Sabtu, 21 Juni 2008

Menikmati Tawaf

Ada kesalahan yang selalu berulang ulang dilakukan oleh orang yang berumroh maupun ber haji, Kesalahan itu adalah terburu buru sewaktu melakasanakan tawaf. Anehnya tergesa gesa dalam bertawaf yang dilakukan itu tidak menghasilkan apapun, sebaliknya malah mengesalkan orang lain, tabrak sana tabrak sini. Setelah selesai tak ada yang dituju melainkan hanya sholat didalam Masjid atau meneruskan dengan melaksanakan Sya'i.
Padahal kita tidak dalam posisi di kejar-kejar waktu, lain halnya bila kita berada di jakarta atau terlibat dalam sebuah pekerjaan. Umumnya orang yang datang hanya khusus untuk beribadah jadi mengapa harus terburu buru.

Awal pertama tama saya juga termasuk yang melakukan tawaf seperti itu, selalu terburu buru yang membuat kita tidak konsen dalam berdoa bahkan kehilangan kenikmatannya.
Dalam tawaf banyak pemandangan yang menyejukkan hati bila saja kita mau sedikit saja memperhatikan di sekeliling kita.

Saya melihat seorang tua yang kakinya lumpuh dia bertawaf dengan menarik tubuhnya dengan tangannya padahal banyak kursi roda disediakan, namun dia ingin melakukan dengan tenaganya sendiri dalam berjalan mengelilingi Ka'bah. Saya melihat sebuah pelajaran kesabaran dalam ketaatan beribadah.

Tak lama kemudian seorang anak tersenyum gembira diatas pundak seorang bapak mengucapkan dengan lidah yang masih pelo mengikuti seruan takbir yang dilakukan oleh ayah dan ibunya. Sebuah pendidikan tauhid dari semasa kecil nampak disitu.

Seorang anak perempuan cantik berjalan membacakan sebuah kitab berisi doa dan zhikir, tangan kanannya, menuntun sang ayah yang mulai renta. Seorang bapak yang berbahagia dan seorang anak perempuan sholehah menuntunnya dengan sabar.

Kemudian tiga orang berbadan besar berkulit hitam berjalan bergandengan tangan dengan cepat cepat tak mau saling melepas, menerobos orang orang yang didepannya, sebuah nafsu berbadah yang hanya merugikan orang lain. Sebuah pelajaran tentang egoisme.

Seorang anak lelaki mendorong kursi roda yang ditumpangi oleh ibunya, seolah tak ada beban dia gembira bisa melayani ibunya dalam beribadah. sebuah pelajaran tentang menjadi waladun Sholeh.
Saya melihat sekian puluh orang beradu kuat untuk mencium hajarul aswat, nafsu beribadah berubah menjadi saling dorong dan adu kekuatan, sebuah pelajaran tentang "kebodohan".

Saya berjalan perlahan lahan saja, berdoa dan berzhikir sambil menikmati semua pemandangan didalamnya. Semua merupakan pelajaran tentang etika, adab, cinta, kepatuhan bahkan egoisme.

Semua yang tergambar disitu seperti potongan potongan hidup yang mencerminkan diri kita sendiri dalam berbagai sifat keburukan maupun kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar