Rabu, 19 November 2008

IR Iswan Hasan Bobsaid (Abu Amar) Alias Ajee Gile.

Ir Iswan Hasan Bobsaid (Abu Amar) alias Ajee Gile..

"Ya Jamaah hari ini adalah hari terakhir ana hadir di room mulai besok selama satu bulan penuh ana off" kalimat itu terlontar dari seorang ber ID Ajee Gile dan saya sangat amat tidak meyakininya bahwa Ajee Gile alias Iswan Bobsaid akan berhenti bicara di room karena besok akan mulai Ramadhan. Saya menduga itu hanya lontaran spontan yang tidak akan dilaksanakan dengan kosisten. Namun dugaan saya salah, karena sosok Ajee Gile alias Iswan Bobsaid dengan mulutnya yang seringkali semberono ternyata bersikap istiqomah.

Ajee melewati ramadhan dengan meninggalkan kebiasaan yang setiap hari dilakoninya yaitu bercengkrama di room baik diskusi agama maupun mengolok ngolok siapapun yang ingin dioloknya.
Ramadhan adalan bulan yang mulia dan Ajee memuliakannya dengan hanya "berdialog" pada Tuhannya.

Ajee Gile nama Idnya, sosok yang kontroversial, memiliki pemahaman agama dengan berbagai referensi yang luas disertai kemampuan retorika dengan aksentuasi suara yang khas.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Kusumah ini terlahir ditahun 1965 di Surabaya. meninggalkan Indonesia di tahun 1990 menuju New Zealand. Setelah bermukim 3 tahun lebih dinegeri yang berdekatan dengan kutub Selatan, Ia kembali ke Surabaya dan menikah dengan seorang wanita bernama Huda Alhibshy 14 tahun lalu. anak dari pasangan Abduraman Hibshy dan Tin Alamudi. Lalu memulai hidupnya menjadi warga Australia dan sampai saat ini bermukim di Melborne.

Ayah tiga anak ini, Amer, Amani dan Inayah. Selalu tampil atraktif, tak ada hari tanpa canda yang terkadang membuat merinding orang yang mendengarnya, kadang membuat menangis wanita yang di godanya. Namun dilain waktu dengan serius pula Abu Amar (Iswan Bobsaid) menerangkan berbagai pendapat ulama tersohor mengenai satu masalah agama dari mulai Shaikh Saltut, Ibnu Taimiyah, sampai pada Yusuf Qordawi. Kegemarannya membaca buku dan kapasitas memorinya yang luar biasa memberikan kemampuan untuk menerangkan satu masalah dengan jelas dan terang benderang.

Bila banyak orang menerima warisan harta sepeninggalan orang tuanya maka Abu Amar (Ajee Gile) ini mendapatkan puluhan kitab. Dalam berbagai diskusi terlihat jelas bahwa kitab kitab itu dibacanya. Menunjukkan kelasnya sebagai intelektual. Akan tetapi disisi lain dengan tiba-tiba lontaran pernyataannya melenceng jauh dari mengutip pendapat ulama, beralih dengan mengarang sebuah cerita lucu yang berisi ledekan salah seorang di room yang membuat banyak orang terperajat dan tertawa. Karena dari masalah yg sangat serius tiba-tiba berbalik berbicara masalah daster dan body perempuan.

Abu Amar (Iswan Bobsaid) adalah cucu Ami Ali Bobsaid seorang tokoh Jamaah di jawa Timur yang bekedudukan sebagai kapten Arab dimasanya, ada darah ketokohan dalam dirinya, menjadi tak heran bila sosoknya memiliki karakter kewibawaan. Sosok berbadan gempal dengan rambut ikal dan bermuka lebar ini menyukai Tshert dan Jeans dalam berpakaian. Dibalik penampilannya yang nyantai itu terdapat ketajamannya dalam berfikir.

Ajee Gile idiomnya, memang sesuai dengan karakternya yang akan membuat orang merasa heran mendengar gaya bicaranya yang keras tanpa eufemisme. Tak ada penghalusan kata semua dinyatakan dengan langsung tanpa tedeng aling aling, ketersinggungan bukanlah bagian dari dirinya demikian pula sebaliknya tak ada kesan empati dari dirinya dalam menyatakan sesuatu.

Namun dibalik image kontroversial yang dibangun pada dirinya, tak banyak yang tahu bahwa Iswan Bobsad alias Ajee Gile memiliki empati yang luar biasa terhadap nasib orang lain yang kurang beruntung, tangannya selalu terlepas. Dia memperhatikan orang orang yang dikenalnya lama dan dengan tanpa banyak bertanya dia mengirimkan kiriman untuk orang orang yang sedang kesulitan. Seorang wanita setengah baya yang memelihara beberapa anak yatim tak luput dari uluran tangannya.

Bravo Ajee. Hidup memang tidak harus lurus apa lagi "menuhankan" image dimata manusia, biarkan hanya Allah yang tau apa dan bagaimana kita sebenarnya.

Selasa, 11 November 2008

Sara jaiz (Bunda)

Sebuah room di yahoo messenger telah membangun pertemanan, keakraban dan solidaritas. Sebuah ruang confrence yang hanya diisi dengan suara telah memberi ruang interaksi yang intensif yang melahirkan hubungan kekerabatan.
Berbagai macam karakter berada didalamnya dari penda'wah sampai pembanyol, dari pendebat sampai yang hanya masuk untuk mendengar. Dari "pendongeng berita" sampai pencari jodoh. Dunia maya memberi ruang untuk setiap orang beraktualisasi tanpa harus bersiap dengan penampilan fisik.

Diantara berbagai karakter didalamnya terdapat sosok unik, seorang ibu bernama Sara Jaiz lebih dikenal dengan sebutan Bunda. Ibu yang telah memiliki cucu ini tinggal di Belanda, menggemari warna merah, dari ruang depan sampai ruang tamu rumahnya dicat dengan warna merah, dengan lampu lampu yang juga dilapisi kain berwarna merah. Seorang ibu yang apik tidak hanya apik pada dirinya tapi juga kebersihan rumahnya, sebuah bangku leter L berwarna coklat susu mengisi ruang dalam untuk tamu yang datang dan terdapat puluhan bantal kecil yang menghiasi keberadaan ruang tamu tersebut.

Satu lemari khusus disediakan untuk berbagai asesoris, mulai kalung, gelang hingga tas berbagai macam model tersimpan rapih, satu lemari lainnya tersusun berbagai sepatu dan sandal. Bunda (Sara Jaiz) yang sering menyatakan dirinya perempuan berkonde dan berkain wiron, seperti yang sering selalu dikatakannya sebagai simbol perumpaan wanita jaman dulu, menurut berbagai info sangat jauh berbeda dengan aselinya bunda selalu tampil aksi dan fashionable.

Kehadirannya di room selalu ditunggu oleh banyak orang, baik lelaki dan perempuan, tutur katanya yang mengalir dengan lancar sering kali pula tidak memperdulikan titik maupun koma merupakan ciri khasnya. Dia memiliki kemampuan untuk memberi warna lain diantara debat kaum lelaki yang kadang tak berujung pangkal, ditengah perdebatan serius berbagai macam topik tak jarang bunda mengomel tentang Valerio (cucunya) yang sedang menarik narik kabel komputer dengan marah karena sang nenek sedang asik bercengkrama di room. Menimbulkan senyum bagi yang mendengar dan membayangkan keriuhan yang terjadi disebuah rumah diseberang lautan sana.

Perempuan asal solo ini memiliki keberanian luar biasa, dia hidup mandiri di negeri Keju dan selalunya siap menghadapi tantangan apapun bentuknya. Namun didalam keberaniannya sebagai perempuan mandiri dia juga sangat takut dengan setan yang membuat dia takut tidur sendiri bila rumahnya sedang tak ada orang lain.

Bunda Nandaku IDnya, selalunya mengasosiasikan dirinya sebagai wanita tua, selalunya memberi nasehat sekaligus juga gemar bercanda dan semua orang digodanya. Namun demikian semua orang menghormatinya, ditengah keceriaan dan candanya terdapat ketulusan suaranya.

Setiap bunda hadir maka selalunya dia menyanyi, suaranya memang merdu terkadang lirih, dan hampir semua lagu yang dinyanyikan adalah lagu lama dari ingatan semasa di Solo ketika radio ABC milik PC Al irsyad Solo masih berjaya.

Kini kurasa semua kau lupakan sudah
hatimu tergoda akan harta dan permata
bukahkah semua itu hiasan belaka
hidup bahagia bukanlah karena benda.
hidup penuh kasih sayang itulah milikku
jadikan benda berharga disepanjang masa bukankah tujuan kita.


Satu syair yang sering dibawakan bunda terkadang memecah kesunyian room dimana semua orang terdiam dan menikmati suaranya.

Teruslah mengoceh dan bernyanyi bunda, karena dunia butuh orang seperti bunda.