Rabu, 20 Januari 2010

Daud Yang Ramah Itu Pergi

Berbahagialah mereka yang mati muda
(Soe Hok Gie)

kamis pagi di tahun 1981di kelas 3 Ips 3, menjelang istirahat ke dua, Pak Sianturi guru Tata Buku yang bermuka agak aneh dikit, jenggotnya semrawut dan bahasanya masih BTL, membuat garis garis jurnal di papan tulis lalu menulis angka angka dibawah kolom Pasifa dan Aktifa.

Entah kenapa tiba tiba Helmi Mufti membuat kapal kapalan dari kertas sobekan buku lalu melayangkannya kebelakang, saya menangkapnya lalu membuka ada tulisan berisi kata kata yang saya udah lupa, juga ada gambar wajah yang hidungnya dipanjangkan seperti burung betet didalam kapal kapalan itu, serta merta saya teriak "Sialan lho !!!!!"
Helmi cuma nyengir kuda namun Pak Jenggot didepan langsung berbalik dan menuding.

"Daud...!!!! .. kamu sudah diperingatkan sebelum kenaikan kelas, jaga sikap kamu atau kamu tidak lulus dikelas tiga ini" itulah sepotong kalimat yang masih saya ingat dari lolongan panjang pak Sianturi yang salah alamat.
Seketika kelas hening dan Daud pun terkesima, tiba tiba mendapat omelan yang bukan hasil perbuatannya.

PPD arah Pulo Gadung dari Terminal Lapangan Banteng kosong melompong tanpa harus berebut saya dapat bangku belakang seperti kebiasaan anak sekolah lainnya, maunya duduk dibangku paling belakang karena kalau ada apa apa bisa langsung kabur terutama kalau anak anak STM diseputaran Budi Utomo sedang cari cari masalah. Tak lama Daud menaiki Bus yang sama.. "Hei udah balik lho...?" tanyanya, rumah kami memang searah dia di Cempaka Putih dan saya di Letjen Soeprapto.
" Udah... kenapa lho tadi sama si Jenggo..?" tanya saya cekikikan..
"ah sialan tuh guru marah sih marah tapi jangan kartu gue dibuka buka malu maluin aja"
"udah gitu bukan gue juga yang teriak kenapa marahnya ke gue" Daud meneruskan rasa mangkelnya.
" Gue yang teriak tadi tapi heran cuman begitu aja dia ngamuk gak keruan..."
"emang sok galak tuh orang , tapi lho yang teriak tadi ya? sialannn lho ah.. gue yang kena jadinya?"

Bus melaju melalui Gunung Sahari dan Daud selalu saja senyum pada setiap orang yang baru naik yang kebetulan saling melihat, Daud selalu ramah bahkan dapat dikatakan terlalu ramah, kenal atau tak kenal dia selalu senyum terkadang Helmi suka meledek. "lho ada sarapnya kaliya...?"

Tiba di Setasiun Senen saya meloncat turun "sampai besok ya... sorry soal pak Sianturi itu" teriak saya
"oke gak papa..."

Jumat siang esok harinya, di minggu yang sama ditahun yang sama... Jam sekolah udah bubar dari jam 11 siang dan waktu untuk sholat jum'at di Hall lapangan Basket belakang masih satu jam lagi.

Sekolah udah mulai sepi sebagian besar sudah pulang, Mia, Beti dan Lisa masih ngobrol dibawah tangga didepan pintu koperasi SMA 7, Bembout, Cipto dan beberapa lainnya didalam ruangan koperasi, Bembout segera menyelipkan rokoknya dibawah Meja ketika Pak Nasir (Wakil Kepala sekolah) lewat tapi asapnya kemana mana sukurlah pak Nasir tidak melihat...

Saya terus menuju halaman depan sekolah karena mangga manis yang dibungkus plastik dijajakan dalam gerobak dorong didepan sekolah, rasanya lebih menjanjikan ketimbang dengerin Bembout cerita tentang Setan di rumah kentang.

Baru saja melewati pintu pagar halaman SMA 7 terdengar jeritan Nani "Daud....Daudddddd. .. Daudddd...!! !!!!!!" Nani berteriak teriak panik alang kepalang. Saya gak jelas apa maksud teriakannya, mukanya tegang dan tampak jelas dia menangis, sebagian teman yang ada dihalaman depan berlari menuju perlintasan rel kereta, dari kejauhan terlihat Agus Akbar tanpa melihat mobil dikanan kiri nekat menyeberang diikuti oleh Helmi dan lainnya, saya pun berlari mengikuti mereka dengan tujuan yang gak jelas ada apa di seberang sana....?


Jalan Merdeka Timur depan SMAN 7 selalu ramai dengan kendaraan yang lewat, Bajaj Bus, Metro Mini dan mobil pribadi seolah beradu cepat. Dalam adu lari yang tak jelas ini sekonyong konyong sebuah Bajaj seperti tak mau menarik rem tangannya dipaksa berhenti oleh teman yang sedang terburu buru menyeberang. Cuittttt Bajaj itu mengerem mendadak karena hampir saja menabrak salah satu laskar biru muda biru tua ini yang mungkin punya cadangan nyawa lain. Dia menyeberang seolah berbadan dilapisi baja, tak peduli Bajaj yang sedang berjalan kencang. Dalam keterkejutannya anak itu teriak “Anjing Lho gua gebukin baru tau lho” Supir Bajaj itu pucat pasi dia tidak merasa salah tapi mungkin faham keangkeran anak sekolah yang berseragam mirip penjara Amerika ini, Diam adalah cara selamat bila tak mau ber urusan lebih panjang.

Sebagian pelari berbelok kekanan setibanya di seberang mengarah ke stasiun Gambir dua tiga orang lainnya mengarah kekiri menuju perlintasan kereta Api jalan Merdeka Barat. Saya menuju kekiri tak jauh dari situ terlihat sekumpulan orang berkerumun, tiga teman didepan sudah melewati kerumunan itu tapi mereka tak menghentikan larinya, ketika saya melintasinya tampak seorang siswa SMP habis tertabrak sedang dikerumuni, saya makin gak faham anak itu tertabrak tapi pelari biru biru itu melewati begitu saja hampir tak acuh mereka tetap berlari menuju Rel Kereta Api.
Dengan nafas yang masih tersengal kami memasuki lintasan kereta diujung stasiun tampak Agus Akbar sedang berjalan perlahan lahan matanya meneliti kebawah seperti mencari barang yang hilang, ditangan kirinya terdapat kantung plastik transparan. “ada apaan sih Gus..?” tanya saya penasaran “Lho nyari apaan..?” tanya saya lagi sebelum Agus sempat menjawab.
“Daud ketabrak kereta .. gue lagi nyari jari kakinya ini baru dapat satu” jawab Agus santai seperti gak ada apa apa, seolah sedang mencari gundu yang hilang sambil memperlihatkan isi dalam kantong plastiknya, nampak sepotong jari dengan tetesan darah didalamnya.

“Astagfirullah “ jerit saya dalam hati. “Daudnya dimana Gus..?” “dibawa kedalam stasiun ada si Helmi disitu lagi nemanin dia “ Setengah berlari saya tinggalkan Agus yang masih asik mengorek ngorek batu koral dibawah bawah rel mencari bagian jari jemari Daud yang lainnya..
Stasiun ini merupakan pusat transportasi pemberangkatan diseputar pulau Jawa, namun kusam bau pesing dan sumpek, hampir tak pernah kosong , tapi hari itu tak banyak calon penumpang didalamnya. Mata saya mencari keberbagai sudut tapi jangankan Daud, Helmipun tak nampak batang hidungnya , terlihat Bejo sedang berdiri bersama teman teman lainnya, secepatnya saya menghampiri mereka dan pada saat mendekat tampak kaki menjulur diatas lantai yang hanya dilapisi koran ada percikan darah menetes diseputar koran.

Daud masih sadar matanya sedikit membuka dia setengah sadar dan tidak, saya langsung membungkuk melihat kondisi fisiknya dengan hati yang dikuat kuatkan. Daud adalah Daud ditengah rasa sakit yang tak mampu saya bayangkan perihnya dia tetap senyum pada orang yang menemuinya. Mulut saya terkunci tak mampu bertanya, ada bagian dari jari kakinya yang hilang namun jauh lebih parah kondisi dikepalanya. Tak sampai satu menit saya mengalihkan pandangan tak tahan melihat teman yang ramah ini menahan sakit.
“Bejo… Ambulannya mana? ” Tanya saya heran kenapa Daud masih tergeletak didepan ruang packaging, masih belum dibawa ke RS.

Pihak stasiun tidak memberi bantuan bahkan kata Bejo mereka menggotong sendiri tidak disediakan apapun untuk anak muda ini.
“si Helmi lagi cari mobil Gua nunggu disini” jawab Bejo kelihatan sekali dia bingung tapi gak tau mau buat apa.
Sesekali terdengar erangan Daud kami serentak menoleh kepadanya “Sabar Daud sebentar lagi kita bawa lho ke RS” salah satu teman menenangkan.
Tak lama Helmi muncul dengan tergopoh gopoh “Yuk.. yuk… kita angkat sama sama saja mobil udah nunggu didepan” ujar Helmi dan dia langsung menuju bagian kepalanya Daud mengangkat dari bagian pundak “hati hati pelan pelan” teriak teman yang satunya lagi.
Kami menggotong Daud kebagian luar stasiun dan nampak satu buah mobil Pick Up Mitsubishi sudah menunggu,

“Helmi, kita bawanya pakai mobil Bak..? “ tanya saya setengah gak percaya..
“gak ada mobil lagi inipun mobil angkutan buat ke Jawa barangnya gua yang turunin” kata Helmi, dia cukup sigap dalam urusan urusan sperti ini, udah gak ada lagi humor lucu dari mulutnya yang selalu enteng itu.
“ Geis, Bejo, lho ada duit berapa..? ini mobil belum gue bayar” Helmi meminta kami urunan untuk sewa mobil, entah berapa ribu perak sisa uang jajan kami saat itu yang segera kami berikan pada Helmi untuk bayar angkutan ke RSCM.

Helmi dan Bejo dan beberapa teman lainnya ke RSCM, saya kembali ke SMA 7 untuk sholat Jumat “nanti habis Jum’at gue susul ke Cipto (RS)” ujar saya yang tentu saja bohong, karena untuk pulangpun saya harus jalan kaki kerumah.
Dengan bayangan muka Daud dan kengerian yang pertama kali dalam seumur hidup saya rasakan.

Saya kembali menuju SMA 7 belum sampai kesamping Musholah untuk wudhu, Yati (Nurhayati) berlari menghampiri “gimana Daud..? apa nya yang luka..?” dan berondongan pertanyaan lainnya
“Parah Yat..” jawab saya. “kepalanya…” belum habis saya meneruskan kalimat menjawab pertanyaan Yati. Air matanya sudah turun deras, dia menangis tersedu sedu. Yati bukan hanya peka tapi juga sangat sensisitif hal apapun yang mengganggu pikirannya maka air matanya lebih dulu menetes.

Saya tak faham apa maksud kawan satu ini. Melihat Yati menangis dia menghampiri dan bertanya dengan suara yang membentak. “Kenapa lho sama Yati…?” Saya agak malas menjawab karena waktu Jum’at memang sudah masuk, apa lagi di preshure dalam keadaan pikiran melayang seperti ini, buru buru saya mengambil wudhu dan kawan ini tak puas hati. “Lho mau ribut sama gua !!!!” teriaknya disela sela teman lain yang juga sedang berwudhu. “ Gua mau Sholat Jum’at ngomongnya nanti aja” jawab saya sambil meninggalkan dia yang masih melotot gak keruan.

Wajah Daud masih sangat membekas kalau teler obat itu membuat pikiran melayang maka saat itu saya memang teler. Teler membayangkan mampukah Daud bertahan hidup. Teler membayangkan luka yang menganga ditubuhnya.
Matahari sangat terik lapangan Basket yang sudah banyak gompal lantainya itu mengembalikan sinar matahari keatas cahayanya menyilaukan mata, saya terburu buru melewati lapangan itu karena suara didalam HALL sudah mengumandangkan Qomat tiba tiba bahu saya ada yang menarik dari belakang, saat berpaling melihat pelakunya serta merta terdengar pernyataan yang berupa ancaman. “Gue gak puas sama Lho ntar gue tunggu lho ditaman depan !!!!”

Agak tersentak menerima sebuah ancaman yang datang tiba-tiba namun tak ada lagi kata yang bisa terucap kecuali menjadi "laki-laki" dihadapan laki-laki lain yang memaksa menunjukkan ego kejantanannya. Dengan segala kesemrawutan pikiran hari itu cuma ucapan singkat yang terlontar tanpa lagi berfikir rasional tidak juga berkeinginan menjelaskan masalah. Sambil berlalu saya berkata " habis sholat jum'at gue ketaman" Sebuah kalimat pendek berisi persetejuan pertunjukkan kekerasan yang tak begitu jelas ujung pangkalnya. Dalam keterdesakan akal sehat menjadi langka, emosi adalah sarana paling mudah untuk bergabung dalam sebuah pertunjukkan yang didasari kebodohan individual menjadi ketololan kolektif.

Memasuki Hall tentu saja mendapat baris paling belakang, Imam membaca surat Alfathehah diteruskan surat lainnya namun jangankan untuk khusu' bahkan sepanjang sholat saya tak mengingat Tuhan, hanya darah dan kengerian yang terbayang, saya tak ingat beberapa hari tak bisa makan dengan sesudah kejadian itu baik bahkan Helmi Mufti bukan hanya tak makan lambungnya selalu memuntahkan apa yang masuk keperutnya selama beberapa hari.

Sholat jumat pun selesai, saya belum faham aturan seorang Muslim dalam berdoa, maka nama Daud Lamojari mendominasi dalam mengucap harap pada Tuhan dalam rentetan kalimat yang tak terangkai, semua harapan terlontar dengan spontan. Bahkan juga berharap kematiannya dipercepat bilamana hidup cuma akan menyusahkan dirinya.

Matahari belum juga menurunkan sengatannya, syaraf syaraf dikepala sudah mulai tidak kompromi. Tidak adanya makanan yang yang masuk sejak pagi membuat lambung mengirim zat asam memberi reaksi pada saluran darah dikepala yang menimbulkan rasa sakit, Sejenak terfikir untuk menjawab teriakan usus besar di Kantin Mami, dan tak sadar tangan merogoh kocek yang kosong walaupun akal masih sadar untuk memberi ingatan bahwa uang sudah tak ada serupiah pun. Ditambah lagi ingatan harus segera memenuhi panggilan ego seorang yang emosional.

Melewati toilet diujung lapangan basket saya berbelok kekiri namun diarah kanan pintu laboratorium terbuka lebar, tampak seorang teman dengan segera menghampiri, "gue dengar lho diancam, lawan aja kalau lho kenapa napa gue gak akan diam" dia mengoceh terus menerus menunjukkan solidaritas, tanpa sadar masih ada bekas lipstik dibibirnya. Saya tak menyahut perkataannya cuma menariknya keruang koperasi dan meminjam penyerut pensil yang ada kaca dibelakangnya "coba liat tuh bibir.. lho habis dari taman lawang apa? " "ah monyet... stempel kelurahannya tebel amat" jawabnya sambil ngakak.

Teman satu ini teman bermain dari masih kelas satu dia tak suka ribut tapi sukanya mengecewakan perempuan dalam tiga tahun di SMA, entah berapa perempuan dia taklukan ajaibnya setiap ada cewek baru selalu memberi laporan. kadang saya bingung sendiri minggu lalu dia masih "jalan" dengan anak IPA 5 dua minggu kemudian sudah berganti dengan yang lain.

Tiba tiba di bawah tangga berbunyi suara sepatu beradu dengan ubin yang sangat keras seorang siswa yang mungkin kurang kasih sayang atau juga kurang bermain dimasa TK. Bermain perosotan dari atas tangga dia turun tidak melewati anak tangga namun menaruh pinggulnya diatas pegangan tangga yang terdiri dari beton yang dicat minyak warna biru yang memang agak sedikit licin. Dia turun dengan merosot tanpa sadar keseimbangannya hilang diapun terjatuh dengan lumayan keras sambil meringis dia bangun dan berjalan terpincang pincang. Kami tak tega metertawai teman yang baru jatuh tadi cuma senyum senyum penuh arti.

" Gue tanya lagi lho mau berantem sama.......? " tanya sang Casanova lagi penasaran
" terserah dia aja gue sendiri gak faham tau tau ngotot ngajakin ribut"
"terus gimana...?"
"ya udah suka suka dialah habis mau gimana lagi?"

SMA ini lumayan luas areal lahannyanya memiliki banyak ruang kelas dan setiap ruang kelasnya sangatlah besar jauh lebih besar dibanding sekolah yang dibangun baru. Karena gedung ini peninggalan Belanda maka sirkulasi udaranyapun bagus, langit kelasnya selalu tinggi membuat udara didalamnya tidak terlalu panas, disamping itu terdapat juga jendela yang juga berukuran diatas rata rata bangunan sekolah pada umumnya.

Kami berjalan melewati ruang ruang kelas IPS. Dan murid murid kelas satu yang masuk siang hari sudah mulai ramai memasuki sekolah, menjelang pintu gerbang terdapat ruang perpustakaan disebelah kirinya dan ruang kepala sekolah disebelah kanan yang berdempet dengan ruang guru BP. Bersebelahan dengan ruang perpustakaan terdapat ruang Guru yang berdampingan dengan Mushollah. Ada beberapa Murid yang sering keluar masuk ruang Guru ini, umumnya bukan untuk berkonsultasi apa lagi bertanya tentang pelajaran lebih utamanya dikarenakan ingin pulang cepat. Bila ada guru yang tidak masuk maka menjadi kebiasaan untuk menaikan jam pelajaran sesudahnya, karena lemahnya kontrol atau koordinasi diantara guru sering pula satu mata pelajaran dimana sang guru absen itu, diganti dengan dua mata pelajaran lain yang dibawahnya, Biasanya mata pelajaran yang dinaikkan jamnya hanya diberikan catatan oleh guru pengganti karena dia masih bertugas dikelas lain.

Seorang Kepala sekolah yang belum lama bertugas berkeinginan untuk menertibkan masalah seperti ini maka Kepala Sekolah membuat peraturan baru dalam rangka membangun disiplin di SMAN 7. Peraturan baru itu berupa: Setiap siswa yang terlambat maka dia tidak diperbolehkan masuk dan pintu gerbang ditutup tepat jam 7 pagi, demikian juga setiap ada guru yang tak masuk maka tak diperbolehkan menaikan mata pelajaran dibawahnya dan hasilnya....?

Rabu pagi seolah menggelar Upacara Bendera, seperti biasanya ratusan Murid berdiri dilapangan basket di setiap hari Senin pagi, namun bukan dalam rangka mengikuti Upacara Bendera tetapi menguasai lapangan itu untuk berdemonstrasi memprotes aturan baru.

Satu dua orang berorasi mengajak murid murid dilapangan tersebut menolak aturan baru sang kepala sekolah.

Tak ada pembatalan dari peraturan baru tersebut namun hanya diatas kertas selebihnya kultur lama tetap kembali langgeng, Intruksi kepala sekolah itu sepertinya tak pernah ada.

Kami melewati pintu gerbang sekolah nampak Marga diatas Honda GL nya sedang bicara dengan Yati disamping Tembok pembatas gedung milik Dinas P&K (saat ini berubah menjadi Mendiknas). Persis dibelakang tembok gedung P&K ada tempat parkir motor yang diberi nama Pedok. Didepan Pintu Gerbang sekolah bersebelahan dengan Pedok terdapat halaman yang biasa dipakai Parkir Mobil kepunyaan Kepala Sekolah yang terkadang sering mengalami kempes ban tapi bukan karena kena paku dijalan...?

Ada juga halaman yang cukup luas disamping jalan menuju SMA 7 yang dimiliki salah satu kantor TNI AD, Namun arena perkelahian bukanlah ditempat tersebut yang banyak Tentara bertugas jaga, arena berkelahian biasanya di taman seberang miliknya stasiun Gambir.

Melihat saya keluar dari Pintu Gerbang Marga langsung teriak "Oooiiii.. dari tadi gue cari cari ngilang kemana sih Lho...?" "gak kemana mana habis Jum'at gue ketemu
si Gila satu ini, orang sholat jumat dia malah pacaran" sang casanova cuma terbahak mendengar dirinya dicelotehi.
"Lho Balik duluan deh Ga’ gue masih ada urusan.." saya meminta Marga lebih dulu balik, biasanya dia mengantar pulang kalau saya lagi tak bawa Motor.
" Gila Lho ya, gue tahu lho lagi ditungguin gak bakalnya gue tinggalin Lho" jawab Marga yang gak senang hati merasa tidak diindahkan solidaritasnya.
"gak ada apa apa kok" Saya khawatir semakin banyak yang tahu persoalan ini bukan malah baik namun semakin ricuh.
"gue udah ketemu tuh anak, sama Yati tadi udah gue jelasin bahwa dia cuma salah faham, udah lho balik aja sama gue udah kelar gak ada apa apa" Ajak Marga sambil memastikan omongan itu pada Yati. "Iya kan Yat....?" dan Yati menggangguk sambil meminta saya buru buru pulang dia gak mau ada keributan yang seolah olah disebabkan dirinya.

Tak lama kemudian sang "Penantang" itu menghampiri kami yang sedang bicara disamping tembok pembatas. Saya agak terkesima dan siap siap menerima pukulan yang mungkin dilakukan, Namun cuma kata kata yang terucap dari mulutnya. "kali ini Lho gue maafkan tapi besok besok lho tau sendiri akibatnya" ucapnya dan Marga dengan reflek melerai menarik menjauhkan tubuhnya dari saya, Yati menginjak sepatu saya yang berarti pesan agar agar tidak menjawab ucapan teman yang emosi itu.
Saya tak faham siapa yang harus meminta maaf dan yang layak memaafkan namun agar tak berkepanjangan saya mengikuti perintah Yati melalui injakan sepatu itu.

Sabtu pagi khabar tertabraknya Daud sudah menjadi isue besar disetiap ruang kelas dari mulai Ipa sampai Bahasa dari mulai guru sampai petugas kantin entah bagaimana ceritanya sekolahpun dibubarkan jam 9 pagi karena terdengar bahwa daud memerlukan darah...

Setiap hari rumah sakit Cipto Mangun Kusumo mendapat tamu ratusan anak sekolah berseragam biri biru. Bila ada berita Daud memerlukan darah 1000 cc maka lebih dari 2000 cc yang didapat oleh PMI, setiap permintaan darah maka berlomba lomba para murid memberikan darahnya hingga PMI pun menutup sendiri karena darah yang dibutuhkan sudah lebih dari cukup.

Jam pelajaran sekolah sering pula dipulangkan lebih cepat dari biasanya. Entah bagaimana mulanya sering kali muncul isue tentang kondisi Daud, dengan cepat isue itu melebar menembus dinding antar kelas. Merayap dari pembicaraan spontan dikantin menyambung keruang praktikum lalu bergulir keatas sampai pada kelas bahasa diujung paling kanan dan mereka adalah bagian utama dalam hal "solidaritas" perkawanan. "Daud perlu darah kita mau ke RS" Merupakan kata kunci untuk bebas dari mengikuti pelajaran....

dihatiku ada dirimu entah kapan kutak tahu
asmaraku asmaramu telah menyatu dihatiku
sampai kapan sampai kapan kutak tau..
duhai kasih pujaan hatiku ..dengar jua dijantungku. .
suara cinta yang bersemi langkah cinta yang menyatu...
terimalah dengan tulus dihatimu....
asmaraku..asmaramu. . bagai telaga yang biru
ingin memancarkan sinar dihidupmu...
asmaraku asmaramu bagai ceria yang hilang
ku ingin engkau peluk cintaku.....

Suara Andi Meriem Mattalata yang sedang Hits saat itu seolah gak bosan bosannya diulang dalam perjalanan dari pasar minggu menuju jalan Cimahi Menteng, Mobil Hardtop berwarna hijau daun ini bergerak perlahan melewati jalan Rasuna Said Kuningan. menurun melewati Taman Lawang lalu masuk ke Latuharhari, Saya gak berani mengutak ngatik kaset yang sedang diputar dengan lagu yang selalu di ulang-ulang itu.

Marga masih terus saja menyetir sambil bernyanyi mengikuti suara Andi Meriem... teman satu ini lagi kenapa lagi..? Dari mulai jalan Potlot Pasar Minggu rumahnya dia, sampai menuju rumahnya Wawan dia gak banyak bicara kecuali bernyanyi dengan suara yang Uahhhhhh....????

Kami janji bertemu di jalan Cimahi rumahnya Wawan dimana Bejo, Congor,dan Benyamin sudah menunggu. Ada rutinitas yang berlangsung disetiap hari minggu. Memasuki Jalan Cianjur tampak diujung sana beberapa motor sudah terparkir dan Benyamin anak Betawi Kribo ini tersenyum lebar dia baru saja dapat durian runtuh....?

Tak sampai beberapa menit kami dirumah Wawan, Lalu Benyamin, Congor, Bejo dan Wawan sudah menaiki mobil, kami mengarah ke Kebayoran Baru. Benyamin yang baru saja mendapat pacar menjadi bulan bulanan ledekan sepanjang jalan entah karena hasud atau karena memang cara mendapatkannya yang agak aneh bin ajaib....?

Tak ada tujuan lain hari ini kecuali mencoba jalan menanjak yang cukup tajam di dekat Jalan Prapanca lalu berhenti ditengahnya tanpa menarik rem tangan hanya memainkan gas dan kopling. Senin besok beberapa teman ingin mengambil SIM A oleh karena itu hari minggu ini menjadi ajang latihan sebelum ujian yang sebenarnya di POLDA. Selesai mencoba Mobil secara bergantian dijalan menanjak itu maka kami meneruskan ke arah Salemba membesuk Daud di RSCM.

Tak banyak yang membesuknya hari itu mungkin karena hari libur dan kami dan tak diperbolehkan masuk ruang perawatan, Kondisinya tetap saja kritis dan Daud masih belum keluar dari ruang ICU. Ketika kami tanyakan bagaimana kondisi Daud, Seorang suster jaga tidak menjawab namun dengan agak kasar malah meminta kami untuk menjaga kewibawaan RS ini.

Sebahagian petugas RS dari mulai dokter dan suster mulai menaruh kekesalan pada anak sekolah berseragam biru biru dilingkungan itu. Penyebabnya tak lain adalah wilayah RS dijadikan arena ngobat dan bercanda tak keruan selama Daud di rawat. Wawan yang tak faham masalah yang terjadi di RS beberapa hari hari kemarin, balas membentak suster jaga yang agak kasar tadi.

Dari hari kehari kondisi Daud tak ada perubahan berarti, bila tadinya RS ramai dikunjungi beberapa hari belakangan mulai sepi dari anak anak berseragam, terkecuali hanya teman teman dekatnya yang rajin membesuk. Sekolahpun berlangsung normal tanpa ada lagi libur dadakan.

Suasana yang normal itu tiba tiba dikejutkan oleh datangnya team laboratorium dari RS, mereka mengadakan donor darah dengan bertempat di ruang kepala sekolah, beritanya cuma satu; Daud mengalami kondisi yang semakin kritis.

Saya turun kebawah terlihat Bembout baru saja keluar dari ruang donor darah yang dibuat dadakan dengan tangan yang masih dibalut Tensoplas. Beberapa teman masih dalam antrian, Bembout dengan gayanya mengajarkan "kalau lho diambil 150 cc suruh dia ambil 300 cc gak kenapa napa gak ada sakitnya" kata Bembout meyakinkan.

Sambil menunggu antrian donor kami di minta menimbang berat badan tiba giliran saya, petugas memeriksa hasil timbangan lalu berkata " kamu bukan cuma gak boleh donor tapi mungkin pula harus mendapat tambahan darah" Nah lho... Berat bada saya ternyata tidak memenuhi sarat untuk mendonorkan darah. Sialnya Bembout ada disitu dan Cipto mendengar berita itu dari Bembout punya senjata baru untuk meledek. Kurang Gizi kurang Vitamin dsb, ketika makan bersama, Achmat Sujana dengan sengaja menumpahkan nasi kepiring saya sebanyak banyaknya alasannya biar cepat gemuk , apa yg dikatakan dengan niat yang sesungguhnya memang sering terbalik..balik ?

Jumat pagi tepat dua minggu setelah Daud mengalami kecelakaan kereta. Kelas belum lagi dimulai hari masih menunjukkan Jam 7 kurang, saya memarkirkan motor di Pedok dan tak lama kemudian Bambang Makarius dengan Motor Trailnya juga tiba. Bersama Bambang saya berjalan menyusuri selasar didepan ruang ruang kelas IPS, lalu berbelok kekiri menaiki tangga. Tepat diatas anak tangga paling atas terlihat Yati sedang menangis sesunggukan bersandar di pagar tembok pengaman.

Ruang kelas sudah mulai penuh namun tak ada satupun Guru yang memasuki ruang kelas, sebagian bergerombol bersama tak ada canda tak ada celotehan Helmi yang biasanya ramai. Sebahagian perempuan menyembunyikan muka diatas meja dengan tangan berlipat dibawahnya cuma sesekali menghapus air mata yang turun deras. Hari itu menjadi hari yang paling sepi di 3 Ips 3, Ida, Eka, Beti Lestari dan lainnya berusaha menenangkan satu orang siswi yang mulai tak bisa menahan tangisnya.

Tak lama pengumuman dari kepala sekolahpun datang, hari ini sekolah diliburkan, Daud yang ramah itu pergi setelah beberapa kali mengalami kritis.

Ada wajah ganteng didalam peti itu dengan jas dan dasi menutupi tubuhnya, tepat diujung kaki disisi sebelah kanan terletak sepatu kets kesayangannya sepatu yang dipakai menyusuri hari hari disekolah, terdengar nyanyian puji pujian pada Tuhan dari keluarga yang ditinggalkan. Tak lama Petipun ditutup diiringi dengan isakan dari puluhan pelayat dan keluarga.

Iring iringan motor dan mobil seolah tak putus dari mulai Cempaka Putih Timur menuju Pemakaman Menteng Pulo. Deni sapi mulai tak bisa menahan emosi ketika mobil polisi didepannya tak juga mau minggir ketika iring iringan mobil jenazah berjalan melewati jalan MT Haryono, dia menyusul lalu memalingkan mobil Honda Life nya tepat didepan mobil polisi yang dipaksa berhenti, agar memudahkan rombongan kendaraan yang sedang menuju pemakaman berjalan lancar.

Ratusan siswa mengelilingi kuburan dengan keluarga Daud berada disisi liang lahat. Terlihat Rita menundukkan wajahnya dikelilingi teman teman perempuan, ada garis sembab yang membentuk dibawah matanya, Rita bersama Daud ketika kejadian itu terjadi, entah sudah berapa malam dia tak dapat tidur dengan bayangan kelam yang selalu datang setiap saat, dan kini Ia menyaksikan lelaki baik yang sering mengantarnya pulang memasuki liang lahat.

Sore yang mendung puluhan karangan bunga duka menutupi kuburan, ada cinta seorang perempuan yang ikut didalamnya.. ....

Selamat jalan teman .. selamat datang kesedihan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar