Kamis, 22 Oktober 2009

Ulang Tahun (sebuah Memoar)

Rabu pagi 18 Oktober … Suara sirene dari sebuah TOA berbunyi keras, yang merupakan tanda bagi semua pendukung demonstrasi untuk segera menggembok seluruh tangga untuk naik kekelas dilantai atas, Seluruh perkuliahan yang sedang berlangsung dibubarkan, Mahasiswa pun terkurung mereka yang berada diatas tak bisa turun.

Hari ini adalah hari yang sudah lama dipersiapkan setelah berkali kali gagal dilaksanakan. Hari solidaritas untuk Bursah Zarnubi ketua senat Fakultas Ekonomi (ketua Partai Bintang Reformasi saat ini.) yang dipecat dari kampus akibat menggerakkan demo terus menerus menuntut penurunan uang kuliah.

Dijaman gelap ketika kekuasaan tirani Soeharto menggurita yang di dukung penuh oleh sang Jendral Beni Moerdani sebagai Pangab, maka sekecil apapun sebuah pergolakan mahasiswa akan menjadi masalah dan tokohnya harus ditangkap.

Tetapi demo itu bukan demo politik bukan pula demo menentang azas tunggal Pancasila yang ingin di terapka dimasa itu. Dimana azas islam dalam setiap organisasi harus berganti dengan ber azas pancasila. Namun walaupun demikian puluhan Tentara berdiri sejajar diluar kampus dan siap menyerbu.
Kampus yang pengab tak ada kebebasan bahkan laksuspun mengikuti perkuliahan sambilan selain mengambil gelar sekaligus juga memata matai pergerakan Mahasiswa.

Adalah Erlangga, Egie Sujana, Ms Kaban (Mantan Menhut), Toni Ardi, mengajarkan NDP, dan doktrin doktrin perlawanan. Kekuasaan Tiran, Zholim yang mencengkram kebebasan Umat harus di lawan. Dengan seperangkat ayat ayat Qur,an berisi tentang Jihad dan Azab Allah pada penguasa, bahkan memakai Jilbab pun bagi siswi SMA terlarang di masa itu sanksinya adalah pemecatan.

Maka demo itu tak lagi beskala internal kampus dalam pemikiran para Tentara tapi sebuah gerakkan perlawanan dari aktifis mahasiswa Islam (HMI) untuk melawan Soeharto (Penguasa).

Sirene meraung raung suara teriakan dari Orasi mahasiswa timbul tenggelam dengan suara Helikopter yang terbang rendah diatas kampus.
Ketakutan keberanian kemuakan atas semuanya bercampur aduk bersama kegaduhan yang terjadi selama ber jam jam lamanya.

Sore hari ketika demo berakhir setelah diserbu sepasukan Tentara, bersama Nasrullah Hamka saya kembali kerumah tak lama kemudian Abdul Malik menelpun menyatakan kampus berkobar kembali bahkan terjadi bakar-bakaran Ban didepan jalan yang dilakukan oleh Mahasiswa Sore. Dan Malik mengingatkan agar jangan berada dirumah malam ini.

Kami segera berangkat kerumah Sakit Islam dimana seorang teman dirawat akibat di aniya oleh oknum Satpam kampus ketika demo pagi hari tadi. Ada puluhan mahasiswa masih berkumpul disana.

Ada ketegangan dalam hati saya diakibatkan ketololan seorang pengurus senat yang membagikan kertas kecil berisi pesan singkat, “Malam ini kumpul di rumah Geis Chalifah jam 7 malam, rapat evaluasi aksi” lengkap dgn nomor telp rumah dan alamat. undangan itu tanpa koordinasi lebih dahulu sebelumnya. Sebisa mungkin saya menginformasikan pada semua teman bahwa acara itu batal. Info itu saya yakini akan jatuh ketangan para intel menyerupai mahasiswa yang sering kita tidak tahu sebagai teman atau penyelusup.

Bersama beberapa teman kami menginap dirumah seorang kerabat Abdul Malik di daerah pondok Bambu. Tengah malam sekitar jam 2 pagi, ketika semua sudah tertidur lelap tiba tiba saya terbangun dengan detak jantung yang berdetak keras. Tidak ada yang terjadi namun kegelisahan semakin menjadi jadi, Sebisa mungkin saya mengusahakan untuk tidur kembali dengan detak jantung yang perlahan lahan mulai normal kembali.

Kamis 19 Oktober sehabis subuh, Malik Memberi tahu ada telpun dari Ivan Prasetia Senior saya di Fisip yang rumahnya berdekatan dengan rumah saya. Segera saya menuju ketempat telp lalu terdengar suara diseberang sana. “Assalamualaikum geis… yang pertama aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun dan yang kedua aku ingin mengabarkan, rumah antum semalam di grebek tentara.” Saya gak sempat bicara cuma keringat dingin tiba tiba mengucur dan perut terasa mau muntah… Terbayang wajah Umi (ibu) seperti apa dia ketakutannya.. lalu berganti ganti dengan wajah wajah keluarga lainnya. Terbayang pongahnya para aparat itu yang menenteng senjata sambil membentak bentak.

Sebuah ucapan selamat dari Ivan yang kemudian saya tidak bisa pulang kerumah selama bermingu minggu.. Dan hari ini Senin 19 Oktober 2009, ketika ratusan ucapan selamat Ulang Tahun terkirim di FB saya.

Satu kalimat yang selalu terucap didalam hati di setiap hari kelahiran ” Umi .. maafkan "kenakalan" anakmu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar