeri yang mayoritas penduduknya memeluk Islam ini. Kekhawatiran seperti itu memang belum bersifat masif. Namun, bila tidak diantisipasi sedini mungkin, bisa menjadi bola salju yang makin membesar. Dan, itu jelas membahayakan dakwah Islam itu sendiri, yang sejatinya menyerukan Islam yang hanif dan menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin ).

Karena yang menjadi korban degradasi pemahaman keislaman ini adalah kaum muda yang tengah berkembang, fenomena ini tentu saja menjadi tantangan berat bagi kelompok-kelompok muda Islam. Di sisi lain, kalangan muda Islam juga menghadapi tantangan yang tidak kalah besar secara sosial, yaitu maraknya penggunaan dan peredaran narkotika di kalangan muda. Banyak anak muda mati sia-sia karenaya.

Mawar dan melati harus layu sebelum berkembang karena suntikan mematikan yang menghanyutkan alam sadar. Harapan berubah menjadi mimpi buruk bagi para orang tua. Menurut catatan Badan Narkotika Nasional (BNN), dalam sehari, terdapat 41 orang Indonesia yang meninggal dunia karena narkoba. Ini berarti tak kurang dari 15.000 anak muda mati dalam setahun karena konsumsi barang laknat ini. Sungguh jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan korban aksi terorisme.

Luasnya jaringan peredaran narkoba dengan pangsa pasar sebagian besar kalangan muda usia sekolah adalah hantu tersendiri bagi para orang tua. Di sini, sebetulnya, pendidikan agama yang baik dipercaya memegang peranan besar untuk menangkal keterlibatan remaja dalam menggunakan narkotika. Namun, apa jadinya kalau para orang tua justru takut anaknya belajar agama secara serius akibat tumbuhnya Islamofobia.

Mereka takut si anak terjerat narkoba, tapi mereka juga takut kalau anak mereka belajar agama hingga jatuh pada pemahaman agama yang sempit dan radikal. Dua tantangan yang bersifat ideologis dan sosiologis ini menjadi PR besar bagi gerakan kaum muda nasional, terutama ormas kepemudaan Islam. Maka, tidaklah salah kalau musyawarah besar ke-9 Pemuda Al-Irsyad yang berlangsung di Cirebon pada 17-19 Desember memberi tempat khusus pada pembahasan kedua tantangan berat kaum muda tersebut, di samping agenda-agenda rutin sebuah musyawarah besar (mubes) atau kongres.

Mubes ini diharapkan bisa melahirkan keputusan untuk membenahi training di lingkungan Pemuda Al-Irsyad agar bisa menjawab tantangan baru bagi umat ini, khususnya bagi kalangan mudanya, termasuk pelatihan untuk memberi pemahaman agama yang benar dan sesuai misi Islam yang sejati, yaitu menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam yang menarik bagi umat lain untuk memasukinya, bukan Islam yang angker, yang menciptakan ketakutan di sana-sini hingga membuat umat lain atau malah kalangan Islam sendiri lari darinya.

Pemahaman keliru yang menghinggapi sebagian kecil anak muda Islam, yang menjadikan perilaku menebar bom seolah menjadi 'tujuan' hidup mereka, kemudian diperparah oleh liputan pemberitaan media massa yang tidak diimbangi oleh cover both sides . Media hanya menonjolkan sisi kontroversial hingga melahirkan kecurigaan tak beralasan kepada apa yang berbau Islam oleh aparatur negara ataupun masyarakat sendiri.

Radikalisasi pemahaman Islam ini tidak hanya berujung pada aksi-aksi kekerasan, namun juga dalam bentuk yang paling lunak, yaitu membuat sekat-sekat ideologis dan benih permusuhan sesama umat Islam. Pemuda Al-Irsyad sebagai salah satu ormas pemuda nasional amat concern dengan bahaya konflik ini. Karena, konflik seperti itu tidak berefek positif bagi pertumbuhan bangsa, tapi justru memecah konsentrasi umat dalam menghadapi berbagai persoalan mendasar, berupa kemiskinan, kebodohan, dan sebagainya, yang harus segera mendapat jawaban menyeluruh dan mendasar.

Dua masalah besar ini, yaitu merebaknya narkoba di satu sisi dan radikalisasi pemahaman Islam di sisi lainnya, adalah tanggung jawab seluruh umat. Karena yang menjadi korban utama dari keduanya adalah kalangan muda, sudah semestinya hal itu menjadi perhatian seluruh ormas pemuda. Pemerintah, para ulama, cendekiawan, pemimpin umat, dan seluruh unsur bangsa ini semestinya juga mendukung penuh gerakan positif anak muda memerangi dua tantangan besar mereka itu.

Selain dua tantangan besar di atas, Mubes ke-9 Pemuda Al-Irsyad ini juga mengagendakan pemilihan ketuanya yang baru, menetapkan AD-ART dan menyusun GBHO (garis-garis besar haluan organisasi). Ormas pemuda yang didirikan ulama besar progresif Syekh Ahmad Surkati di tahun 1930 ini (lalu menjadi organisasi otonom di lingkungan Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada tahun 1939) juga akan membahas berbagai persoalan umat internal dan eksternal serta nasional dan internasional, dengan output berbagai macam rekomendasi kepada pengurus baru, lembaga-lembaga umat, dan pemerintah. Misalnya, soal pemberantasan korupsi, skandal Bank Century, pembelaan terhadap kaum lemah, penyakit sosial di kalangan anak muda, sampai solidaritas bagi perjuangan bangsa Palestina, Kosovo, Xinjiang, dan lainnya.

Daud Yang Ramah Itu Pergi

Berbahagialah mereka yang mati muda
(Soe Hok Gie)

kamis pagi di tahun 1981di kelas 3 Ips 3, menjelang istirahat ke dua, Pak Sianturi guru Tata Buku yang bermuka agak aneh dikit, jenggotnya semrawut dan bahasanya masih BTL, membuat garis garis jurnal di papan tulis lalu menulis angka angka dibawah kolom Pasifa dan Aktifa.

Entah kenapa tiba tiba Helmi Mufti membuat kapal kapalan dari kertas sobekan buku lalu melayangkannya kebelakang, saya menangkapnya lalu membuka ada tulisan berisi kata kata yang saya udah lupa, juga ada gambar wajah yang hidungnya dipanjangkan seperti burung betet didalam kapal kapalan itu, serta merta saya teriak "Sialan lho !!!!!"
Helmi cuma nyengir kuda namun Pak Jenggot didepan langsung berbalik dan menuding.

"Daud...!!!! .. kamu sudah diperingatkan sebelum kenaikan kelas, jaga sikap kamu atau kamu tidak lulus dikelas tiga ini" itulah sepotong kalimat yang masih saya ingat dari lolongan panjang pak Sianturi yang salah alamat.
Seketika kelas hening dan Daud pun terkesima, tiba tiba mendapat omelan yang bukan hasil perbuatannya.

PPD arah Pulo Gadung dari Terminal Lapangan Banteng kosong melompong tanpa harus berebut saya dapat bangku belakang seperti kebiasaan anak sekolah lainnya, maunya duduk dibangku paling belakang karena kalau ada apa apa bisa langsung kabur terutama kalau anak anak STM diseputaran Budi Utomo sedang cari cari masalah. Tak lama Daud menaiki Bus yang sama.. "Hei udah balik lho...?" tanyanya, rumah kami memang searah dia di Cempaka Putih dan saya di Letjen Soeprapto.
" Udah... kenapa lho tadi sama si Jenggo..?" tanya saya cekikikan..
"ah sialan tuh guru marah sih marah tapi jangan kartu gue dibuka buka malu maluin aja"
"udah gitu bukan gue juga yang teriak kenapa marahnya ke gue" Daud meneruskan rasa mangkelnya.
" Gue yang teriak tadi tapi heran cuman begitu aja dia ngamuk gak keruan..."
"emang sok galak tuh orang , tapi lho yang teriak tadi ya? sialannn lho ah.. gue yang kena jadinya?"

Bus melaju melalui Gunung Sahari dan Daud selalu saja senyum pada setiap orang yang baru naik yang kebetulan saling melihat, Daud selalu ramah bahkan dapat dikatakan terlalu ramah, kenal atau tak kenal dia selalu senyum terkadang Helmi suka meledek. "lho ada sarapnya kaliya...?"

Tiba di Setasiun Senen saya meloncat turun "sampai besok ya... sorry soal pak Sianturi itu" teriak saya
"oke gak papa..."

Jumat siang esok harinya, di minggu yang sama ditahun yang sama... Jam sekolah udah bubar dari jam 11 siang dan waktu untuk sholat jum'at di Hall lapangan Basket belakang masih satu jam lagi.

Sekolah udah mulai sepi sebagian besar sudah pulang, Mia, Beti dan Lisa masih ngobrol dibawah tangga didepan pintu koperasi SMA 7, Bembout, Cipto dan beberapa lainnya didalam ruangan koperasi, Bembout segera menyelipkan rokoknya dibawah Meja ketika Pak Nasir (Wakil Kepala sekolah) lewat tapi asapnya kemana mana sukurlah pak Nasir tidak melihat...

Saya terus menuju halaman depan sekolah karena mangga manis yang dibungkus plastik dijajakan dalam gerobak dorong didepan sekolah, rasanya lebih menjanjikan ketimbang dengerin Bembout cerita tentang Setan di rumah kentang.

Baru saja melewati pintu pagar halaman SMA 7 terdengar jeritan Nani "Daud....Daudddddd. .. Daudddd...!! !!!!!!" Nani berteriak teriak panik alang kepalang. Saya gak jelas apa maksud teriakannya, mukanya tegang dan tampak jelas dia menangis, sebagian teman yang ada dihalaman depan berlari menuju perlintasan rel kereta, dari kejauhan terlihat Agus Akbar tanpa melihat mobil dikanan kiri nekat menyeberang diikuti oleh Helmi dan lainnya, saya pun berlari mengikuti mereka dengan tujuan yang gak jelas ada apa di seberang sana....?


Jalan Merdeka Timur depan SMAN 7 selalu ramai dengan kendaraan yang lewat, Bajaj Bus, Metro Mini dan mobil pribadi seolah beradu cepat. Dalam adu lari yang tak jelas ini sekonyong konyong sebuah Bajaj seperti tak mau menarik rem tangannya dipaksa berhenti oleh teman yang sedang terburu buru menyeberang. Cuittttt Bajaj itu mengerem mendadak karena hampir saja menabrak salah satu laskar biru muda biru tua ini yang mungkin punya cadangan nyawa lain. Dia menyeberang seolah berbadan dilapisi baja, tak peduli Bajaj yang sedang berjalan kencang. Dalam keterkejutannya anak itu teriak “Anjing Lho gua gebukin baru tau lho” Supir Bajaj itu pucat pasi dia tidak merasa salah tapi mungkin faham keangkeran anak sekolah yang berseragam mirip penjara Amerika ini, Diam adalah cara selamat bila tak mau ber urusan lebih panjang.

Sebagian pelari berbelok kekanan setibanya di seberang mengarah ke stasiun Gambir dua tiga orang lainnya mengarah kekiri menuju perlintasan kereta Api jalan Merdeka Barat. Saya menuju kekiri tak jauh dari situ terlihat sekumpulan orang berkerumun, tiga teman didepan sudah melewati kerumunan itu tapi mereka tak menghentikan larinya, ketika saya melintasinya tampak seorang siswa SMP habis tertabrak sedang dikerumuni, saya makin gak faham anak itu tertabrak tapi pelari biru biru itu melewati begitu saja hampir tak acuh mereka tetap berlari menuju Rel Kereta Api.
Dengan nafas yang masih tersengal kami memasuki lintasan kereta diujung stasiun tampak Agus Akbar sedang berjalan perlahan lahan matanya meneliti kebawah seperti mencari barang yang hilang, ditangan kirinya terdapat kantung plastik transparan. “ada apaan sih Gus..?” tanya saya penasaran “Lho nyari apaan..?” tanya saya lagi sebelum Agus sempat menjawab.
“Daud ketabrak kereta .. gue lagi nyari jari kakinya ini baru dapat satu” jawab Agus santai seperti gak ada apa apa, seolah sedang mencari gundu yang hilang sambil memperlihatkan isi dalam kantong plastiknya, nampak sepotong jari dengan tetesan darah didalamnya.

“Astagfirullah “ jerit saya dalam hati. “Daudnya dimana Gus..?” “dibawa kedalam stasiun ada si Helmi disitu lagi nemanin dia “ Setengah berlari saya tinggalkan Agus yang masih asik mengorek ngorek batu koral dibawah bawah rel mencari bagian jari jemari Daud yang lainnya..
Stasiun ini merupakan pusat transportasi pemberangkatan diseputar pulau Jawa, namun kusam bau pesing dan sumpek, hampir tak pernah kosong , tapi hari itu tak banyak calon penumpang didalamnya. Mata saya mencari keberbagai sudut tapi jangankan Daud, Helmipun tak nampak batang hidungnya , terlihat Bejo sedang berdiri bersama teman teman lainnya, secepatnya saya menghampiri mereka dan pada saat mendekat tampak kaki menjulur diatas lantai yang hanya dilapisi koran ada percikan darah menetes diseputar koran.

Daud masih sadar matanya sedikit membuka dia setengah sadar dan tidak, saya langsung membungkuk melihat kondisi fisiknya dengan hati yang dikuat kuatkan. Daud adalah Daud ditengah rasa sakit yang tak mampu saya bayangkan perihnya dia tetap senyum pada orang yang menemuinya. Mulut saya terkunci tak mampu bertanya, ada bagian dari jari kakinya yang hilang namun jauh lebih parah kondisi dikepalanya. Tak sampai satu menit saya mengalihkan pandangan tak tahan melihat teman yang ramah ini menahan sakit.
“Bejo… Ambulannya mana? ” Tanya saya heran kenapa Daud masih tergeletak didepan ruang packaging, masih belum dibawa ke RS.

Pihak stasiun tidak memberi bantuan bahkan kata Bejo mereka menggotong sendiri tidak disediakan apapun untuk anak muda ini.
“si Helmi lagi cari mobil Gua nunggu disini” jawab Bejo kelihatan sekali dia bingung tapi gak tau mau buat apa.
Sesekali terdengar erangan Daud kami serentak menoleh kepadanya “Sabar Daud sebentar lagi kita bawa lho ke RS” salah satu teman menenangkan.
Tak lama Helmi muncul dengan tergopoh gopoh “Yuk.. yuk… kita angkat sama sama saja mobil udah nunggu didepan” ujar Helmi dan dia langsung menuju bagian kepalanya Daud mengangkat dari bagian pundak “hati hati pelan pelan” teriak teman yang satunya lagi.
Kami menggotong Daud kebagian luar stasiun dan nampak satu buah mobil Pick Up Mitsubishi sudah menunggu,

“Helmi, kita bawanya pakai mobil Bak..? “ tanya saya setengah gak percaya..
“gak ada mobil lagi inipun mobil angkutan buat ke Jawa barangnya gua yang turunin” kata Helmi, dia cukup sigap dalam urusan urusan sperti ini, udah gak ada lagi humor lucu dari mulutnya yang selalu enteng itu.
“ Geis, Bejo, lho ada duit berapa..? ini mobil belum gue bayar” Helmi meminta kami urunan untuk sewa mobil, entah berapa ribu perak sisa uang jajan kami saat itu yang segera kami berikan pada Helmi untuk bayar angkutan ke RSCM.

Helmi dan Bejo dan beberapa teman lainnya ke RSCM, saya kembali ke SMA 7 untuk sholat Jumat “nanti habis Jum’at gue susul ke Cipto (RS)” ujar saya yang tentu saja bohong, karena untuk pulangpun saya harus jalan kaki kerumah.
Dengan bayangan muka Daud dan kengerian yang pertama kali dalam seumur hidup saya rasakan.

Saya kembali menuju SMA 7 belum sampai kesamping Musholah untuk wudhu, Yati (Nurhayati) berlari menghampiri “gimana Daud..? apa nya yang luka..?” dan berondongan pertanyaan lainnya
“Parah Yat..” jawab saya. “kepalanya…” belum habis saya meneruskan kalimat menjawab pertanyaan Yati. Air matanya sudah turun deras, dia menangis tersedu sedu. Yati bukan hanya peka tapi juga sangat sensisitif hal apapun yang mengganggu pikirannya maka air matanya lebih dulu menetes.

Saya tak faham apa maksud kawan satu ini. Melihat Yati menangis dia menghampiri dan bertanya dengan suara yang membentak. “Kenapa lho sama Yati…?” Saya agak malas menjawab karena waktu Jum’at memang sudah masuk, apa lagi di preshure dalam keadaan pikiran melayang seperti ini, buru buru saya mengambil wudhu dan kawan ini tak puas hati. “Lho mau ribut sama gua !!!!” teriaknya disela sela teman lain yang juga sedang berwudhu. “ Gua mau Sholat Jum’at ngomongnya nanti aja” jawab saya sambil meninggalkan dia yang masih melotot gak keruan.

Wajah Daud masih sangat membekas kalau teler obat itu membuat pikiran melayang maka saat itu saya memang teler. Teler membayangkan mampukah Daud bertahan hidup. Teler membayangkan luka yang menganga ditubuhnya.
Matahari sangat terik lapangan Basket yang sudah banyak gompal lantainya itu mengembalikan sinar matahari keatas cahayanya menyilaukan mata, saya terburu buru melewati lapangan itu karena suara didalam HALL sudah mengumandangkan Qomat tiba tiba bahu saya ada yang menarik dari belakang, saat berpaling melihat pelakunya serta merta terdengar pernyataan yang berupa ancaman. “Gue gak puas sama Lho ntar gue tunggu lho ditaman depan !!!!”

Agak tersentak menerima sebuah ancaman yang datang tiba-tiba namun tak ada lagi kata yang bisa terucap kecuali menjadi "laki-laki" dihadapan laki-laki lain yang memaksa menunjukkan ego kejantanannya. Dengan segala kesemrawutan pikiran hari itu cuma ucapan singkat yang terlontar tanpa lagi berfikir rasional tidak juga berkeinginan menjelaskan masalah. Sambil berlalu saya berkata " habis sholat jum'at gue ketaman" Sebuah kalimat pendek berisi persetejuan pertunjukkan kekerasan yang tak begitu jelas ujung pangkalnya. Dalam keterdesakan akal sehat menjadi langka, emosi adalah sarana paling mudah untuk bergabung dalam sebuah pertunjukkan yang didasari kebodohan individual menjadi ketololan kolektif.

Memasuki Hall tentu saja mendapat baris paling belakang, Imam membaca surat Alfathehah diteruskan surat lainnya namun jangankan untuk khusu' bahkan sepanjang sholat saya tak mengingat Tuhan, hanya darah dan kengerian yang terbayang, saya tak ingat beberapa hari tak bisa makan dengan sesudah kejadian itu baik bahkan Helmi Mufti bukan hanya tak makan lambungnya selalu memuntahkan apa yang masuk keperutnya selama beberapa hari.

Sholat jumat pun selesai, saya belum faham aturan seorang Muslim dalam berdoa, maka nama Daud Lamojari mendominasi dalam mengucap harap pada Tuhan dalam rentetan kalimat yang tak terangkai, semua harapan terlontar dengan spontan. Bahkan juga berharap kematiannya dipercepat bilamana hidup cuma akan menyusahkan dirinya.

Matahari belum juga menurunkan sengatannya, syaraf syaraf dikepala sudah mulai tidak kompromi. Tidak adanya makanan yang yang masuk sejak pagi membuat lambung mengirim zat asam memberi reaksi pada saluran darah dikepala yang menimbulkan rasa sakit, Sejenak terfikir untuk menjawab teriakan usus besar di Kantin Mami, dan tak sadar tangan merogoh kocek yang kosong walaupun akal masih sadar untuk memberi ingatan bahwa uang sudah tak ada serupiah pun. Ditambah lagi ingatan harus segera memenuhi panggilan ego seorang yang emosional.

Melewati toilet diujung lapangan basket saya berbelok kekiri namun diarah kanan pintu laboratorium terbuka lebar, tampak seorang teman dengan segera menghampiri, "gue dengar lho diancam, lawan aja kalau lho kenapa napa gue gak akan diam" dia mengoceh terus menerus menunjukkan solidaritas, tanpa sadar masih ada bekas lipstik dibibirnya. Saya tak menyahut perkataannya cuma menariknya keruang koperasi dan meminjam penyerut pensil yang ada kaca dibelakangnya "coba liat tuh bibir.. lho habis dari taman lawang apa? " "ah monyet... stempel kelurahannya tebel amat" jawabnya sambil ngakak.

Teman satu ini teman bermain dari masih kelas satu dia tak suka ribut tapi sukanya mengecewakan perempuan dalam tiga tahun di SMA, entah berapa perempuan dia taklukan ajaibnya setiap ada cewek baru selalu memberi laporan. kadang saya bingung sendiri minggu lalu dia masih "jalan" dengan anak IPA 5 dua minggu kemudian sudah berganti dengan yang lain.

Tiba tiba di bawah tangga berbunyi suara sepatu beradu dengan ubin yang sangat keras seorang siswa yang mungkin kurang kasih sayang atau juga kurang bermain dimasa TK. Bermain perosotan dari atas tangga dia turun tidak melewati anak tangga namun menaruh pinggulnya diatas pegangan tangga yang terdiri dari beton yang dicat minyak warna biru yang memang agak sedikit licin. Dia turun dengan merosot tanpa sadar keseimbangannya hilang diapun terjatuh dengan lumayan keras sambil meringis dia bangun dan berjalan terpincang pincang. Kami tak tega metertawai teman yang baru jatuh tadi cuma senyum senyum penuh arti.

" Gue tanya lagi lho mau berantem sama.......? " tanya sang Casanova lagi penasaran
" terserah dia aja gue sendiri gak faham tau tau ngotot ngajakin ribut"
"terus gimana...?"
"ya udah suka suka dialah habis mau gimana lagi?"

SMA ini lumayan luas areal lahannyanya memiliki banyak ruang kelas dan setiap ruang kelasnya sangatlah besar jauh lebih besar dibanding sekolah yang dibangun baru. Karena gedung ini peninggalan Belanda maka sirkulasi udaranyapun bagus, langit kelasnya selalu tinggi membuat udara didalamnya tidak terlalu panas, disamping itu terdapat juga jendela yang juga berukuran diatas rata rata bangunan sekolah pada umumnya.

Kami berjalan melewati ruang ruang kelas IPS. Dan murid murid kelas satu yang masuk siang hari sudah mulai ramai memasuki sekolah, menjelang pintu gerbang terdapat ruang perpustakaan disebelah kirinya dan ruang kepala sekolah disebelah kanan yang berdempet dengan ruang guru BP. Bersebelahan dengan ruang perpustakaan terdapat ruang Guru yang berdampingan dengan Mushollah. Ada beberapa Murid yang sering keluar masuk ruang Guru ini, umumnya bukan untuk berkonsultasi apa lagi bertanya tentang pelajaran lebih utamanya dikarenakan ingin pulang cepat. Bila ada guru yang tidak masuk maka menjadi kebiasaan untuk menaikan jam pelajaran sesudahnya, karena lemahnya kontrol atau koordinasi diantara guru sering pula satu mata pelajaran dimana sang guru absen itu, diganti dengan dua mata pelajaran lain yang dibawahnya, Biasanya mata pelajaran yang dinaikkan jamnya hanya diberikan catatan oleh guru pengganti karena dia masih bertugas dikelas lain.

Seorang Kepala sekolah yang belum lama bertugas berkeinginan untuk menertibkan masalah seperti ini maka Kepala Sekolah membuat peraturan baru dalam rangka membangun disiplin di SMAN 7. Peraturan baru itu berupa: Setiap siswa yang terlambat maka dia tidak diperbolehkan masuk dan pintu gerbang ditutup tepat jam 7 pagi, demikian juga setiap ada guru yang tak masuk maka tak diperbolehkan menaikan mata pelajaran dibawahnya dan hasilnya....?

Rabu pagi seolah menggelar Upacara Bendera, seperti biasanya ratusan Murid berdiri dilapangan basket di setiap hari Senin pagi, namun bukan dalam rangka mengikuti Upacara Bendera tetapi menguasai lapangan itu untuk berdemonstrasi memprotes aturan baru.

Satu dua orang berorasi mengajak murid murid dilapangan tersebut menolak aturan baru sang kepala sekolah.

Tak ada pembatalan dari peraturan baru tersebut namun hanya diatas kertas selebihnya kultur lama tetap kembali langgeng, Intruksi kepala sekolah itu sepertinya tak pernah ada.

Kami melewati pintu gerbang sekolah nampak Marga diatas Honda GL nya sedang bicara dengan Yati disamping Tembok pembatas gedung milik Dinas P&K (saat ini berubah menjadi Mendiknas). Persis dibelakang tembok gedung P&K ada tempat parkir motor yang diberi nama Pedok. Didepan Pintu Gerbang sekolah bersebelahan dengan Pedok terdapat halaman yang biasa dipakai Parkir Mobil kepunyaan Kepala Sekolah yang terkadang sering mengalami kempes ban tapi bukan karena kena paku dijalan...?

Ada juga halaman yang cukup luas disamping jalan menuju SMA 7 yang dimiliki salah satu kantor TNI AD, Namun arena perkelahian bukanlah ditempat tersebut yang banyak Tentara bertugas jaga, arena berkelahian biasanya di taman seberang miliknya stasiun Gambir.

Melihat saya keluar dari Pintu Gerbang Marga langsung teriak "Oooiiii.. dari tadi gue cari cari ngilang kemana sih Lho...?" "gak kemana mana habis Jum'at gue ketemu
si Gila satu ini, orang sholat jumat dia malah pacaran" sang casanova cuma terbahak mendengar dirinya dicelotehi.
"Lho Balik duluan deh Ga’ gue masih ada urusan.." saya meminta Marga lebih dulu balik, biasanya dia mengantar pulang kalau saya lagi tak bawa Motor.
" Gila Lho ya, gue tahu lho lagi ditungguin gak bakalnya gue tinggalin Lho" jawab Marga yang gak senang hati merasa tidak diindahkan solidaritasnya.
"gak ada apa apa kok" Saya khawatir semakin banyak yang tahu persoalan ini bukan malah baik namun semakin ricuh.
"gue udah ketemu tuh anak, sama Yati tadi udah gue jelasin bahwa dia cuma salah faham, udah lho balik aja sama gue udah kelar gak ada apa apa" Ajak Marga sambil memastikan omongan itu pada Yati. "Iya kan Yat....?" dan Yati menggangguk sambil meminta saya buru buru pulang dia gak mau ada keributan yang seolah olah disebabkan dirinya.

Tak lama kemudian sang "Penantang" itu menghampiri kami yang sedang bicara disamping tembok pembatas. Saya agak terkesima dan siap siap menerima pukulan yang mungkin dilakukan, Namun cuma kata kata yang terucap dari mulutnya. "kali ini Lho gue maafkan tapi besok besok lho tau sendiri akibatnya" ucapnya dan Marga dengan reflek melerai menarik menjauhkan tubuhnya dari saya, Yati menginjak sepatu saya yang berarti pesan agar agar tidak menjawab ucapan teman yang emosi itu.
Saya tak faham siapa yang harus meminta maaf dan yang layak memaafkan namun agar tak berkepanjangan saya mengikuti perintah Yati melalui injakan sepatu itu.

Sabtu pagi khabar tertabraknya Daud sudah menjadi isue besar disetiap ruang kelas dari mulai Ipa sampai Bahasa dari mulai guru sampai petugas kantin entah bagaimana ceritanya sekolahpun dibubarkan jam 9 pagi karena terdengar bahwa daud memerlukan darah...

Setiap hari rumah sakit Cipto Mangun Kusumo mendapat tamu ratusan anak sekolah berseragam biri biru. Bila ada berita Daud memerlukan darah 1000 cc maka lebih dari 2000 cc yang didapat oleh PMI, setiap permintaan darah maka berlomba lomba para murid memberikan darahnya hingga PMI pun menutup sendiri karena darah yang dibutuhkan sudah lebih dari cukup.

Jam pelajaran sekolah sering pula dipulangkan lebih cepat dari biasanya. Entah bagaimana mulanya sering kali muncul isue tentang kondisi Daud, dengan cepat isue itu melebar menembus dinding antar kelas. Merayap dari pembicaraan spontan dikantin menyambung keruang praktikum lalu bergulir keatas sampai pada kelas bahasa diujung paling kanan dan mereka adalah bagian utama dalam hal "solidaritas" perkawanan. "Daud perlu darah kita mau ke RS" Merupakan kata kunci untuk bebas dari mengikuti pelajaran....

dihatiku ada dirimu entah kapan kutak tahu
asmaraku asmaramu telah menyatu dihatiku
sampai kapan sampai kapan kutak tau..
duhai kasih pujaan hatiku ..dengar jua dijantungku. .
suara cinta yang bersemi langkah cinta yang menyatu...
terimalah dengan tulus dihatimu....
asmaraku..asmaramu. . bagai telaga yang biru
ingin memancarkan sinar dihidupmu...
asmaraku asmaramu bagai ceria yang hilang
ku ingin engkau peluk cintaku.....

Suara Andi Meriem Mattalata yang sedang Hits saat itu seolah gak bosan bosannya diulang dalam perjalanan dari pasar minggu menuju jalan Cimahi Menteng, Mobil Hardtop berwarna hijau daun ini bergerak perlahan melewati jalan Rasuna Said Kuningan. menurun melewati Taman Lawang lalu masuk ke Latuharhari, Saya gak berani mengutak ngatik kaset yang sedang diputar dengan lagu yang selalu di ulang-ulang itu.

Marga masih terus saja menyetir sambil bernyanyi mengikuti suara Andi Meriem... teman satu ini lagi kenapa lagi..? Dari mulai jalan Potlot Pasar Minggu rumahnya dia, sampai menuju rumahnya Wawan dia gak banyak bicara kecuali bernyanyi dengan suara yang Uahhhhhh....????

Kami janji bertemu di jalan Cimahi rumahnya Wawan dimana Bejo, Congor,dan Benyamin sudah menunggu. Ada rutinitas yang berlangsung disetiap hari minggu. Memasuki Jalan Cianjur tampak diujung sana beberapa motor sudah terparkir dan Benyamin anak Betawi Kribo ini tersenyum lebar dia baru saja dapat durian runtuh....?

Tak sampai beberapa menit kami dirumah Wawan, Lalu Benyamin, Congor, Bejo dan Wawan sudah menaiki mobil, kami mengarah ke Kebayoran Baru. Benyamin yang baru saja mendapat pacar menjadi bulan bulanan ledekan sepanjang jalan entah karena hasud atau karena memang cara mendapatkannya yang agak aneh bin ajaib....?

Tak ada tujuan lain hari ini kecuali mencoba jalan menanjak yang cukup tajam di dekat Jalan Prapanca lalu berhenti ditengahnya tanpa menarik rem tangan hanya memainkan gas dan kopling. Senin besok beberapa teman ingin mengambil SIM A oleh karena itu hari minggu ini menjadi ajang latihan sebelum ujian yang sebenarnya di POLDA. Selesai mencoba Mobil secara bergantian dijalan menanjak itu maka kami meneruskan ke arah Salemba membesuk Daud di RSCM.

Tak banyak yang membesuknya hari itu mungkin karena hari libur dan kami dan tak diperbolehkan masuk ruang perawatan, Kondisinya tetap saja kritis dan Daud masih belum keluar dari ruang ICU. Ketika kami tanyakan bagaimana kondisi Daud, Seorang suster jaga tidak menjawab namun dengan agak kasar malah meminta kami untuk menjaga kewibawaan RS ini.

Sebahagian petugas RS dari mulai dokter dan suster mulai menaruh kekesalan pada anak sekolah berseragam biru biru dilingkungan itu. Penyebabnya tak lain adalah wilayah RS dijadikan arena ngobat dan bercanda tak keruan selama Daud di rawat. Wawan yang tak faham masalah yang terjadi di RS beberapa hari hari kemarin, balas membentak suster jaga yang agak kasar tadi.

Dari hari kehari kondisi Daud tak ada perubahan berarti, bila tadinya RS ramai dikunjungi beberapa hari belakangan mulai sepi dari anak anak berseragam, terkecuali hanya teman teman dekatnya yang rajin membesuk. Sekolahpun berlangsung normal tanpa ada lagi libur dadakan.

Suasana yang normal itu tiba tiba dikejutkan oleh datangnya team laboratorium dari RS, mereka mengadakan donor darah dengan bertempat di ruang kepala sekolah, beritanya cuma satu; Daud mengalami kondisi yang semakin kritis.

Saya turun kebawah terlihat Bembout baru saja keluar dari ruang donor darah yang dibuat dadakan dengan tangan yang masih dibalut Tensoplas. Beberapa teman masih dalam antrian, Bembout dengan gayanya mengajarkan "kalau lho diambil 150 cc suruh dia ambil 300 cc gak kenapa napa gak ada sakitnya" kata Bembout meyakinkan.

Sambil menunggu antrian donor kami di minta menimbang berat badan tiba giliran saya, petugas memeriksa hasil timbangan lalu berkata " kamu bukan cuma gak boleh donor tapi mungkin pula harus mendapat tambahan darah" Nah lho... Berat bada saya ternyata tidak memenuhi sarat untuk mendonorkan darah. Sialnya Bembout ada disitu dan Cipto mendengar berita itu dari Bembout punya senjata baru untuk meledek. Kurang Gizi kurang Vitamin dsb, ketika makan bersama, Achmat Sujana dengan sengaja menumpahkan nasi kepiring saya sebanyak banyaknya alasannya biar cepat gemuk , apa yg dikatakan dengan niat yang sesungguhnya memang sering terbalik..balik ?

Jumat pagi tepat dua minggu setelah Daud mengalami kecelakaan kereta. Kelas belum lagi dimulai hari masih menunjukkan Jam 7 kurang, saya memarkirkan motor di Pedok dan tak lama kemudian Bambang Makarius dengan Motor Trailnya juga tiba. Bersama Bambang saya berjalan menyusuri selasar didepan ruang ruang kelas IPS, lalu berbelok kekiri menaiki tangga. Tepat diatas anak tangga paling atas terlihat Yati sedang menangis sesunggukan bersandar di pagar tembok pengaman.

Ruang kelas sudah mulai penuh namun tak ada satupun Guru yang memasuki ruang kelas, sebagian bergerombol bersama tak ada canda tak ada celotehan Helmi yang biasanya ramai. Sebahagian perempuan menyembunyikan muka diatas meja dengan tangan berlipat dibawahnya cuma sesekali menghapus air mata yang turun deras. Hari itu menjadi hari yang paling sepi di 3 Ips 3, Ida, Eka, Beti Lestari dan lainnya berusaha menenangkan satu orang siswi yang mulai tak bisa menahan tangisnya.

Tak lama pengumuman dari kepala sekolahpun datang, hari ini sekolah diliburkan, Daud yang ramah itu pergi setelah beberapa kali mengalami kritis.

Ada wajah ganteng didalam peti itu dengan jas dan dasi menutupi tubuhnya, tepat diujung kaki disisi sebelah kanan terletak sepatu kets kesayangannya sepatu yang dipakai menyusuri hari hari disekolah, terdengar nyanyian puji pujian pada Tuhan dari keluarga yang ditinggalkan. Tak lama Petipun ditutup diiringi dengan isakan dari puluhan pelayat dan keluarga.

Iring iringan motor dan mobil seolah tak putus dari mulai Cempaka Putih Timur menuju Pemakaman Menteng Pulo. Deni sapi mulai tak bisa menahan emosi ketika mobil polisi didepannya tak juga mau minggir ketika iring iringan mobil jenazah berjalan melewati jalan MT Haryono, dia menyusul lalu memalingkan mobil Honda Life nya tepat didepan mobil polisi yang dipaksa berhenti, agar memudahkan rombongan kendaraan yang sedang menuju pemakaman berjalan lancar.

Ratusan siswa mengelilingi kuburan dengan keluarga Daud berada disisi liang lahat. Terlihat Rita menundukkan wajahnya dikelilingi teman teman perempuan, ada garis sembab yang membentuk dibawah matanya, Rita bersama Daud ketika kejadian itu terjadi, entah sudah berapa malam dia tak dapat tidur dengan bayangan kelam yang selalu datang setiap saat, dan kini Ia menyaksikan lelaki baik yang sering mengantarnya pulang memasuki liang lahat.

Sore yang mendung puluhan karangan bunga duka menutupi kuburan, ada cinta seorang perempuan yang ikut didalamnya.. ....

Selamat jalan teman .. selamat datang kesedihan…